Kamis, 17 Maret 2022
- Yer. 17:5-10.
- Mzm: 1:1-2.3.4.6.
- Luk. 16:19-31
SEBUAH kenyataan dalam kehidupan yang kita temui di dunia ialah ada orang kaya dan ada orang miskin.
Orang kaya hidup dalam kemewahan, segalanya ada dan tidak pernah kekurangan suatau apapun. Sedangkan orang miskin hidup dalam penderitaan, kesulitan dan kekurangan.
Tidak bisa dipungkiri, tingkat kesenjangan ekonomi sangat terlihat perbedaannya. Di seberang gedung-gedung megah, berdiri rumah-rumah kardus yang hancur saat hujan tiba. Di seberang perkotaan yang serba modern, ada kampung yang tak memiliki jembatan.
“Jika saya tidak berani merantau, sampai kapan pun hidupku tidak akan berubah,” kata seorang bapak.
“40 tahun lalu setelah saya tamat SMP, saya pergi ke kota lain dan kemudian menumpang di rumah saudara,” lanjutnya.
“Tidak mudah ikut orang itu, apalagi saudara yang saya ikuti bukan keluarga kaya, dan anaknya banyak. Namun demi masa depan yang lebih baik, saya selalu berusaha melakukan apa pun dengan sungguh-sungguh baik di rumah maupun di sekolah,” katanya.
“Keluarga yang saya ikuti orangnya sederhana dan sangat baik, hingga ini membuatku nyaman dan meski banyak kekurangan membuatku tetap setia dengan mereka,” ujarnya lagi.
“Hingga saya bisa selesai SMA dan kemudian kuliah sambil bekerja,” katanya.
“Saya terpaksa berhenti kuliah selama satu tahun, karena bapak yang saya ikuti sakit dan harus keluar masuk rumah sakit hingga uang kuliahku terpakai untuk berobat,” sambungnya.
“Selama bapak sakit, waktu dan semua kegiatannku terarah pada kesembuhan bapak dan juga membantu kebutuhan keluarga,” lanjutnya lagi.
“Setelah bapak sembuh, saya mulai kuliah lagi hingga selesai,” katanya.
“Untuk mengubah hidup dari miskin menjadi kaya tidak bisa hanya duduk-duduk dan memandangi handphone, tetapi harus berjuang dan bekerja keras, berani keluar keringat, bahkan air mata,” ujar bapak itu.
“Dari kebaikan bapak dan ibu yang saya ikuti, saya belajar untuk selalu berbuat baik kepada sesama tidak perlu menunggu kaya dulu, yang penting punya kemauan dan kerelaan berbagi, selebihnya Tuhan yang akan menuntun dan menyempurnakan niat hati kita,” lanjutnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan.
Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya.”
Orang kaya yang digambarkan dalam ayat di atas adalah orang kaya yang egois; hidupnya hanya berpusat pada diri sendiri dan tidak pernah berbuat baik, padahal Tuhan sudah memberi kesempatan kepadanya untuk berbuat baik yaitu melalui Lazarus yang sakit dan miskin, yang untuk makan saja mengharapkan sisa makanan dari orang kaya itu.
Tuhan mengingatkan kita, untuk berbagi kepada saudara kita yang dalam kekurangan, mereka merindukan belas kasih serta kemurahan Tuhan melalui uluran tangan kita.
Segala harta kekayaan yang kita miliki, adalah berkat yang dilimpahkan Tuhan pada kita.
Maka sudah semestinya jika harta kekayaan itu kita pakai untuk memuliakan Tuhan dan menolong orang lain.
Sebagai pengikut Kristus kita, dikenal karena kasih, kemurahan hati dan kepedulian kita.
Untuk itu, jangan hanya memperhatikan kepentingan diri kita sendiri, tetapi juga kepentingan sesama.
Bagaimana dengan diriku?
Adakah budaya berbagai yang aku hidupi dan selalu menjadi pendorong dalam perilaku saya?