“Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.” (Luk 15, 29)
INI merupakan ungkapan kekecewaan si anak sulung terhadap bapanya. Kekecewaan ini bisa dialami oleh siapa saja, termasuk para pelayan dan aktivis.
Saat ini di banyak paroki muncul banyak aktivis baru yang mulai terlibat dalam berbagai kegiatan parokial atau kategorial. Mereka terketuk dan tersadarkan setelah mengikuti berbagai macam seminar, weekend, camp atau pelatihan lain. Selain aktivis baru, banyak juga aktivis lama yang telah memberikan pelayanan selama bertahun-tahun dalam: dunia pendidikan, panti asuhan atau panti wredha, pendampingan anak dan remaja, komunitas umat beriman di kring atau stasi, pelayanan prodiakon, kepengurusan dewan pastoral paroki atau kepanitiaan lain.
Di tengah banyaknya aktivis yang terlibat aktif dalam berbagai pelayanan, ada juga aktivis yang tiba-tiba berhenti dan menarik diri. Mereka tidak lagi nampak dalam berbagai kegiatan atau persekutuan. Mereka tidak lagi menanggapi undangan atau ajakan untuk terlibat. Mereka kecewa. Kecewa terhadap pimpinan, ketua atau rekan kerja; terhadap keputusan atau hasil rapat; karena pengorbanannya selama tidak dihargai lagi dan disepelekan.
Pelayanan terhadap sesama dan masyarakat rupanya tidak pernah lepas dari interest atau kepentingan tertentu, entah penghargaan, perhatian, ucapan terimakasih atau pujian serta keuntungan lainnya. Dalam pelayanan selalu saja ada interest tersembunyi yang sifatnya pribadi. Bahkan kesetiaan seseorang terhadap aturan, orang tua atau pimpinan pun tidak lepas dari kepentingan diri yang tersembunyi.
Sejauh mana kekecewaan si anak sulung juga pernah kualami dalam pelayanan? Betulkah ada interest pribadi dan tersembunyi di dalam pelayananku pada sesama?
Teman-teman selamat pagi dan selamat berhari Minggu. Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)