Kamis. Hari Biasa. Pekan Adven I (U)
- Yes. 26:1-6
- Mzm. 118:1.8-9.19-21.25-27a
- Mat. 7:21.24-27
Lectio
21 “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. 24 Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.
25 Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. 26 Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir.
27 Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.”
Meditatio-Exegese
Mendengar dan melakukan perkataan-Ku
Yang diundang masuk dalam perjamuan Kerajaan Allah adalah mereka yang mendengarkan dan melakukan kehendak atau sabda Allah. Di tempat lain, melakukan kehendak Allah sama dengan melakukan belas kasih, bukan memberikan kurban bakaran (Mat 12:7; bdk. Hos 6:6). Menunjukkan belas kasih selalu menuntut tindakan nyata pada sesama manusia tanpa pilih bulu.
Santo Matius merinci tindakan itu, “Ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” (Mat 25:35-36).
Maka, siapapun yang mendengarkan sabda Bapa dan melaksanakannya dialah saudara atau saudari Yesus. Ia bersabda (Mat 12:50), “Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”, Quicumque enim fecerit voluntatem Patris mei, qui in caelis est, ipse meus frater et soror et mater est.
Orang yang mendengarkan dan melaksanakan sabda Bapa disamakan dengan orang yang membangun rumah atau benteng pertahanan di atas batu karang. Dan ‘batu karang kekal’ itu adalah Allah (Yes 26:4).
Kepada-Nyalah sang pemazmur bermadah, “Aku mengasihi Engkau, ya Tuhan, kekuatanku! Ya Tuhan, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!” (Mzm. 18:2-3).
Maka kepada Allah manusia harus percaya, seperti pesan Nabi Yesaya, “Percayalah kepada Tuhan selama-lamanya, sebab Tuhan Allah adalah gunung batu yang kekal.” (Yes. 26:4).
Dan selanjutnya mendengarkan dan melaksanakan sabda-Nya sama dengan memberi kesaksian tentang Allah, seperti madah pemazmur (Mzm. 92:16), “Tuhan itu benar, bahwa Ia gunung batuku dan tidak ada kecurangan pada-Nya.”, rectus Dominus, refugium meum, et non est iniquitas in eo.
Sedangkan orang yang tidak mau mendengarkan dan melaksanakan sabda Allah disamakan dengan mereka yang menantang taufan. “Bila taufan melanda, lenyaplah orang fasik, tetapi orang benar adalah alas yang abadi.” (Ams. 10:25).
Di samping itu, Nabi Yeremia mewartakan bahwa hujan lebat dan angin taufan akan memporak porandakan benteng yang kelihatannya kokoh, tetapi, ternyata, didirikan di atas landasan ajaran nabi-nabi palsu (Yeh. 13:11-15).
Yang bijaksana atau yang bodoh
Ungkapan perlawanan: φρονιμω, phronimos, bijaksana, μωρω, moros, bodoh, digunakan juga dalam perumpamaan tentang 10 gadis yang menyambut kedatangan mempelai pria (Mat 25:1-13). Menjadi bijaksana atau menjadi bodoh selalu merupakan pilihan.
Manusia tahu kalau rumah yang dibangun di atas fondasi batu karang akan bertahan menghadapi badai dan taufan. Maka, Yesus meminta tiap murid untuk menjadikan-nya landasan hidup imannya.
Sabda-Nya (Mat. 7:24), “Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.”, Omnis ergo, qui audit verba mea haec et facit ea, assimilabitur viro sapienti, qui aedificavit domum suam supra petram.
Tetapi pola pikir, pola menimbang jiwa dan pola tindak sering berbeda dengan apa yang ketahuinya. Tiap pribadi bisa menipu sesama manusia dengan keindahan bahasa.
Tetapi Allah mengenal dorongan batin, pikiran, kehendak dan pilihan yang dijatuhkan. “Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh.” (Mzm. 139:2).
Katekese
Arahkanlah pandanganmu pada Sang Juruselamat. Santo Verecundus, Uskup Junca, Afrika, wafat 552:
“Ketika Hizkia, raja Yehuda dan anak Ahaz, jatuh sakit dan hampir mati seperti nubuat Nabi Yesaya, ia memalingkan muka menghadap ke tembok dan menangis tersedu-sedu (2Raj. 20:1-3). Segera Tuhan dalam belas kasih-Nya tidak hanya membatalkan kematian yang segera menjemputnya, tetapi juga menambahkan 15 tahun masa hidupnya.
Lalu, pada akhirnya, Hizkia menyanyikan madah ini (Yes 38:10-20). Hizkia, orang suci yang memerintah seluruh Israel saat itu, menunjukkan teladan Tuhan sediri: melalui setiap gerak tubuhnya, jiwa dan budinya, ia menyerahkan diri pada Allah, dan mau menanggung akibat atas penyakit dan kelemahannya sendiri.
Tanpa ragu ia sadar melalui nubuat nabi bahwa akhir hidupnya sedang mendekat. Karena semakin lama nampaknya kita hidup, semakin tak pasti kematian di masa depan dinubuatkan bagi kita.
Dan jika kita memalingkan wajah ke tembok ketika dikejutkan oleh ketakutan atas kematian, yakni, jika kita mengarahkan pandangan hati kita kepada Sang Juruselamat, yang hadir di sini dalam rupa dinding karena di tepat lain Ia disapa sebagai ‘tembok’, kita akan diselamatkan, terlebih, Ia menyelamatkan umat beriman yang berlindung pada-Nya dari serangan musuh yang menderu.
Nabi Yesaya mewartakan, “Pada kita ada kota yang kuat, untuk keselamatan kita Tuhan telah memasang tembok dan benteng.” (Yes. 26:1). Lihatlah, Sang Juruselamat disebut sebagai tembok.” (Commentary On The Canticle Of Ezekiel 5.1–2)
Oratio-Missio
Tuhan, Engkaulah satu-satunya pondasi hidupku yang selalu kokoh menopang ketika cobaan dan badai mengancam. Anugerahkanlah kebijaksanaan, pandangan dan kekuatan yang kubutuhkan untuk melakukan apa yang benar dan baik serta menolak apa pun yang palsu dan berlawanan dengan kehendak-Mu. Semoga aku menjadi pelaksana sabda-Mu, bukan melulu pendengar saja. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan supaya aku mampu mendirikan rumah di atas batu karang?
Omnis ergo, qui audit verba mea haec et facit ea, assimilabitur viro sapienti, qui aedificavit domum suam supra petram – Matthaeum 7:24