Rabu, 30 Oktober 2024
Ef. 6:1-9.
Mzm. 145:10-11.12-13ab.13cd-14; Luk. 13:22-30
METODE pengenalan wajah untuk akses naik kereta api adalah teknologi yang semakin populer untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan transportasi publik.
Dengan metode ini, penumpang tidak lagi perlu menunjukkan tiket fisik atau digital untuk naik kereta, karena sistem pengenalan wajah dapat mengidentifikasi identitas mereka secara otomatis saat mereka memasuki stasiun atau gerbang peron.
Penerapan metode pengenalan wajah di peron kereta api kadang menghadirkan berbagai fenomena lucu di tengah penumpang.
Beberapa kejadian ini muncul karena adaptasi orang terhadap teknologi baru yang mungkin belum sepenuhnya mereka pahami.
Banyak penumpang yang berpikir harus memberikan “pose serius” di depan kamera agar bisa dikenali, mirip seperti saat foto untuk KTP atau paspor. Mereka jadi berdiri kaku, tanpa senyum, bahkan berusaha memasang ekspresi yang tegang. Padahal, teknologi pengenalan wajah biasanya bekerja secara otomatis tanpa harus memasang ekspresi khusus.
Ada juga yang bingung karena teknologi ini baru bagi mereka, sehingga mereka menatap kamera dengan ekspresi penuh kebingungan. Beberapa bahkan mendekatkan wajahnya terlalu dekat ke kamera, seolah-olah takut kamera tidak bisa “mengenali” mereka dari jauh.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu. Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.
Jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata: Tuan, bukakanlah kami pintu dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang.”
Yesus bersabda bahwa jalan menuju kehidupan abadi memang sempit dan tidak mudah, bagaikan pintu yang sesak.
Dalam hidup ini, banyak godaan, tantangan, dan pengorbanan yang harus kita lalui. Namun, ketika kita hidup dengan kebajikan, kita sedang berjalan di jalan yang sama dengan Yesus, yang penuh kasih, kebaikan, dan kesetiaan kepada kehendak Bapa.
Kebajikan-kebajikan itu adalah “kartu identitas” yang kita bawa setiap hari, sebagai bukti nyata bahwa kita bukan hanya mengenal Yesus, tetapi juga memilih untuk mengikuti-Nya.
Setiap kali kita menunjukkan kebaikan kepada sesama, kita sedang memperkuat identitas kita sebagai pengikut Yesus. Jalan mungkin tidak mudah, tetapi kebajikan akan menjadi sumber kekuatan yang tak ternilai di tengah jalan yang sempit itu. Kebajikan menjadi kunci akses kita melewati peron yang sempit untuk berjumpa dengan Tuhan.
Setiap langkah yang kita ambil dengan kasih dan kebajikan adalah langkah mendekat kepada hidup abadi.
Dan di ujung perjalanan ini, ketika kita akhirnya bertemu dengan-Nya, Yesus akan mengenali kita bukan hanya dari iman yang kita yakini, tetapi dari kebajikan yang kita hidupi.
Dengan kebajikan sebagai “kartu identitas” kita, jalan yang sempit itu akan mengantar kita kepada pelukan abadi Sang Juruselamat, yang telah menanti kita sejak semula.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah perilakuku sudah membentuk identitas yang bisa dikenali oleh Tuhan?