
Kamis, 2 Juni 2022
- Kis.22:30;23:6-11.
- Mzm: 11:1-2a.5.7-8.9-10.11.
- Yoh. 17:20-26
BERSATU kita teguh, bercerai kita runtuh. Pepatah ini sudah sangat kita kenal dalam kehidupan kita.
Seperti lidi. Bila hanya satu, maka tidak akan mampu untuk menyapu sampah. Tapi bila satu ikatan, maka ia akan mampu membersihkan sampah itu.
Membangun persatuan itu tidak mudah, meskipun kita tahu pentingnya persatuan di dalam hidup bersama.
Di antara kita sering kali muncul perbedaan-perbedaan yang kerap tidak bisa dipertemukan.
Jangankan dengan orang lain. Dengan diri kita sendiri sering kali antara hati dan pikiran kita bisa berbeda dan sangat sulit dipersatukan.
“Saya minta maaf, untuk saat ini, mohon kami menjadi dibimbing sebagai umat biasa saja, tanpa terlibat dalam kepengurusan Gereja,” kata seorang bapak.
“Semoga mereka bisa memimpin dengan gayanya yang selama ini mereka suarakan melalui protes-protes mereka,” lanjutnya.
“Namun alangkah baiknya, jika bapak ikut terlibat dalam kepengurusan periode ini,” sahut temannya.
“Ada kalanya kita harus berani memberi kesempatan kepada orang-orang yang punya ide dan cita-cita serta tujuan yang berbeda dengan kita,” sahutnya lagi.
“Saya akan mendukung program yang sudah diputuskan oleh Dewan Pastoral paroki sejauh program itu baik dan benar, serta punya dampak baik bagi banyak orang ” sambungnya.
“Saya mencoba untuk tidak memperuncing perbedaaan di antara kami. Rasanya malu ribut-ribut di Gereja.,” tegasnya.
“Mamang dia mau menang sendiri, dan selalu punya motivasi yang tidak benar karena selalu berusaha menjadikan Gereja sebagai panggung untuk unjuk keberadaan dirinya,” imbuhnya.
“Dengan sikap dan motivasi seperti itu, maka jangan harap Gereja bersatu untuk memikirkan kemajuan dan kesejahteraan umatnya?” ujarnya.
“Gereja malah terjebak dalam polarisasi, membela satu figur dan menolak pribadi yang lain,” uajrnya lagi.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.”
Tidak ada bukti yang paling sempurna kecuali kesatuan kasih kita dengan Tuhan Yesus.
Kesatuan itu pertama-tama bersifat rohani: kesatuan itu kemudian terungkap dalam paguyuban umat beriman baik itu di paroki maupun lingkungan kita dalam hidup menggereja dan memasyarakat.
Kesatuan itu menjadi unsur hakiki yang mempersatukan semua pengikut Yesus, yang amat beragam, yakni kasih.
Kesatuan dalam iman dan kasih akhirnya terungkap nyata dalam kata dan perbuatan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku memperjuangkan kesatuan atau memperuncing perbedaan?