Home KELUARGA Kasus Perkawinan Katolik di SAGKI 2015: Demi Pastoral, Silahkan Komuni (1)

Kasus Perkawinan Katolik di SAGKI 2015: Demi Pastoral, Silahkan Komuni (1)

3

Pengantar Redaksi

Pada Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI ke-4) tahun 2015 yang berlangsung 2-6 November 2015, panitia menghadirkan beberapa narasumber dari keluarga-keluarga katolik.  Keluarga atau individu dalam keluarga katolik ini dipilih oleh panitia karena dianggap memiliki kisah-kisah hebat yang layak dibagikan untuk memperkaya hidup dan penghayatan iman kristiani bagi semua umat katolik dan para uskup peserta SAGKI ke-4 tahun 2015.

Pada hari ketiga SAGKI 2015, hadir tiga orang narasumber yang masing-masing rela membagi  kisah hidupnya yang penuh warna untuk menjadi bahan yang memperkaya hidup dan iman sekalian umat katolik. Ketiga narasumber ini umumnya berkisah tentang bagaimana mereka merajut cinta, kesetiaan, perjuangan dalam mempertahankan biduk rumah tangga mereka.

Romo Purbo Tamtomo Pr, ahli Hukum Gereja dari Keuskupan Agung Jakarta, sengaja diundang untuk memberi catatan penting atas ‘presentasi’ ketiga narasumber tersebut.

Hampir selama 25 tahun terakhir ini, Romo Purbo  banyak memberi konseling dan arahan untuk berbagai urusan yang menyangkut problematika perkawinan katolik. Ia  lalu mengisahkan sejumlah contoh kasus problematika perkawinan katolik yang pernah dia tangani.

Berikut ini kisah dan catatan Romo Purbo Tamtomo. Kisah ini kami bagi dalam urutan kasus-kasus perkawinan katolik yang pernah terjadi di tlatah Keuskupan Agung Jakarta (KAJ).

Kasus 1: Boleh Komuni atau Tidak?

ADA seorang janda dengan dua anak kecil hidup susah. Ia begitu saja ditinggal pergi tanpa pesan dan diberi  tinggalan apa pun oleh suaminya yang kabur tanpa pamit. Setiap hari, ibu ini selalu datang ke tempat adorasi. Ia  menangis dan menangis.

Seorang bapak tersentuh hatinya dan menyatakan mau berbaik hati dengan keluarga muda ini. Ia malah membiayai sekolah anak-anak janda ini hingga selesai dan memberi separuh hartanya bagi keluarga janda susah ini.

Singkat cerita, keduanya saling jatuh cinta. Bapak yang baik ini ternyata seorang duda ditinggal mati istrinya. Lalu, mereka pun menikah secara sipil.

Diancam anaknya sendiri

Sekali waktu, ibu paruh baya dilanda kebingungan dan menjadi panik, ketika tiba-tiba anaknya mengancam tidak akan mau ke gereja lagi dan sambut komuni kalau ibunya tidak komuni.

Demikian inti persoalan yang diangkat Romo Purbo Tamtomo dari kasus nyata di KAJ.

Sang anak protes keras kepada ibunya, mengapa tidak ikut berbarengan menerima komuni sama seperti anak-anak penerima komuni pertama bersama kedua orangtuanya.

Protes itu berlanjut terus, karena setiap kali mengikuti misa, ibunya juga tidak datang menerima komuni. Akhirnya, si anak itu mengancam ibunya bahwa ia tidak akan mau pergi ke gereja lagi.

Sang ibu yang bingung dan panik lalu datang menemui Romo Purbo Tamtomo di Wisma KAJ.

Ia bertanya, “Romo, apakah saya boleh menerima komuni?”

Jawaban Romo Purbo, “Kalau saya sebagai ibu, maka saya akan menyambut komuni.”

Lain hari, ibu janda ini bertanya lagi dengan hal sama: “Bolehkah saya menerima sambut komuni?”

Dijawab sama: “Kalau saya menjadi ibu, maka saya akan komuni.”

Lalu kepada forum SAGKI 2015, Romo Purbo pun menambahi catatan. Ini, kata dia, bukan resmi aturan gerejani melainkan lebih sebagai pendekatan reksa pastoral. “Kalau pertanyaannya boleh atau tidak boleh, maka aturan hukum gereja dengan jelas mengatakan: tidak boleh.”

Tapi kepada janda paruh baya itu, Romo Purbo tidak menjawab soal boleh atau tidak boleh, melainkan “Kalau saya dalam posisi sebagai ibu, maka sambutlah komuni.”

Kredit: Ilustrasi (Yohanes Indra/Dokpen KWI)

3 COMMENTS

  1. kalau saya jadi ibu itu, saya malu mengambil komuni. lebih baik saya jelaskan ke anak saya apa alasannya. dan kl ada romo yang suruh saua ambil komuni, saya ingatkan romo yang membuat saya melakukan dosa sakrelegi.

  2. Saya tidak tau latar belakangnya mengapa sang romo bisa menyarankan spt itu. Bukankah lebih baik menyarankan utk membereskan pernikahannya yg masuk dalam kategori “zinah” terlebih dahulu ?
    Apakah dosa ancaman si anak lebih berbahaya dibandingkan dosa sakrelegi yg dilakukan siibu ? Krn kalau membaca kisahnya, keinginan yg kuat utk menyambut komuni dari siibu pun tdk ada dikatakan
    Entahlah..semua demi keselamatan jiwa..

  3. Jika saya jd ibu tsb, mk akn sy tanya hati sy lbh dulu,apkh layak ato tdk,krn tubuhmu ad bait Roh kds.
    Hdp bkn apa kt orang,tp apa kt Tuhan ttg hdp kt.
    Maribelajar ut tdk mnjd hkm bg org lain,tp hendaklah kt msg msg lambat ut bicara krn semua org ingin jdno 1 als the best.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version