Home BERITA Kasih Tidak Memiliki Batas

Kasih Tidak Memiliki Batas

0
Ilustrasi - Persaudaraan. (Ist)

Selasa, 28 Januari 2025

Ibr.10: 1-10.
Mzm. 40:2,4ab,7-8a,10,11.
Mrk. 3:31-35

KETIKA berbicara tentang keluarga, Yesus menegaskan bahwa keluarga bukan hanya mereka yang memiliki hubungan darah, tetapi siapa saja yang mendengarkan dan melakukan kehendak Allah.

Yesus mengajar kita melihat setiap orang sebagai saudara dan saudari, menjadikan dunia ini sebuah keluarga besar di bawah kasih Bapa.

Kasih yang Yesus ajarkan tidak eksklusif, tetapi inklusif. Ia memeluk semua orang, mulai dari pemungut cukai, pendosa, hingga mereka yang tersisih. Ia memandang mereka bukan sebagai orang asing, tetapi sebagai bagian dari keluarga Allah.

Merentangkan tali kekeluargaan berarti membuka hati kita untuk mencintai dengan tulus setiap orang yang kita jumpai.

Kita dipanggil untuk mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan, memberikan penghiburan kepada yang berduka, dan berbagi sukacita dengan mereka yang bersyukur.

Dalam setiap perjumpaan, kita memiliki kesempatan untuk menunjukkan bahwa kasih Allah hadir dan nyata.

“Pertemuanku dengan kelaurga ini, terjadi karena kebetulan,” kata seorang sahabat waktu mengunjungi sebuah keluarga.

“Saya sudah dianggap sebagai bagian keluarga ini. Saya dianggap sebagai saudara sendiri.”

Kurang lebih lima belas tahun yang lalu, bapak dari keluarga ini kecelakaan waktu naik sepeda motor di tengah malam. Tidak ada satu orang pun yang menolongnya.

Kebetulan waktu itu saya pulang dari stasi, dan melihat keadaan itu, saya lalu berusaha menolong. Saya masukan bapak ini ke mobil dan saya ke rumah sakit.

Malam itu juga diadakan perawatan yang memerlukan transfusi darah, kebetulan sekali bahwa golongan darah saya cocok, hingga langsung bisa diambil.

“Peristiwa itu menjadi awal perjumpaan dan persaudaraan kami, dan setelah beliau sembuh, mereka menjadikan saya sebagai saudara mereka,” ujarnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, Ia melihat kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya itu dan berkata: “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku.

Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”

Yesus mengajarkan bahwa hubungan dengan-Nya tidak ditentukan oleh hubungan darah, tetapi oleh kesediaan untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah.

Barangsiapa yang mendengar firman Tuhan dan melakukannya, ia menjadi bagian dari keluarga Allah. Hal ini menunjukkan bahwa kasih Tuhan tidak eksklusif, melainkan terbuka untuk semua orang yang percaya dan taat kepada-Nya.

Menjadi “keluarga Yesus” berarti hidup selaras dengan kehendak Allah. Kehendak Allah tidak hanya soal mentaati perintah-Nya, tetapi juga mencerminkan kasih, pengampunan, dan kerendahan hati dalam kehidupan kita sehari-hari.

Dengan demikian, menjadi saudara, saudari, atau ibu Yesus adalah panggilan untuk hidup dalam kasih yang nyata dan tindakan yang mencerminkan nilai-nilai Kerajaan Allah.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah hidupku telah mencerminkan kasih dan ketaatan kepada kehendak Allah?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version