Home BERITA Kiong Koe Berkicau: Membidik Tempat dan Sasaran Pewartaan Injil

Kiong Koe Berkicau: Membidik Tempat dan Sasaran Pewartaan Injil

0
Ilustrasi: Lima bruder misionaris MTB perintis karya misi di Indonesia dan itu dimulai di Singkawang. (Dok MTB)

Kis 4:1-12

PASCA mukjizat kesembuhan orang lumpuh di pintu Bait Allah oleh Rasul Petrus dan Yohanes telah mendapat dua respon sekaligus.

Pertama, mereka dipandang sebagai “pendekar mukjizat” dan oleh karenanya, mereka memperoleh sejumlah besar umat  yang percaya kepada Tuhan Yesus.

Kedua, mereka dinilai sebagai penista agama oleh ulama Yahudi dan oleh karena itu, mereka mendapat  intimidasi dan kecaman berupa larangan untuk tidak boleh memberitakan tentang kebangkitan dan kuasa Tuhan Yesus pada umat-umat Yahudi.

Jadi, misi pewartaan tentang Tuhan Yesus ini akan berjalan berbarengan antara peluang, hasil dan tantangan.

Pengalaman pewartaan kedua Rasul tersebut di atas, membuat memori kita teringat kembali pada  perumpamaan Tuhan Yesus tentang, “ilalang di antara gandum.”(Mat 13:24-30).

Kebaikan tumbuh bersama dengan kejahatan. Sahabat tinggal bersama dengan musuh. Kesuksesan hidup bersama dengan kegagalan. Kejujuran berdampingan dengan kebohongan.

Keuntungan bergandengan tangan dengan kerugian. Kesehatan setempat tidur dengan kesakitan. Kebahagiaan, ketenangan, kedamaian akan hidup serumah dengan kepanikan, ketakutan, kekhawatiran, kebingungan, frustrasi, dan kestressan.

Pengikut Tuhan Yesus akan terus-menerus hidup bersama dengan situasi seperti itu.

Dalam perikop Injil yang lain, Tuhan Yesus sendiri sudah menegaskan kepada pengikut-Nya, “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah kandang serigala.”(Mati 10:16).

Risikonya? kita tidak hanya di cakar tetapi, kita siap dicincang dan di makan “serigala” dengan hidup-hidup. Untuk itu, pandai-pandailah membawa diri.

Cerdiklah seperti ular, monyet dan kancil. Dan hendaklah hati kita tulus seperti merpati. Dengan kata lain, jadi murid Tuhan jangan “bonek” (bondo nekat) kata arek-arek Suroboyo.

Setiap langkah pewartaan tentang Tuhan Yesus mesti disertai dengan hitungan yang cermat. Kedua murid tadi, sudah membuat perhitungan sebelumnya.

Mereka  pandai menggunakan “momen“. Mereka mendiagnosa situasi dan kondisi terlebih dulu untuk membidik jiwa jiwa manusia yang dimenangkan, sesuai dengan yang dibutuhkan masing masing orang. Itulah target karya iman oleh kedua Rasul di atas.

Pintu Bait Allah tentu jalan utama menuju  Bait Allah bukan? Dan orang lumpuh tentu butuh kesembuhan bukan?

“Pada momen” seperti inilah jurus “ular, monyet, dan kancil” kedua murid Tuhan Yesus ini digunakan.

Hasilnya? Semua mata orang yang lalu lalang di sana akan melihat keajaiban yang mereka praktekkan pada orang lumpuh. Sehingga kajadian itu menyita perhatian publik, dan akibatnya semua umat berbondong ikut mereka.

Situasi jadi heboh dan ulama-ulama Yahudi yang miskin karya  perawatan iman ditinggalkan  umat. Bait Allah jadi ompong tanpa umat. Perpuluhan dan kolekte seketika mati. Ulama-ulama Yahudi panik karena “bisnis ayat-ayat suci” mereka lumpuh total. Siapa yang tidak geram dan marah kalau mengalami hal seperti itu?

Kehilangan pemasukan ekonomi berlabel rohani ini, menjadi alasan  ulama-ulama Yahudi untuk membuat perhitungan dengan kedua murid Tuhan Yesus.

Mereka menuduh kedua Rasul ini sebagai penista agama dan oleh karena itu, mereka menyeret keduanya masuk ke pengadilan agama. Hasilnya? Delik pelanggaran hukum tidak cukup kuat untuk menjebloskan kedua Rasul ini ke penjara.

Sekali lagi, dari sini kita bisa memetik hikmah. Jangan sekali-kali “tidur” lelap dengan melihat kondisi Gereja kita yang kelihatan mapan.

Gereja perlu “up to date” setiap saat. Apalagi Gereja saat ini, hidup di tengah teknologi dan jaringan internet 4.0. Ingat, perampok yang merampok umat Tuhan itu, tidak tinggal di istana Pastoran dan Keuskupan.

Mereka adalah “rasul-rasul yang tak mempunyai tempat tinggal untuk meletakkan kepalanya”. Mereka berada di medsos online.

Rasul-rasul Tuhan Yesus adalah musafir jalanan, tak bertempat tinggal, bukan orang intelektual, bermodal belajar otodidak bersama Tuhan Yesus tetapi, sepak terjang mereka bisa melumpuhkan hidup kemapanan  ulama-ulama Yahudi.

Renungan: Di setiap tempat ada titik kelemahan. Demikian juga di setiap Gereja.

Kelemahan bisa meledak menjadi kekuatan positif. Kedua Rasul Tuhan Yesus sudah membuktikan hal itu.

Tuhan memberkati.

Apau Kayan, 18-4-2020

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version