Bacaan 1: Yes 66:10-14c
Injil: Mat 18:1-5
Sekitar bulan Oktober 2011, terjadi gempa bumi hebat di Jepang. Saat gempa sudah reda, regu penyelamat memeriksa seluruh bangunan yang ambruk. Di sebuah reruntuhan rumah, mereka menemukan seorang ibu yang menunduk dengan tangan seperti memeluk dan melindungi sesuatu.
Ibu tersebut saat diperiksa sudah meninggal, namun ia ternyata melindungi bayinya yang tengah tidur dan masih hidup.
Si ibu tersebut rela berkorban nyawa, melindungi anaknya agar tetap hidup.
Satu hal yang sangat mengharukan, dalam balutan selimut bayi ditemukan Hand Phone dengan layar tertulis,
“Jika kamu hidup, kamu harus ingat bahwa ibu sayang kamu.”
Ibu orang yang pertama kali mencintai kita bahkan sejak dari kandungan. Tulus menyayangi dan rela mengorbankan jiwa raganya demi anaknya tetap hidup sampai akhirnya.
Nabi Yesaya menggambarkan kasih Allah dengan kasih tanpa batas seorang ibu.
“…Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya keselamatan seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang membanjir; kamu akan menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan.
Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu; kamu akan dihibur di Yerusalem.”
Allah tetap setia untuk menyelamatkan umat-Nya meski pernah memberontak.
Jika kasih ibu sedemikian besarnya maka kasih Allah jauh lebih besar lagi.
Dalam pengajaran-Nya kepada para murid, Tuhan Yesus mencontohkan bagaimana para murid harus mengasihi sesamanya. Kita pengikut-Nya harus bisa mengasihi sesama seperti mengasihi seorang anak kecil, kasih ibu kepada anaknya.
“…barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”
Demikian sabda-Nya.
Sebuah pengajaran akan pelaksanaan Hukum Kasih yang menuntut kerendahan hati.
Pesan hari ini
Kasih ibu kepada anaknya tak pernah mengenal batas, kasihnya bagaikan sang surya yang senantiasa menyinari bumi tanpa pernah minta dikembalikan lagi.
Demikian juga dengan-Nya, sebab Allah adalah kasih. “Saat semua orang menghina dan menjauhimu karena kekalahanmu, tapi saat itu ibumu tidak pernah menjauh atau pun malu untuk tetap bersamamu.”