Kelayakan

0

“Sekali peristiwa Yesus bersabda kepada kedua belas murid-Nya, ‘Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Dan barangsiapa mengasihi putranya atau putrinya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.’” (Mat 10,37)

BEBERAPA waktu yang lalu, Komisi II DPR menggelar uji kelayakan terhadap 14 calon anggota KPU. Para calon diminta memaparkan visi dan misinya selama 15 menit dan dilanjutkan dengan tanya jawab. Setelah kegiatan ini selesai, Komisi II juga akan mengadakan uji kelayakan untuk 10 orang anggota Bawaslu.

Saat ini, uji kelayakan sering dilakukan, entah olehDPR atau kepanitiaan lain dari banyak lembaga atau institusi. Uji kelayakan dilakukan untuk menjaring para calon pejabat yang akan menduduki jabatan tertentu dalam sebuah instansi atau kelembagaan milik negara atau swasta. Para calon pejabat harus mengikuti “fit and proper test” atau uji kelayakan yang diagendakan oleh panitia. Mereka harus memaparkan visi dan misinya serta menjawab berbagai pertanyaan yang diberikan. Dalam hal ini para calon diuji kemampuannya, wawasannya, pengetahuannya, ketrampilannya serta kematangan pribadinya. Uji kelayakan dilakukan untuk mendapatkan calon pemimpin yang berkualitas dan unggul, sesuai dengan kebutuhan lembaga.

Kelayakan memang merupakan sebuah tuntutan masyarakat untuk seseorang yang ingin menjadi pemimpin rakyat atau pemuka agama; bahkan kelayakan juga sering dikenakan untuk sesuatu yang akan diberikan kepada orang lain, seperti pakaian, makanan, obat, dsb. Hal-hal tersebut harus berada dalam kondisi layak dimakan, pantas dipakai atau patut untuk dikonsumsi. Memberikan sesuatu yang tidak layak kepada orang lain bisa menimbulkan kekecewaan, kemarahan, perasaan terhina dan mungkin juga akan menjadi pemberian yang sia-sia.

Uji kelayakan tidak hanya ditujukan bagi para calon pejabat atau pemimpin sebuah lembaga atau institusi saja, tetapi juga ditujukan bagi para murid Kristus. Banyak paroki mempunyai tim katekese yang memberikan pendampingan bagi para katekumen. Mereka tidak hanya memberikan materi pengajaran, tetapi juga memberikan ujian atau test, agar seorang katekumen bisa menerima pembaptisan. Uji kelayakan tentu tidak hanya berhenti dan terbatas pada masa katekumenat, tetapi tetap berlangsung sepanjang hidup sebagai seorang murid. Kata-kata Sang Guru terasa keras untuk didengar; namun kata-kata itu dimaksudkan untuk menguji kelayakan para murid, “Siapa yang sesungguhnya mereka kasihi?” Kata-kata itu mungkin ditujukan untuk para rasul, namun semangat dan isinya tetap relevan untuk para murid pada jaman ini. Semakin mengenal dan mencinta Sang Guru juga berarti makin berani mengutamakan Dia, dibandingkan dnegan hal lainnya.

Dalam hal-hal apa, saya merasa layak disebut sebagai murid-Nya: karena lulus test dan ujian katekumenat; tidak mempunyai cacat dan cela dalam sikap dan perilaku; memang mengasihi Dia lebih dari kasih pada diri sendiri, lebih dari pada kasih terhadap materi serta keluarga? Berkah Dalem.

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version