TAK dinyana, ada koleksi benda-benda seni bernilai tinggi di seputar altar Gereja Katedral St. Gema Keuskupan Ketapang. Meski belum sempurna dalam hal jumlah sebagaimana dirancang oleh pemrakarsa gerakan koleksi benda-benda seni yakni Pastor Matheus Juli Pr, namun toh yang sekarang sudah ada cukup representatif untuk mengatakan satu hal ini.
Yakni, masyarakat Dayak di kawasan hulu –sebutan akrab untuk menyebut pedalaman di Kabupaten Ketapang—punya tradisi keahlian dan keterampilan ukir dan pahat yang mungkin tidak banyak diketahui publik.
Baca juga: Lebih jauh dengan Keuskupan Ketapang: Mutiara Seni Berkualitas di Gereja Katedral St. Gemma (5)
Kolaborasi seni antara Pastor Juli sebagai ‘pemikir’ dan keponakannya Petrus Kanisius sebagai ‘eksekutor’ ide-ide seni ini dengan sendirinya bisa membuktikan, bahwa tradisi berkesenian dengan pola pahat dan ukiran kayu itu sejak alam eksis di tengah masyarakat Dayak.
Pastor Yuli sendiri mengatakan, ayah kandungnya yakni Petrus Peder sedari muda sudah mengakrabi tradisi mengukir sarung parang dengan motif ‘batik’ Dayak. Ibu kandungnya Anastia Elip juga mengakrabi tradisi seni menganyam khas Dayak.
Berikut ini hasil kongkret kolaborasi seni antara Pastor Juli dan Petrus Kanisius yang menghiasi altar Gereja Katedral St. Gemma Keuskupan Ketapang.