PARA suster biarawati -lengkap dengan habit (busana suster)- sampai masuk ke ruang pengadilan ini jelas bukan hal biasa.
Namun, di ruang pengadilan tipikor Jakarta hari Kamis tanggal 11 November 2021 pekan lalu, hal yang sangat tidak biasa itu sampai benar-benar terjadi.
Empat orang suster biarawati Kongregasi Suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus -biasa disingkat Suster CB- secara resmi dan serius pula harus didatangkan untuk bersama-sama masuk ke ruang sidang pengadilan.
Kesaksian mereka sangat penting untuk didengarkan.
Sebagai saksi
Empat orang suster CB itu memang resmi dipanggil oleh pengadilan tipikor. Mereka hadir di pengadilan tipikor dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Atas perkara tindak pidana melawan hukum yang telah melibatkan sejumlah orang sebagai pelaku dan kini status masing-masing orang itu telah resmi menjadi terdakwa atas tindak pidana korupsi.
Semua terdakwa itu masuk ranah perbuatan pidana melanggar hukum, karena masing-masing orang itu telah terkait kasus jual-beli aset tanah milik Kogregasi Suster CB.
Tanah milik Kongregasi Suster CB ini sedianya mau mereka beli dengan harga pasar yang berlaku di lapangan.
Lokasi aset tanah milik Kongregasi Suster CB ini ada di Jl. Asri I RT.002/RW.03, Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
“Luas tanah milik Kongregasi Suster CB ada sekitar 41.921 m2 dengan harga penawaran Rp 2,5 juta/m2,” terang Pemimpin Umum Kongregasi Suster CB Provinsi Indonesia, Sr. Yustiana Wiwiek Iswanti CB, menjawab Sesawi.Net, Jumat siang tanggal 12 November 2021 pekan lalu.
Awal kisah
Kisah carut marut kasus penjualan tanah sehingga masuk ranah tindak pidana ini terjadi karena praktik penggelembungan dana nilai jual tanah yang sengaja dikatrol naik untuk mendapatkan keuntungan berlipat ganda oleh Anja Runtuwene cs.
Praktik menaikkan harga jual tanah yang tidak semestinya ini dianggap sebagai tindakan korupsi yang pada akhirnya merugikan negara ratusan milyar.
Kasus tindak pidana korupsi ini berawal dari niatan Anja Runtuwene cs -pemilik sebuah perusahan properti- yang berniat membeli aset tanah milik Kongregasi Suster CB untuk keperluan anaknya.
Niatan serius itu sungguh dibuktikan Anja Runtuwene dengan datang sendiri bersama Tommy Adrian dan sekretarisnya ke Biara Pusat CB di Jl. Colombo, Yogyakarta, bulan Maret 2019 lalu.
Menjawab pertanyaan Sesawi.Net, penasihat hukum Ny. Dwi Rudatiyani SH yang mewakili kepentingan Kongregasi Suster CB menyatakan bahwa akta perikatan jual beli itu terjadi antara Kongregasi Suster CB dan Anja Runtuwene secara pribadi.
“Hanya antara Kongregasi CB dengan Ibu Anja Runtuwene secara pribadi sesuai bukti dokumen resmi Akta Perikatan Jual Beli,” jelas Dwi Rudatiyani SH menjawab Sesawi.Net.
Sama sekali bukan berupa AJB (Akta Jual Beli) -melainkan masih taraf akta perikatan jual beli- antara Kongregasi CB dengan Anja Runtuwene. Dan bukan dengan PT Adonara Propertindo atau pihak lainnya.
Demikian penegasan Dwi Rudatiyani SH selaku penasihat hukum Kongregasi Suster Kongregasi CB menjawab Sesawi.Net belum lama ini.
Negara rugi setidaknya Rp 152,5 milyar
Menurut laporan Majalah Tempo, kasus korupsi pengadaan tanah DKI ini -sesuai dakwaan jaksa penuntut umum dalam sidang beberapa waktu lalu- diduga telah merugikan negara sebanyak Rp 152,5 miliar.
Pengadilan tipikor juga telah menetapkan empat orang terdakwa dalam kasus pengadaan lahan tanah yang sarat dengan praktik korupsi, yakni:
- Direktur PT Adonara Propertindo: Tommy Adrian.
- Wakil Direktur PT Adonara: Ny. Anja Runtuwene.
- Direktur PT Aldira Berkah: Rudy Hartono Iskandar.
- Direktur PT Sarana Jaya: Yoory Corneles Pinotoan.
Jual aset untuk biayai karya baru di kawasan pinggiran
Kongregasi Suster CB memang sedari awal juga berniat menjual aset tanahnya di Munjul. Dengan niatan karena dana hasil penjualan tanah itu nantinya akan dipakai untuk membiayai karya-karya baru tarekat di kawasan pinggiran di luar Jakarta.
Terutama di luar Jawa.
“Memang benar bahwa sejak awal kami memang ingin menjual aset tanah itu. Untuk perluasan karya misi tarekat menuju kawasan pinggiran.
Ini sesuai nafas kerasulan Gereja sebagaimana juga sering diimbau oleh Bapa Suci agar Gereja juga memperhatikan lebih kepada daerah-daerah pinggiran,” terang Sr. Yustiana CB, Provinsial Kongregasi Suster CB Provinsi Indonesia.
Sistem getok tular-lah yang akhirnya sampai membuat Anja Runtuwene datang menyambangi Provinsialat CB di Jl. Colombo, Kota Yogyakarta.
Kata Anja waktu itu, aset tanah milik Kongregasi Suster CB itu akan dia gunakan untuk keperluan membangun kompleks perkantoran dan lahan bisnis.
Untuk si buah hatinya yang bernama Al.
Itu sesuai kata Anja, saat datang menghubungi Suster CB guna menjajagi peluang melakukan kegiatan jual-beli aset tanah.
Niat baik itu akhirnya diwujudkan secara nyata pada tanggal 25 Maret 2019 di Yogyakarta – tempat “markas besar” Kongregasi CB.
Singkat cerita, lalu ditekenlah semacam perjanjian dalam Akta Perikatan Jual Beli dengan komitmen pihak calon pembeli nantinya akan segera melakukan pembayaran uang muka sebesar Rp 5 milyar.
Itu baru tahap pertama nilai besaran DP yang telah disepakai.
Akta Perikatan Jual Beli antara pihak Kongregasi Suster CB dan Anja Runtuwene itu pun akhirnya terlaksana di Yogyakarta pada tanggal 25 Maret 2019.
Dan langsung jreng terjadi pembayaran uang muka tahap pertama sebesar Rp 5 milyar.
Pada hari Selasa, tanggal 2 April 2019, sesuai dengan Akta Perikatan Jual Beli Nomor 34, tertanggal 25 Maret 2019, di hadapan Notaris & PPAT Mustofa S.H., M.Kn, Kongregasi Suster-suster CB telah menyerahkan sejumlah dokumen kepemilian aset tanah kepada Notaris Yurisca Lady Enggrani S.H., M.Kn untuk kepentingan pihak Anja Runtuwene yang saat itu diwakili oleh Tommy Adrian dan Anton selaku staf Tommy Adrian.
Pada tanggal 6 Mei 2019, Anja Runtuwene menambahi pembayaran uang muka (down payment) tahap dua sebesar lima milyar rupiah.
Batal demi hukum
Singkat cerita, karena tidak terjadi pelunasan pembayaran seusai harga yang telah disepakati, maka tindakan hukum berupa akta perikatan jual beli tanah itu menjadi batal demi hukum.
Terjadi demikian, karena proses pelunasan pembayaran total pasca penyerahan DP senilai Rp 10 miliar itu tidak pernah kunjung terjadi.
“Atas niatan baik Kongregasi Suster CB, kami dengan ikhlas dan rela mengembalikan uang senilai Rp 10 miliar itu secara utuh bulat kepada pihak pembeli. Kami berikan uang DP senilai pembayaran semula itu melalui pihak notaris,” kata Sr. Yustiana CB.
Tiba-tiba saja, kasus ini “meledak” di media, karena terkait dua hal. Yakni, terjadi penggelembungan nilai jual yang tampaknya sengaja mau “dimainkan” oleh para terdakwa ketika mereka berniat mau menjual aset tanah Susteran CB ini kepada pihak ketiga.
Yang terasa janggal di dalam kasus ini adalah:
- Pembayaran DP terkesan sangat lelet; baru dibayarkan senilai Rp 10 milyar. Namun kemudian, tidak terjadi pembayaran pelunasan sisanya.
- Akta perikatan jual beli tanah batal demi hukum, karena pihak calon pembeli tidak segera memenuhi kewajibannya dan bahkan kemudian menjualnya ke pihak lain (PT Sarana Jaya).
Lebih kurang 4,5 bulan sejak penandaatangan Perikatan Jual Beli (PJB), di mana pada tanggal 16 Agustus 2019 seharusnya sudah terjadi pelunasan pembayaran, namun pihak Anja Runtuwene tidak juga melakukan pelunasan sebagaimana disyaratkan dalam PJB.
Karena itu, Kongregasi Suster-suster CB lalu mengirimkan surat memo kepada Anja Runtuwene melalui Surat Nomor 465/DPPCB/Y/Um/X/2019, tertanggal 31 Oktober 2019.
Surat itu pada intinya menjelaskan, Kongregasi Suster CB akan mengembalikan Uang Muka sebesar Rp 10.000.000.000 kepada Pihak Ibu Anja Runtuwene.
Kooperatif dengan Bareskrim dan KPK
Kasus jual-beli aset tanah Kongregasi CB yang disinyalir ada tindak pidana korupsinya ini sampai membuat Bareskrim Polri dan KPK menemui Suster CB. Untuk mengusut asal muasal peristiwa dan tahu duduk perkaranya.
“Kami selalu bersikap kooperatif dengan aparat penyidik yang ingin tahu masalah dan duduk perkaranya. Mereka pun juga sangat profesional dan dengan baik pula dalam tugasnya menuntaskan perkara tindak pidana korupsi ini,” kata Sr. Yustiana CB.
Pihak Suster CB sungguh tidak menyangka bahwa tindakan jual beli aset tanah ini akhirnya malah menyeret para suster CB harus ikut datang ke ruang pengadilan tipikor sebagai saksi-saksi.
“Kami tetap tabah ketika harus menjalani semua proses hukum. Bapak Kardinal dan Bapak Uskup Keuskupan Agung Semarang senantiasa memotivasi kami untuk tetap tegar menjalani proses persidangan itu,” jelas Sr. Yustiana CB menjawab Sesawi.Net.
“Pada prinsipnya, aset tanah kami itu sekarang kondisinya sudah kembali aman. Juga semua surat-surat sertifikatnya telah dikembalikan kepada kami,” jawab Sr. Yustiana akhir pekan lalu.
Segera setelah kasus korupsi ini diputuskan pengadilan sebagai inkracht, maka pihak Kongregasi CB tetap masih akan menjual aset tanah ini.
“Pasti akan kami jual lagi setelah situasinya kondusif. Semua surat-surat penting tanda kepemilikan tanah yang sah sudah ada pada kami, sehingga para calon pembeli tidak perlu khawatir akan sah-tidaknya kepemilikan aset tanah itu,” tambahnya.
“Kami ingin menjualnya karena kami butuh dana untuk membangun komunitas dan karya baru di kawasan pinggiran di luar Jabodetabek,” paparnya lagi.