Para pengunjuk rasa di kantor pemerintah mengatakan mereka tidak akan memilih partai yang mendukung “pendidikan nasional”, yang mereka katakan hal tersebut sebagai upaya untuk mencuci otak anak-anak dengan propaganda Partai Komunis China.
“Saya merasa pendidikan nasional merupakan isu yang penting karena hal terebut dapa mempengaruhi banyak generasi pendidikan anak-anak,” kata mahasiswa tingkat dua Cheung Nga-lam saat demonstrasi, yang dimulai sejak Kamis (30/8) lalu.
“Para anggota Dewan Legislatif baru pasti akan memiliki pengaruh terhadap isu tersebut karena apapun yang mereka katakan akan berpengaruh bagi masyarakat.”
Bekas koloni Inggris itu akan menggelar pemungutan suara untuk memilih badan legislatif baru sebanyak 70 kursi, namun kekuatan akan terus berada di eksekutif pro-Beijing yang ditunjuk oleh Kepala Eksekutif Leung Chun-ying.
Leung tidak mengindahkan seruan para pengunjuk rasa untuk bertemu dan menolak meninggalkan rencana untuk menerapkan kebijakan pendidikan yang baru, yang mana sekolah-sekolah secara sukarela dapat menerapkannya mulai pekan ini dan akan menjadi wajib pada 2016.
“Kami bersedia untuk berbicara dengan partai anti pendidikan nasional, namun prasyarat dialog tersebut tidak dapat membatalkan atau tidak membatalkan kebijakan itu,” kata Leung kepada wartawan.
Sebagian besar sekolah mengatakan mereka tidak akan memperkenalkan mata pelajaran tersebut tahun ini dan akan melihat lebih rinci tentang bagaimana mata pelajaran itu seharusnya diajarkan.
Pemerintah mengatakan kurikulum tersebut penting dalam menumbuhkan rasa memiliki dan identitas nasional, di tengah meningkatnya sentimen anti Beijing di kota kawasan selatan yang menganut semi otonom dan berpenduduk tujuh juta orang itu.
Namun para kritikus mengatakan mata pelajaran itu mendewakan salah satu partai dan menyembunyikan peristiwa seperti Tiananmen berdarah dengan adanya tindakan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa pada 1989, dan kelaparan massal, serta pembunuhan ekstrayudisial dari Revolusi Kebudayaan Mao.
Unjuk rasa tersebut jumlahnya membengkak dari ratusan orang pada pagi hari saat para pelajar masih di kelas menjadi ribuan pada malam hari. Hingga 40.000 orang bergabung dalam aksi tersebut pada Sabtu meskipun hujan lebat, kata penyelenggara.
Demonstrasi itu merupakan yang kedua terhadap kebijakan pendidikan dalam dua bulan, setelah 90.000 orang turun ke jalan pada Juli.
Sejumlah mahasiswa dan guru melakukan aksi mogok makan dalam perjalanan pulang mereka untuk menentang rencana tersebut. Satu orang masuk rumah sakit pada Selasa setelah menolak makan selama beberapa hari.
Ada juga seruan bagi mahasiswa dan guru untuk memboikot kelas.
“Orang-orang sangat tertarik pada isu ini jadi tidak mungkin masalah ini dibahas secara tertutup oleh badan perwakilan kecil,” kata pelaku aksi mogok makan Wong Hak-lim, wakil kepala SMA berusia 56 tahun.
Anggota parlemen dari Partai Demokrat James To menyerukan Leung untuk “segera menarik program tersebut”
“Ini pandangan saya bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh dan ingin mencuci otak anak-anak karena mereka berpikir orang-orang Hong Kong tidak cukup patriotis,” katanya saat forum pemilihan pada Senin.
Hong Kong kembali ke pemerintahan China pada 1997 namun mengelola sendiri sistem hukum independen yang menjamin kebebasan sipil yang tidak terlihat di wilayah utama.