Home BERITA Kegelapan yang Sunyi, Belajar dari Kisah Hidup Helen Keller

Kegelapan yang Sunyi, Belajar dari Kisah Hidup Helen Keller

0
Helen Keller (Ist)

Puncta 10.02.23
PW. St. Scholastica, Perawan
Markus 7: 31-37

KITA semua pasti mengenal Helen Keller. Ia lahir di Alabama, pada 27 Juni 1880. Pada mulanya Keller adalah anak yang sehat.

Namun penyakit demam tinggi membuatnya kehilangan pendengaran dan penglihatan. Ia menjadi buta dan tuli. Dunianya berubah menjadi gelap dan sunyi.

Ia menjadi gadis yang suka marah dan memberontak. Ia ingin bisa berbicara, tetapi tak ada seorang pun dapat memahaminya, bahkan kedua orangtuanya pun tak mampu memahami kemauan anaknya.

Datanglah guru yang luar biasa bernama Anne Sullivan. Berkat kegigihan bu guru yang penyabar ini, Keller sedikit demi sedikit dapat membaca huruf Braille.

Keller adalah gadis yang cerdas. Buku adalah jendela dunia. Dengan banyak membaca buku, Helen Keller mengenal dunia luar.

Ia makin bergairah untuk menyelami dunia dengan membaca sebanyak-banyaknya. Dunia makin terbuka lebar untuknya.

Akhirnya Keller bisa bersekolah di sekolah khusus. Berkat pendampingan Anne Sullivan, gadis bisu tuli dan buta ini bisa melanjutkan kuliah dan lulus dengan baik. Keller menguasai beberapa bahasa seperti Jerman, Perancis, Inggris, dan Latin.

Ia kemudian tergerak untuk membagikan pengalamannya bagi orang-orang yang mempunyai cacat seperti dirinya. Keller menuliskan kisah hidupnya dalam buku The Story of My Life.

Ia kemudian berpidato dan memberi kuliah terbuka ke berbagai belahan dunia. Helen Keller menginspirasi banyak orang. Cacat fisik tidak menghalangi orang untuk hidup seperti manusia normal lainnya.

Dalam Injil dikisahkan ada seorang yang tuli dan gagap. Orang-orang membawanya kepada Yesus agar meletakkan tangan-Nya atas orang itu. Dengan kuasa-Nya, Yesus berkata, “Efata,” artinya Terbukalah.”

Maka orang itu pun bisa mendengar dan berbicara. Semua kagum atas peristiwa yang mentakjubkan itu.

Banyak kali kita harus belajar dari orang-orang yang mengalami kekurangan, cacat atau lemah secara fisik.

Mereka lebih gigih berjuang untuk hidup dan tak mau menyerah. Cacat atau ketidaksempurnaan bukan halangan untuk mencapai kesuksesan.

Mereka lebih peka dan tajam menggunakan suara hatinya. Mereka belajar dari alam lingkungan sekitarnya. Mereka sangat dekat dengan suara dan tanda-tanda di sekitarnya.

Kita yang diberi penglihatan sempurna kadang justru tidak melihat kebaikan Tuhan dan sesama. Kita yang diberi pendengaran baik justru sering tidak mendengarkan suara-suara Tuhan.

Kita yang diberi mulut kadang justru dipakai untuk mencaci maki, mencemooh, menghujat dan mengumbar hawa nafsu.

Dengan lagunya, Bimbo mengingatkan kepada kita semua:

Bermata tapi tak melihat
Bertelinga tapi tak mendengar
Bermulut tapi tak menyapa
Berhati tapi tak merasa
Berharta tapi tak sedekah
Berbenda tapi tak berzakat
Berilmu tapi tak beramal
Berjalan tapi tak terarah

Semoga kita terhindar dari hal-hal sedemikian
Semoga kita menjauh dari sifat sedemikian

Beramal tapi kurang ikhlas
Berjanji tapi suka lupa
Bergunjing hampir tiap hari
Berkata sering menyakitkan

Sudahkah kita menggunakan pancaindera kita dengan baik demi kebahagiaan sesama dan kemuliaan Tuhan?

Di perpustakaan ada banyak buku cerita,
Yang menarik kisah Galih dan Ratna.
Panca indera sempurna tapi tak berguna,
Kalau hanya untuk menista sesama kita.

Cawas, melihat dengan hati….

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version