Selasa, 13 Desember 2022
- Zef. 3:1-2,9-13.
- Mzm. 34:2-3,6-7,17-18,19,23.
- Mat. 21:28-32;
HIDUP memang penuh dengan berbagai pilihan. Mulai dari hal-hal sepele sampai dengan menetapkan satu pilihan yang sulit.
Tidak jarang kita kemudian malah mengambil suatu keputusan yang kurang tepat, meskipun sudah berpikir hingga dua-tiga kali.
Pada saat kita menyadari telah memilih sesuatu yang salah hingga telah mengambil keputusan yang menimbulkan keraguan, tidak jarang menyisakan berbagai penyesalan.
Tentunya, ada beberapa alasan yang sering kali mendasari kesalahan pengambilan keputusan tersebut.
“Saya sungguh menyesal pernah menolak untuk merawat bapak, karena kesibukanku dan isteriku,” kata seorang bapak.
“Dalam pertemuan keluarga itu, kakakku dan adikku marah denganku, menuduhku tidak bertanggungjawab terhadap oran tua,” ujarnya.
“Mereka menyanggupi untuk mengurus, merawat dan menjaga bapak. Sedangkan saya setiap bulan menyisihkan dana untuk membayar perawat dan kebutuhan bapak,” lanjutnya.
“Namun kemudian, kakak dan adikku seakan lupa janjinya. Mereka bukan saja tidak merawat bapak, bahkan datang pun tidak pernah. Iuran untuk membayar perawat juga tidak dilakukan,” urainya.
“Omong ‘ya’ itu mudah. Namun sangat sulit menanggung konsekuensi dari ‘ya’ yang telah kita ucapkan,” sambungnya.
“Menanggung konsekuensi dari keputusan itu harus berasal dari diri sendiri; bukan demi memenuhi pilihan, kita korbankan orang lain,” tegasnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur.
Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi.
Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga.”
Mengikuti Yesus adalah mencari dan melaksanakan kehendak-Nya.
Meskipun mungkin kita telah terlanjur banyak kali mengatakan “tidak” kepada Allah, kita masih dapat mengubah sikap kita, dan Allah akan mengampuni dosa kita.
Akan tetapi apabila kita selalu berbicara hal-hal yang baik, namun tidak mau melaksanakannya, maka kita bukanlah kelompok orang yang melaksanakan kehendak Allah.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku melakukan apa yang aku katakan?