Home BERITA Lectio Divina 04.10.2023 – Pergilah Dan Wartakanlah Injil

Lectio Divina 04.10.2023 – Pergilah Dan Wartakanlah Injil

0
Serigala dan liangnya, by Theresa J, natureandwildlife.tv

Rabu. Peringatan Wajib Santo Fransiskus dari Assisi (P)
• Neh. 2:1-8
• Mzm. 137:1-2.3.4-5
• Luk. 9:57-62

Lectio

57 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: “Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.” 58 Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.”

59 Lalu Ia berkata kepada seorang lain: “Ikutlah Aku.” Tetapi orang itu berkata: “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.” 60 Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.”

61 Dan seorang lain lagi berkata: “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.” 62 Tetapi Yesus berkata: “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”

Meditatio-Exegese

Tangan Allahku yang murah melindungi aku

Nehemia bekerja di istana raja di Persia saat Artahsasta I berkuasa, 464-423 sebelum Masehi (Neh. 1:11). Ia bekerja sebagai juru minuman atau pelayan makan kerajaan.

Seorang juru minum atau pelayan makan memegang peran penting dan berkedudukan tinggi di kerajaan kuna, seperti Asyur, Babel, dan Mesir. Ia bertugas memastikan apakah makanan dan minuman yang disajikan padanya tidak beracun. Bila beracun, ia pasti mati lebih dulu.

Sering seorang juru minum dimintai nasihat oleh raja. Kehadirannya di hadapan raja menjadikannya orang kepercayaannya, karena pasti dipilih dari orang-orang yang sangat terpercaya, berkepribadian unggul. Maka, nasihatnya sering didengarkan dan dipercaya.

Juru minum tak diijinkan menampakkan muka muram di hadapan raja. Tatapi sang raja mampu melihat kedalaman hati pelayannya yang setia, Nehemia, bertanya, “Mengapa mukamu muram, walaupun engkau tidak sakit? Engkau tentu sedih hati.” (Neh. 2:2).

Nehemia sedih karena kabar Yerusalem, tempat nenek moyang dikubur dan Bait Allah, telah hancur dan tinggal puing-puing; dan penduduk yang tersisa telantar (Neh. 1:2-3). Terlebih sukar baginya untuk melaporkan pada raja, karena ‘Yerusalem’ mudah memberontak melawan penjajah, termasuk Persia.

Maka, siang malam ia berdoa dan memohon agar Allah memberinya kebijaksanaan untuk menyingkapkan kegalauan hatinya. Serta dimampukan untuk menarik perhatian dan kelembutan hati sang raja.

Di hadapan raja, Nehemia menyampaikan apa yang terjadi di kota asal nenek moyangnya. Ia tidak mengatakan mengapa dan bagaimana tanah airnya menjadi puing dan hancur.

Allah mengabulkan perhomohan Nehemia. Ia menggerakkan hati Artahsasta. Maka, ia mengulurkan tangan untuk membantu Nehemia membangun kembali kota suci, katanya (Neh. 2:4), “Jadi, apa yang kauinginkan?”, Pro qua re postulas?

Atas uluran tangan raja, Nehemia berdoa, memohon ijin untuk pergi ke tempat asalnya. Ia juga mengajukan rencana kerjanya dan bantuan dari raja untuk membangun kembali kota, tempat leluhurnya dimakamkan, Yerusalem.

Terlebih, ia memohon surat keputusan raja untuk Asaf, kepala taman, dan para penguasa wilayah seberang Sungai Efrat untuk mendukung rencananya. Semua terlaksana, karena seperti madah pemazmur (Mzm. 33:11), “Rencana Tuhan tetap selama-lamanya, rancangan hati-Nya turun-temurun.”, Consilium autem Domini in aeternum manet, cogitationes cordis eius in generatione et generationem.

Sedangkan Nehemia meyakini (Neh. 2:8), “karena tangan Allahku yang murah melindungi aku.”, quia manus Dei mei bona super me.

Yesus dan murid-murid-Nya melanjutkan perjalanan.

Penolakan oleh orang Samaria tidak menyurutkan niat Yesus untuk setia pada tugas pengutusan-Nya. Ia dan para murid melanjutkan perjalanan.

Rupanya, sekarang mereka sampai di daerah yang dihuni orang Yahudi. Dan saat dalam perjalanan, mereka berjumpa dengan beberapa orang yang ingin mengikuti-Nya.

Menjumpai mereka, Yesus melakukan hal yang tidak wajar. Ia tidak langsung menerima dan menyambut dengan sukacita tiga orang yang hendak mengikuti-Nya.

Sebaliknya, Ia memberi peringatan pada mereka bertiga dan siapa pun yang hendak mengikuti-Nya. Sebelum mengikuti-Nya tiap pribadi harus mempertimbangkan konsekuensi yang harus ditanggung, terutama terhadap relasi dan komitmen pribadi pada-Nya.

Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang

Jawaban Yesus seolah memadamkan keberanian orang pertama itu ketika Ia bersabda (Luk 9:58), “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang.”, Vulpes foveas habent, et volucres caeli nidos.

Yesus mengacu kepada Herodes Antipas, istana dan kerajaannya, ketika berkata, “Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu.” (Luk 13:32). Si serigala nyaman dalam sarang. Ia juga memaknai seluruh kenyamanan si serigala sebagai ragi Herodes (Mrk. 8:15).

Kenyamanan tahta dilindungi oleh kekuasaan dan seluruh perangkat yang melekat padanya. Kenyamanan itu sering dicari, diusahakan, direbut dengan pelbagai macam cara dan dipertahankan dengan tangan besi (Mat. 20:25; Mrk. 10:42).

Penikmat kenyamanan ini tidak segan bertindak licik, mengorbankan manusia lain dan martabat diri pribadinya. Si serigala merasa nyaman dan aman di ketiak penguasa dunia.

Burung rajawali, aquila, melambangkan kekaisaran Romawi. Setiap legion pasti membawa pataka dengan lambang rajawali yang merentangkan sayap dan mencengkeram huruf SPQR, Senātus Populusque Rōmānus, senat dan rakyat kota Roma.

Si burung merujuk pada kenyamanan palsu di dunia. Kenyamanan itu direguk dengan cara mengabdi pada penguasa yang ganas, korup, rakus dan tak segan berkolaborasi untuk menindas rakyat dan melanggengkan kuasa dengan segala cara.

Maka, Yesus meminta orang ini untuk meninggalkan segala hal, terutama kenyamanan yang diperoleh dengan cara melawan kehendak Allah.

Biarlah orang mati menguburkan orang mati

Orang kedua dipanggil-Nya, tetapi meminta ijin untuk menguburkan ayahnya (Luk. 9: 59). Yesus menekankan bahwa untuk mengikuti-Nya seseorang harus memutus ikatan dengan masa lalu. Mengutip peribahasa yang lazim pada waktu itu, Ia bersabda (Luk. 9:60), “Biarlah orang mati menguburkan orang mati.”, Sine, ut mortui sepeliant mortuos suos.

Jangan pernah menghabiskan waktu untuk mengenang yang sudah terjadi. Tetapi tataplah masa kini dan masa depan.

Tugas perutusan yang sudah menanti. Ia menekankan (Luk. 9:60) “Engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.”, tu autem vade, annuntia regnum Dei.

Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang

Pada orang ketiga yang dipanggil-Nya, Yesus menuntut untuk memutus hubungan keluarga. Pada kesempatan lain, Ia bersabda, “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku” (Luk. 14:26; Mat. 10:37).

Tuntutan ini jauh lebih keras dari pada Nabi Elia ketika mengijinkan Elisa berpamitan pada orang tuanya (1Raj. 19:19-21). Yesus juga menuntut pemutusan ikatan primordial, suku, kekerabatan, dan kedaerahan.

Dalam melaksanakan tugas perutusan, setiap orang yang dipanggil-Nya ditopang oleh komunio yang percaya pada-Nya.

Yesus menghayati dan menyadari akan apa yang Dia tuntut dari para murid-Nya. Ia pergi ke Yerusalem untuk menyingkapkan tugas pengutusan-Nya.

Perjalanan-Nya ke Yerusalem (Luk 9:51 – 19:27) ditampilkan sebagai perjalanan yang sedang dilakukan (Luk. 9:51), tujuan kepergian yang hendak digenapi-Nya – εξοδος, exodos, exodus (Vulgata) (Luk. 9:31), atau (perjalanan) melintasi – πορεύομαι, poreuomai (Luk. 17:11).

Sesampai di Yerusalem Yesus memenuhi tujuan perjalanan-Nya, εξοδος, keluaran baru, menuntaskan seluruh tugas perutusan-Nya dan beralih dari dunia ke rumah Bapa (Yoh. 13:1). Hanya pribadi yang benar-benar merdeka mampu melakukan tugas perutusan ini.

Keluaran baru ini mensyaratkan kesediaan pribadi untuk menyerahkan nyawa bagi seluruh saudara-saudarinya (Luk. 23:44-46; 24:51). Setiap anggota jemaat harus sadar akan makna keluaran baru ini, sehingga mereka masing-masing layak ambil bagian dalam tugas perutusan-Nya

Katekese

Kuburkanlah semua perkara duniawi yang ada padamu. Origenes dari Alexandria, 185-254:

“Sabda Tuhan, “Biarkan orang mati menguburkan orang mati” bermakna secara rohani: Jangan buang-buang waktu untuk perkara orang mati. “Matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala” (Kol. 3:5).

Maka, keburukan itu harus mati. Enyahkan dari dirimu. Potonglah seperti kamu memotong bagian tubuh yang terkena koreng untuk menghidarkan tubuh dari infeksi.

Maka kamu tidak akan mendengar lagi kata-kata, “Biarkan orang mati (secara rohani) menguburkan orang mati” (Mat. 8:22). Namun, bagi beberapa orang nampaknya sabda Sang Penebus bermakna tidak wajar dan bertentangan, karena Ia melarang para murid menguburkan orang tua mereka.

Nampaknya tidak manusiawi. Tentu saja, Yesus tidak melarang orang menguburkan orang mati, sebaliknya, Ia lebih menekankan pentingnya mewartakan Kerajaan Sorga, yang membuat orang hidup (Luk. 9:60). Karena ada banyak orang orang yang bersedia menguburkan orang mati.” (Fragment 161)

Oratio-Missio

Ambillah, ya Tuhan, kebebasanku, kehendakku budi ingatanku . Pimpinlah diriku dan Kau kuasai. Perintahlah akan kutaati. Hanya rahmat dan kasih dari-Mu, yang kumohon menjadi milikku. Berikanlah menjadi milikku.

Lihatlah semua yang ada padaku, kuhaturkan menjadi milikMu. Pimpinlah diriku dan Kau kuasai, perintahlah akan kutaati. (Doa Santo Ignatius Loyola, 1491-1556).

• Apa yang harus aku tanggalkan untuk mengikuti Yesus dengan merdeka?

Nemo mittens manum suam in aratrum et aspiciens retro, aptus est regno Dei – Lucam 9:62

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version