Home BERITA Kiong Koe Berkicau: Tuhan Yesus Senang Melihat Orang Susah Hepi

Kiong Koe Berkicau: Tuhan Yesus Senang Melihat Orang Susah Hepi

0
Bahagianya anak-anak di Jambi ikut dalam perjalanan mengunjungi stasi dengan hanya bisa duduk di kabin terbuka. (Maria Sylvista)


Yoh 21:1-14

KEPEKAAN adalah anak kandung dari kepedulian. Orang merasa tidak sreg hatinya, kalau ada sesuatu hal yang mengganjal melihat keadaan sekitar atau keadaan orang lain itu, sarat dengan masalah.

Orang peka “berbau” kepedulian tidak membutuhkan kalimat perintah, “ayo kerja ini atau kerja itu”.

Bila digambarkan, watak orang peka itu seperti ini, “begitu melihat keadaan di sebuah tempat “tidak beres”, hatinya langsung gegas bergerak dan bertindak”.

Adalah Kardinal Mgr. Ignatius Suharyo, ketika masih menjabat sebagai Administrator Keuskupan Bandung, ia mengutus salah satu imam diosesannya dari sana untuk menjadi misionaris domestik di Keuskupan Tanjung Selor. Setiba di Keuskupan Tanjung Selor, imam yang bersangkutan ditempatkan di Paroki St. Lukas Apau Kayan.

Paroki terisolir yang berada di pedalaman Kalimantan Utara. Ketika imamnya berada di medan karya yang susah, Kardinal Mgr. Ignatius Suharyo bertanya kepada imamnya, “Apa yang bisa saya bantu buat karya Pastor yang berkarya di medan seperti itu?”

Spontan imamnya menjawab, “Saya membutuhkan sarana transportasi darat seperti motor trail buat pelayanan Bapa Uskup”.

Tanpa banyak kata, Kardinal Mgr. Ignatius Suharyo, langsung minta No Rekening Bank dan transfer sejumlah uang untuk membeli motor trail demi membantu karya pelayanan imamnya di Paroki St. Lukas Apau Kayan.

Kepekaan dan kepedulian Kardinal Mgr. Ignatius Suharyo akan imam diosesannya luar biasa. Kalau dipikir-pikir oleh kebanyakan orang, ngapain merepotkan diri memikirkan nasib Keuskupan orang lain?

Akan tetapi, Kardinal telah menyelesaikan diri nya dalam berperang menaklukkan sikap egois. Kelakar teman saya bilang begini, “Kalau semua Uskup mempunyai kualitas kepekaan dan kepedulian seperti itu, imam-imam diosesannya, pada happy.

Katanya, masih ada Uskup-uskup yang membiarkan imam-imam dioseannya berjuang sendirian di daerah-daerah yang terisolir tanpa dukungan uskupnya. Kalau imamnya susah di medan karya di pedalaman, mereka tidak mencarikan solusi tetapi, malah mereka di depan imamnya berkotbah tentang “makna perderitaan bagi orang susah”.

Satu-satunya solusi yang paling mudah mereka berikan adalah imamnya disuruh belajar seperti Ayub”.

Celetukku, masa ia sih? Ah….kita imam juga seringkali begitu dengan umat yang hidupnya lagi susah. Senang berkotbah kalau umat-umatnya susah.

Katanya, kitakan meniru atasan. Begitulah hidup bro, tidak seideal yang Tuhan Yesus buat ke orang-orang susah!

Bisa jadi, mungkin Kardinal Mgr. Ignatius Suharyo sudah akrab dengan slogan, “imam berbulu dan berbau domba-domba yang susah”.

Sekaligus barangkali melalui tindakan kepeduliannya, dia juga mau menunjukkan kualitas yang lain yaitu, “Uskup juga berbelarasa dengan imam-imam dioseannya yang hidup di medan karya pelayanan yang susah”.

Dan untuk sampai pada kesadaran seperti ini, Kardinal telah melewati “mati raga” dan meditasi bertahun-tahun.

Di Injil harian hari ini, Tuhan Yesus yang bangkit itu, kembali lagi menampakkan Kepekaan dan Kepedulian itu, di depan para murid-Nya.

Ketika para murid-Nya semalaman tidak mendapatkan ikan dan lelah, kepekaan dan kepedulian-Nya muncul seketika, “Hai anak-anak-Ku, adakah kamu mempunyai lauk pauk?”

Para murid menyahut, tidak ada Tuhan. Oke…kalau begitu, tebarkan jalamu di sebelah kanan perahu ya?.

Ia.. uhhh langsung dapat ikan banyak sekali. Kalau semua masalah dalam hidup, diselesaikan dengan cara Yesus “Ok”, saya yakin tidak ada lagi pihak-pihak yang senang menggerutu dan merajuk.

Namun keadaan hari ini, berjalan terbalik. Masih saja kita jumpai hari ini, bila berurusan dengan persoalan hidup manusia selalu berkelit dengan hal-hal seperti, “prosedurlah, administrasilah, pertimbangan ini dan itulah, tunggu dululah, masih mikirlah… ujungnya? “Susahlah” (sungguh-sungguh susah malah menambah masalah).

Masalah tak kunjung selesai. Mungkin hoby kita memang senang melihat hidup ini susah. “Susah melihat hidup senang dan senang melihat hidup ini susah”.

Renungan: Yang membuat orang tidak bisa peka dan peduli adalah karena dia merasa hidup orang lain adalah bukan urusanku

Tuhan memberkati.

Apau Kayan, 17.4.2020

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version