SEORANG anak petani miskin meminta sepeda motor mahal kepada ayahnya. Karena ayahnya tidak mampu memenuhi yang dimintanya, anak itu bunuh diri. Tragis.
Kejadian itu melukiskan tentang permintaan yang kurang tepat.
Pertama, dia meminta kepada ayahnya yang memang tidak mungkin memenuhinya. Tidak ada orang yang bisa dipaksa melakukan sesuatu di luar kemampuannya.
Kedua, dia meminta yang diinginkannya; bukan yang sungguh diperlukannya.
Yesus mengajar tentang doa dengan bersabda, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.” (Mat 7: 7-8).
Tidak berarti bahwa dalam doa orang boleh minta apa saja, kapan saja; sesukanya. Jiwa sejati dari suatu doa adalah percaya kepada Allah yang Mahatahu, Mahabaik dan Mahakuasa. Dia mengetahui kebutuhan manusia serta mampu memenuhinya.
Yang perlu dilakukan adalah memohon dengan penuh iman dan secara tepat.
Ratu Ester yang terjepit hidupnya benar-benar menyadari bahwa hanya Tuhan Allah satu-satunya yang dapat diandalkan untuk menyelamatkannya.
Doanya menegaskan imannya yang diwarisi dari para leluhurnya.
“Tuhanku, Raja kami, Engkaulah yang tunggal, dan tolonglah aku yang seorang diri ini, yang padanya tidak ada yang menolong selain dari Engkau, sebab bahaya maut mendekati aku.” (T. Ester C 11).
Ratu Ester tahu kepada siapa meminta. Dia berdoa pada waktu yang tepat dan meminta kepada yang tahu dan mampu memberi.
Dalam hidupnya yang serba terbatas orang boleh meminta bantuan dari sesamanya. Namun karena terbatas, sesamanya itu tidak selalu dapat membantunya.
Tidak demikian dengan Tuhan. Dia selalu dapat menolong manusia.
Jadi, kepada siapa mesti meminta?
“Don’t stop praying. He hears you and He is working it out for your good.” Anonymous
Kamis, 10 Maret 2022