DUA kata ini punya nuansa positif di masa depan. Yakni, optimisme dan harapan. Namun, sejatinya makna kedua kata itu sangat berbeda.
Uskup Keuskupan Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo menerangkan perbedaan makna kedua kata positif itu demikian.
Optimisme adalah semangat positif akan masa depan.
Optimisme dibangun berdasarkan perhitungan-perhitungan manusiawi. Data dan fata dibeberkan secara masuk akal dan menurut perhitungan akal sehat, maka ini dan itu akan menghasilkan sesuatu sesuai perkiraan.
Kalau ternyata tak cocok hasilnya atau gagal, maka semangat optimis lalu berubah menjadi pesimis. Semangat positif menjadi negatif. Madesu alias “masa depan suram”.
Harapan dan iman akan Tuhan
Lain halnya dengan harapan. Dibangun kesadaran akan masa depan berdasarkan iman kepada Tuhan.
Kalau tidak terjadi sesuai harapan, orang beriman tidak akan kecewa. Di sini ada aspek pengurbanan.
“Karena kita masih tetap percaya bahwa Tuhan yang telah memulai segala sesuatunya dengan baik, pasti akan juga menyelesaikannya,” demikian kata Kardinal Suharyo.
Harapan di masa pandemi
Di masa pandemi Covid-19 ini, kita semua diajak untuk tidak hanya berpikir baiknya gimana atau maunya apa. Lebih dari itu, demikian imbau Kardinal Suharyo, kita mestinya berbuat sesuatu.
Melakukan sesuatu yang berguna dan mendatangkan manfaat bagi banyak orang.
Itulah yang mesti dilakukan setiap elemen gerejani di wilayah pastoral Keuskupan Agung Jakarta.
“Semoga hal sama juga dilakukan oleh keuskupan-keuskupan lain di Indonesia,” tegasnya.
Simak video inspiratif tentang optimisme dan harapan yang dibeberkan oleh Ignatius Kardinal Suharyo dalam homilinya.