Kel 23:20-23a
DUA pekan lalu, nyawaku terancam nyaris terjun masuk ke jurang di kilometer 30. Antara Long Bagun di Kabupaten Mahakam hulumenuju Sungai Boh.
Saya dalam perjalanan darat mau kembali ke paroki memang tidak sendirian. Ada dua mobil yang turut ikut di situ membawa barang material pembangunan Gereja St. Lukas Apau Kayan.
Setiba di tempat yang serem itu, terjadi banjir besar. Tidak mungkin kami bisa melewati sungai dengan kondisi cuaca seperti itu. Saat itu juga kami berada dalam situasi dilema antara mau balik pulang ke Long Bagun menunggu cuaca normal atau menginap di pinggir sungai sambil menunggu air surut.
Atau tetap nekat berjalan sambil mencari alternatif jalan lain?
Dalam spiritualitas Ignatian bilang, “Jangan membuat dan mengambil keputusan saat kamu dalam keadaan berperang atau bertempur dengan masalah. Ambil dan buatlah keputusan saat batinmu dalam kondisi tenang. Dan berdoa serta mohonlah ketenangan kepada Allah”.
Di tempat itu, kami diam sambil memandang satu dengan yang lain. Keadaan itu pula mengajak kami berpikir kreatif.
Seorang sopir berkata kepada saya, “Pastor kita berbagi tugas ya? Pastor berdoa di sini dan saya survei jalan lama di atas”.
Saya pun menjawab ok.
Setelah saya selesai berdoa dia datang lagi dan berkata, “Pastor saya sudah menemukan jalan alternatif tetapi, kita berani nggak lewat di situ. Ada jurang yang dalam kiri dan kanan.
Saya bilang, tunggu dulu ya…
Saya coba lihat dulu. Setelah saya lihat, ya ampun….lututku gemetar dan detak jantungku berpacu kencang.
Lima menit saya berdiri di sana sambil berdoa di dalam hati dan berpasrah kepada Tuhan. Mungkinkah ini, medan tempat menguji imanku yang cuma serapuh abu? Entahlah….
Saya mundur pelan-pelan dari situ dan bergegas berembuk dengan dia. Saya bilang kita bisa lewat sini, tetapi kita benahi dulu jembatannya. Kami membenahi jembatan itu dengan mengambil kayu di sekitar situ.
Setelah selesai dibenahi dan begitu yakin, kami pun masih sempat berdiam diri dan berpikir kembali.
Si sopir berbisik kepadaku, “Pastor kalau kamu terpeleset masuk jurang, tidak ada beban. Toh tidak ada isteri dan anak di rumah. Saya, yang ada isteri dan ada anak di rumah, itu yang menjadi pikiran dan bebanku saat melewati tempat ini.”
Saya menepuk bahunya dan berkata, “Yakinlah Tuhan selalu bersama kita”.
Sekarang, kamu joki mobil dari sana, saya memandu dari seberang jembatan. Kita gantian seperti itu. Dia pun berani joki mobilnya dan puji Tuhan bisa lewat ke seberang.
Begitu giliran saya mau lewat, saya memandang rosario di dalam mobil dan sambil berdoa, Tuhan jangan tinggalkan aku….
Puji Tuhan saya pun bisa melewati jembatan itu dengan selamat.
Di seberang jembatan kami saling senyum dan tertawa jenaka.
Sepertinya, kami ini sedang membuat kekonyolan dengan nyawa kami sendiri.
Dari kisah ini, saya pun berkeyakinan bahwa sabda Tuhan yang tersurat melalui bacaan harian hari ini, “Malaikat-Ku akan berjalan di depanmu”, benar-benar terpenuhi dalam peziarahan hidup imanku. Iman akan Allah kerapkali meminta kita melintasi misi yang tidak masuk di akal.
Di soal melintasi hal yang tidak masuk akal itu, menjadi tanda dan bukti bahwa Allah ada. Dia turut mengikuti jejak-jejak langkah hidup manusia. Kehebatan dan kemampuan-Nya tidak bisa diragukan oleh akal kita.
Rasul Paulus yang sering melintasi misi yang impossible pernah berujar begini, “Kalau kita bekerja untuk Allah maka, Allah berada di pihak kita, tidak ada alasan untuk takut.
Sekalipun yang kita lewati itu adalah jurang dan maut. Dia akan selalu menolong kita dan hidup bersama dengan kita (bdk. Rom 8:31).
Renungan: Gantungkan iman dan harapan hidup kita hanya kepada Allah.
Tuhan memberkati.
Apau Kayan, 2.10.2020