TARGET menjadi seorang gembala dengan tugas sebagai rektor seminari tak pernah masuk list hidup Romo Budi. Pemilik nama lengkap Romo Andreas Setyo Budi Pr kini adalah Rektor Seminari Menengah Santo Laurensius, Ketapang, Kalimantan Barat.
Menjalani pilihan hidup sebagai imam adalah rahmat yang luar biasa baginya.
Romo Budi kini masih diperbantukan berkarya di Keuskupan Ketapang. Imam diosesan asal Keuskupan Agung Semarang. Ditahbiskan di Kapel Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Yogyakarta, tanggal 27 Juni 2007. Ia biasa dipanggil dengan Romo Busyet.
Sejak 2017, Romo Busyet bertugas di Keuskupan Ketapang. Akhir tahun 2017, pengutusan baru menjadi rektor Seminari Menengah Santo Laurensius Ketapang.
Kenormalan baru
Tugas dan tempat pengutusan tak pernah dipilihnya. Namun, ia siap dipilih ditempatkan di mana pun dan tugas apa pun. Apa pun risikonya sudah siap diterima, sejak awal tekad menjadi imam.
Awal tahun 2018 menjadi pengalaman menarik bagi Romo Busyet.
Mgr. Pius minta Romo Busyet menjadi rektor seminari. Sebuah kepercayaan yang begitu besar dan tanggung jawab yang berat baginya.
Romo Busyet dipercaya mampu dan bisa menjalankan tugas dengan hati. Tidak hanya sekedar intelektual saja. Meski kemampuan intelektual tetap diutamakan untuk mencetak imam-imam Keuskupan Ketapang yang berkualitas dan berintegritas.
Pada awal melakukan tugasnya, Romo Busyet merasa canggung dengan situasi seminari, model pembinaan dan keuangan seminari. Situasi yang belum pernah dialami dan semuanya baru bagi Romo Busyet.
Pusing pala berbie
Mengawali situasi normal baru saat itu tidak mudah. Tantangan dan kesulitan menjadi ajang uji nyali, tetapi tidak beraura horor. Dukungan dan kekuatan diperlukan agar dapat berjalan kuat.
Romo Busyet lalu curhat kepada Mgr. Pius. “
“Monsinyur, saya tidak sanggup menjalani tugas ini. Berat buat saya. Kondisi seminari…blaa… blaa… blaa… bla… Seminarisnya… blaa… blaa… blaa…blaa… Keuangannya blaa… blaa… blaa… blaa…,” ungkapnya.
Dan “mazmur” keluhan dari Romo Busyet didaraskan di hadapan Mgr. Pius.
Lalu, Mgr. Pius menjawab, “Lha gimana? Romo Busyet jadi uskupnya. Biar saya yang jadi rektor seminari?”
Pertanyaan yang di luar dugaan dan tak bisa dijawab dengan kata-kata.
Hati Romo Busyet makin kusut sekusut benang. Pikirannya jadi @#$%^&)(&^%$#@ Artinya, waduuuuuh pusing pala berbie.
Butuh waktu untuk diam
Menurut orang-orang kudus, untuk memutuskan perkara dalam situasi emosi, bukan sikap yang bijak. Penting untuk hening sementara waktu. Agar pikiran jernih dan perkara dapat diputuskan dengan baik.
Baik Mgr. Pius dan Romo Busyet terdiam beberapa saat untuk saling menyediakan waktu bagi Sang Terang menunjukkan jalan dan menguatkan hati.
Penting untuk diingat bahwa segala perkara yang Tuhan kehendaki terjadi dapat dijalani dengan Dia yang memberi kekuatan.
Kesediaan hati kesediaan jawaban
Setelah beberapa menit diam, Romo Busyet menjawab dengan mantap, “Mgr. Pius, saya siap jadi rektor seminari.”
Menjadi abdi Tuhan berarti siap sedia untuk diutus. Bertolak ke tempat yang dalam duc in altum.
Pergi untuk bertemu jiwa-jiwa dan membawa jiwa-jiwa kepada Allah. Membawa mereka untuk dekat pada Allah dan melakukan kehendak-Nya.
Mewartakan karya keselamatan melalui pengutusan sebagai rektor seminari. Menyiapkan tenaga dan membentuk hati untuk menjadi alter Christi, Kristus yang lain.
Pewujud Sakramen Ekaristi bagi semua umat. Tanpa para imam tak bisa umat menerimakan hosti karena hanya imam yang bisa menkonsekrir hosti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus santapan jiwa.
Positif mules-mules
Seorang imam adalah manusia biasa yang dipilih Tuhan dan diberi rahmat khusus dari Tuhan. Hal-hal manusiawi juga masih mereka alami.
Emosi marah, kecewa dan lain sebagainya tetap mereka miliki.
Selama perjalanan dari keuskupan ke seminari, Romo Busyet masih merenungkan pembicaraan yang terjadi bersama uskup.
Tak selang berapa lama, Romo Busyet positif … mules-mules.