DARI dulu hingga kini, manusia belum bisa lepas dari berhala. Faktor penyebabnya adalah sesat pikir dan kesEleo jalan pikirannya.
Dahulu orang mengira bahwa hidup ini dikuasai dewa api, angin atau kekuatan alam lainnya. Lalu, mereka menyembah gunung berapi, laut dan lain-lain agar bebas dari amukan alam.
Setelah menemukan ilmu pengetahuan dan teknologi, orang tidak lagi menyembah alam.
Namun dua temuan itu menjadi berhala baru. Mereka mengagungkan keduanya. Tidak mau percaya kepada Tuhan lagi.
Mereka yang bersikap demikian perlu belajar dari Kitab Kebijaksanaan.
Apa yang diajarkannya?
“Sungguh bodohlah orang yang tidak mengenali Allah.
- Mereka melihat segala yang baik di sekitar mereka, tetapi tidak mampu mengenali Allah.
- Mereka mempelajari hasil ciptaan-Nya, tetapi tidak mengenali Pencipta.
- Mereka menyangka dunia ini dikuasai oleh dewa-dewa berupa angin atau api, taufan atau air bergelora, bintang-bintang atau benda-benda penerang di angkasa.
Mereka sangat menyukai keindahannya, sehingga benda-benda itu dianggap oleh mereka sebagai Allah.
Seharusnya mereka mengerti bahwa Penguasa semua itu jauh lebih mulia, oleh sebab Bapa segala keindahan itulah yang mencipta semuanya.” (Keb 13: 1-5).
Semua teknologi modern amat bermanfaat. Tapi bisa membuat manusia tersesat. Internet dan sosial media, misalnya, kadang dianggap lebih berarti daripada Tuhan.
Akibatnya, orang lebih mengandalkan mereka dari pada Tuhan.
Apakah sikap itu benar-benar membuat hidup mereka sungguh bermakna?
Siapakah yang bisa sepenuhnya bahagia hanya dengan bergantung pada hasil karya manusia?
“Tetapi bagaimana pun juga mereka tidak dapat dimaafkan.
Sebab jika mereka mampu mengetahui sebanyak itu, sehingga dapat menyelidiki jagat raya, mengapa gerangan mereka tidak terlebih dahulu menemukan Penguasa kesemuanya itu?” (Keb 13: 8-9).
Alam ciptaan dengan kekuatan dan keindahannya semestinya mengantar manusia kepada Tuhan, penciptanya.
Temuan akal budi selayaknya memfasilitasi manusia dalam menyembah Sang Budi ilahi. Bila hanya berhenti pada manusia, semua bisa melahirkan berhala baru.
Jumat, 12 November 2021
RP Albertus Herwanta, O. Carm.