Rabu, 28 Agustus 2024
2Tes. 3:6-10.16-18;
Mzm. 128:1-2.4-5;
Mat. 23:27-32;
KEMUNAFIKAN adalah tindakan seseorang yang bertindak bertentangan dengan keyakinan atau perasaan yang dinyatakannya. Ketika orang berpura-pura atau memercayai sesuatu yang bukan dirinya maka mereka disebut munafik.
Untuk menciptakan citra positif, orang sering mencoba dan bertindak dengan cara tertentu di depan keluarga dan teman, sementara secara pribadi mereka cukup bertentangan dengan itu
Namun juga banyak yang berusaha untuk berhenti menjadi orang munafik dan pembohong. Namun, memang perjalanan menuju kejujuran memerlukan kesadaran dan upaya yang sungguh-sungguh.
“Sungguh miris melihat sepak terbang suamiku,” kata seorang ibu. Suamiku sangat aktif dalam kegiatan gereja: menghadiri setiap kegiatan, terlibat dalam berbagai pelayanan, dan tampak sangat religius.
Namun, suamiku hanya melakukan semua ini untuk mendapatkan pujian atau untuk menyembunyikan kebencian dan ketidakpedulian terhadap kami dan sesama.
Dia sempurna di mata banyak umat di Gereja maupun di kantor. Namun senyatanya dia serigala berbulu domba. Karena di balik semua penampilan yang wah dan soleh, dia menyimpan sikap yang kurang terpuji.
Perilaku kasar pada saya dan anak-anak berbanding terbalik, ketika dia menyampaikan renungan waktu pendalaman iman. Apa yang dikatakan jauh dari dari perilaku dan tindakan sehari-hari,” ujarnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.”
Yesus menggunakan gambar kubur yang dilapisi putih untuk menggambarkan ketidaknyamanan-Nya terhadap penampilan luar yang bersih tetapi penuh kemunafikan di dalamnya.
Ini adalah pengingat bagi kita untuk tidak hanya memperhatikan penampilan luar dalam kehidupan rohani kita, tetapi juga untuk memastikan bahwa hati kita benar-benar bersih dan murni di hadapan Tuhan.
Di mata Tuhan Yesus para ahli Taurat dan kaum Farisi seperti kuburan. Mereka hanya peduli pada hal-hal yang lahiriah saja. Perilaku mereka tidak mencerminkan hal yang batiniah.
Kenyataan yang tampak dan yang di hati tidak selaras. Hidup mereka benar-benar keropos karena perilaku penuh dusta, arogansi (sombong), egois, serakah, penuh hawa nafsu dan kebencian. Mereka tak peduli pada sesama, terutama para janda, kaum kecil, lemah, miskin, dan tersingkir.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah mungkin aku juga seperti para Ahli Taurat atau orang Farisi, yang nampak bersih, rapi dan indah di bagian luar, tetapi bagian dalam, hati dan jiwa serta pikiranku busuk?