Selasa, 31 Mei 2022
Pesta Santa Perawan Maria Mengunjungi Elisabet
- Zef. 3:14-18.
- Mzm. Yes. 12:2-3.4bcd.5-6.
- Luk. 1:39-56
SETIAP orang pasti punya kesibukan. Waktu demi waktu terisi dengan kegiatan yang terkait dengan kebutuhan hidup sehari-hari.
Dalam memperjuangakan kepentingan dan kebutuhan hidup, seringkali kita berjumpa dengan sesama yang juga tengah berjuang memenuhi kehidupannya.
Ada saat-saat situasi menjadi semrawut, jalan-jalan macet hingga ada orang yang terpaksa menyingkirkan orang lain, karena menjadi penghambat tujuan hidup mereka.
Tidak sedikit orang yang jatuh dalam kesibukan rutin dan hanya itulah yang dilihatnya dan dilakukannya bahkan yang diketahuinya.
Banyak orang yang kehilangan dasar dan sulit menemukan alasan apa yang mendorong dan menggerakkan kehidupan ini.
Peristiwa kunjungan Maria kepada Elizabet mengantar kita pada pemaknaan atas kesibukan dan nilai sebuah.
Banyak orang yang terpaksa sibuk dengan kegiatannya untuk memenuhi apa yang diperlukannya kehadiran bagi sesama.
“Saya sangat sedih jika memikirkan diriku ini, selama saya saya sehat dulu: waktu, tenaga dan uang banyak saya persembahankan kepada Gereja. Namun ketika saya sakit, tidak ada satu pun orang Gereja yang mengunjungi saya,” kata seorang bapak.
“Bukannya saya ingin mendapatkan perhatian yang lebih dari mereka, namun sungguh memprihatinkan bahwa mereka sama sekali tidak menaruh perhatian kepada orang yang sakit,” lanjutnya.
“Para pengurus Gereja itu memang orang sibuk. Namun kadang muncul pertanyaan dalam hatiku, jika mereka sudah menyanggupi menjadi bagian pelayanan seharusnya mereka konsekswen dan memberi waktu untuk melayani,” kisahnya.
“Bahkan sampai detik ini, tidak seorang pun berkunjung atau menyapa kami,” ujarnya.
“Semua orang punya kesibukan dan banyak agenda pekerjaan namun keramahtamahan dan sapaan, adalah sarana murah untuk membangun kepercayaan, dan persaudaraan,” tegasnya.
“Saya dulu sering mengunjungi orang yang sakit. Bahkan salah satu program kerja bidang kami adalah mengunjungi dan mendoakan yang sudah lanjut usia maupun yang sedang sakit,” tegasnya.
Dalam bacaan Inji hari ini kita dengar demikian,
“Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?
Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan.
Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.”
Kunjungan Bunda Maria kepada Elizabet pada hari ini menjadi tanda yang nyata bagi kita yang sering terjebak dalam kesibukan demi diri sendiri hingga tidak pernah melihat orang lain sebagai pribadi yang penting.
Bunda Maria tidak menjadikan dirinya sebagai pusat yang menarik semua perhatian.
Dia dengan rendah hati, rela menempuh perjalanan yang jauh hingga Yehuda.
Ini adalah sebuah berkat dan pelajaran bagi kita bahwa setiap orang yang ingin berbagi sukacita dengan sesama sama sekali tak pernah dibatasi oleh waktu, jarak apalagi status.
Menjadi seperti Maria yang ikut mewartakan Allah yang menjadi manusia dan berbagi sukacita kiranya tetap bergema di dalam hati dan tindakan setiap orang beriman.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku punya kebiasaan mengunjungi orang yang sakit?