SIAPA takut menjalani terapi tindakan mengobati kanker dengan kemoterapi?
Karena sering dikesankan sebagai proses pengobatan yang “ngeri-ngeri sedap”, maka sebagai imam aku memohon kesembuhan dari Tuhan untuk Bapak Albertus Trias Nugroho di Yogyakarta.
Teman sejak di seminari tahun 1978
Kusebut nama Trias dalam intensi khusus Misa Imlek di Gereja Imakulata Banyumas hari Rabu tanggal 2 Februari 2022 lalu.
Sebagai teman sejak tahun 1978 di Seminari Mertoyudan dan kemudian di Kongregasi Oblat Maria Imakulata (OMI), saya tahu benar saat itu Trias tengah berbaring di RS Sarjito Yogyakarta. Masih menjalani proses perawatan dan penyembuhan.
Saat itu pula ketika sedang merayakan Ekaristi Imlek yang penuh dengan kemeriahan berkat dan syukur, maka aku panjatkan doa permohonan kesembuhan bagi sahabat yuniorku di Seminari Mertoyudan dan di OMI ini.
Ada dua sisi situasi batin yang berlawanan masih berkecamuk di dalam hatiku. Satu sis, rasa prihatin karena teman baik kini ada dalam derita sakit.
Lainnya adalah gegap sukacita pada kemeriahan Misa Imlek.
Trias tetap kubawa dan kupersembahkan kepada Tuhan, menyatukan penderitaan sakitnya dalam persembahan Ekaristi.
Itulah tugasku sebagai imam.
Mengapa menyebut Trias?
“Saya sudah memiliki gambaran tentang kemoterapi dari teman seangkatan di Seminari Mertoyudan. Namanya Kun Martiyanto dari Bongsari, Semarang.
Juga dari Romo Ig. Yulianto OMI yang selalu berkisah tentang pengalamannya di-kemoterapi,” ungkap Trias di teras kamar tamu seminari.
Trias menderita sakit kanker kelenjar getah bening. Untuk itu, ia harus dan hingga tulisan ini terbit masih tetap harus menjalani proses kemoterapi di RS Sarjito Yogyakarta.
Selama sakit, Trias tinggal di Seminari OMI Condong Catur.
Isteri dan Ovy, puteri semata wayangnya, sejak sakit dan masa perawatan selalu setia menemani Trias.
Meneropong sejarah
Satu rumah dengan dua unit kamar tidur dan ruang tamu adalah bangunan pertama dimulainya Seminari Tinggi OMI Condong Catur Yogyakarta pada tahun 1982.
Romo Yohanes Kevin Casey (almarhum) menjadi Rektor pertama dan tinggal di unit depan ini. Lalu di belakang ada dua unit bangunan dengan 16 kamar untuk para frater.
Trias adalah salah satu dari 12 Frater yang pertama kali menjadi penghuni Seminari Tinggi OMI.
Semi free
Kini Trias tinggal di rumah bangunan pertama sebagai seorang pasien yang sedang menjalani perawatan.
“Saya ingat kamar ini menjadi ruang pertemuan yang hangat antara para frater dengan Rektor Romo Yohanes Kevin Casey. Sekarang saya istirahat di kamar yang sama. Aura keramahan dan kesabaran Romo Yohanes OMI masih terasa.
Semoga kehangatan di kamar ini membawa saya cepat menerima situasi sakit dan kembali sembuh,” demikian ungkapan Trias kepada Liem Tjay ketika berkunjung di Seminari Tinggi OMI tanggal 27 Januari 2022.
Saat itu, Trias, Ny. Sri isterinya, dan Ovy anak mereka baru saja tiba dari RS Sarjito Yogyakarta, setelah beberapa hari Trias opname menjalani kemoterapi.
Kami berdua sempat duduk sejenak di teras kamar tamu itu, sambil berkisah masa lalu.
“Semi free” adalah ungkapan kebapaan Romo Yohanes Kevin Kasey OMI untuk memberikan kelonggaran bagi para frater, ketika ada salah satu frater yang berulang tahun.
Untuk merayakan hari ulang tahun, para frater bebas dari doa bersama di kapel yang diakhiri makan malam meriah.
Maka istilah “semi free” amat mengesan bagi 12 Frater penghuni pertama.
“Saya sedang semi free seperti 40 tahun yang lalu di seminari ini.
Saya memang sudah bebas dari tugas kerjaan harian -karena sudah lama telah pensiun dari Grup Kompas Gramedia Jakarta) dan sementara juga dibebaskan dari segala urusan di Yayasan Pembina Pendidikan Kemaritiman (YPPK) di Cilacap.
Namun, dengan pertolongan Tuhan dan para tenaga medis, saya kini sedang berjuang untuk bisa membebaskan diri dan agar juga berhasil dibebaskan dari penyakit kanker kelenjar getah bening di leher saya.
Melalui proses tindakan medis dan pengobatan,” demikian harapan Trias dengan semangat untuk bisa sembuh. (Berlanjut)