Home BERITA Kegagalan sebagai Pemurni Pengabdian

Kegagalan sebagai Pemurni Pengabdian

0
Ilustrasi: Pemilu, Pilkada (Ist)

Rabu, 23 Juni 2021

Kej.15:1-12.17-18;
Mzm.105:1-2.3-4.6-7.8-9
Mat.7:15-20.

“KAMU sudah menanam tetapi dipanen oleh orang lain,” kata seorang bapak kepada anaknya yang gagal terpilih sebagai kepala desa.

“Harga diri saya kalah dari uang Rp.100,000, hingga mereka rela menjual suaranya,” sahut anaknya sambil tersenyum.

“Berarti semua usahamu masih kalah dengan uang segitu,” kata bapaknya.

“Saya tidak sedih karena kalah. Hanya menyesalkan mengapa saya terjebak dalam pemilihan yang kotor seperti ini,” sahut anaknya dengan nada serius

“Dari awal saya kurang sreg, kamu maju dalam pilkades ini. Karena kamu akan masuk dalam lorong yang penuh sesak kepentingannya,” tutur bapaknya.

“Saya hanya ingin desa kita maju. Dan masyarakat mendapatkan pelayanan yang baik,” sahut anak itu.

“Kamu masih bisa melayani masyarakat dengan cara lain. Seperti yang kamu lakukan selama ini. Menyediakan kompos murah dari hasil sampah daun dan rating kering untuk masyarakat,” kata ayahnya.

“Saya kecewa, tetapi tidak akan menghalangi saya tetap berbakti kepada masyarakat di sini,” jawabnya dengan mantap.

“Saya bangga denganmu. Terlebih dengan apa yang kamu lakukan untuk masyarakat, meskipun kebaikanmu belum dihargai,” kata bapaknya.

“Saya ingin seperti bapak yang selalu baik dengan siapa pun,” sahut anaknya sambil senyum ke arah bapaknya.

Kepahitan bisa terjadi manakala kita mengharapkan balasan dari perbuatan baik yang kita lakukan.

Apalagi untuk kepentingan politik yang kadang logikanya menyamping, tidak lurus.

Namun demikian seorang yang mempunyai kualitas pribadi yang baik, kegagalan dan kekecewaan justru akan menjadi pemurni pengabdian dan karya baiknya.

Adakah perilaku hidup kita yang masih perlu dimurnikan?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version