Jumat. Hari Biasa Sesudah Epifani (P)
- 1Yoh. 5:5-13
- Mzm 147:12-13.14-15.19-20
- Luk. 5:12-16
Lectio
12 Pada suatu kali Yesus berada dalam sebuah kota. Di situ ada seorang yang penuh kusta. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia dan memohon: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” 13 Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu, dan berkata: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Seketika itu juga lenyaplah penyakit kustanya.
14 Yesus melarang orang itu memberitahukannya kepada siapapun juga dan berkata: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan seperti yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.”
15 Tetapi kabar tentang Yesus makin jauh tersiar dan datanglah orang banyak berbondong-bondong kepada-Nya untuk mendengar Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka. 16 Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa.
Meditatio-Exegese
Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku
Seorang penderita kusta mendekati Yesus. Bertahun-tahun, barangkali, ia hidup terpisah dari sesama. Barang siapa menyentuhnya atau barang-barang yang disentuhnya dianggap najis. Sekarang, ia dengan berani mendobrak peraturan agama agar bisa mendekati Yesus.
Maka, ketika ia berhasil mendekatiNya, seraya bersungkur, ia berani berkata (Luk. 5:12), “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku”, Domine, si vis, potes me mundare.
Ungkapan hati penderita kusta itu bermakna, “Tuan, anda tidak perlu menyentuhku. Bila Tuhan menghendaki, Ia bisa menyembuhkan melalui perkataanmu.”
Si penyandang penyakit sadar akan kenajisan dirinya, sebab kusta yang diderita.
Tetapi, terlebih, jiwanya mengalami kegetiran karena kesepian, yang lebih sakit daripada penyakit yang dideritanya. Ia tidak hanya dihukum oleh peraturan keagamaan tetapi juga sesama.
Lukisan Santo Lukas tentang perjumpaan penderita kusta dengan Yesus sangat hidup dan dramatik. Si penderita kusta bersungkur, menekuk lutut, tanda perendahan diri. Ia memandang Yesus sebagai Tuhan. Ia sedang menyembah Tuhan.
Kata yang digunakan adalah bentuk kata seru κυριε, kurie, dari kata kurios, tuan; dalam bahasa Latin, dominus (tuan) dan Dominus (Tuhan);dan dalam bahasa Jawa bisa diartikan sebagai: gusti (tuan) dan Gusti (Tuhan).
Menanggapi sikap iman yang luar biasa, Yesus tergerak hati-Nya. Ia mengulurkan tangan, menjamah orang itu. Tindakan-Nya bermakna bahwa Ia menerima orang itu sebagai saudara.
Ia tidak lagi najis. Martabat manusiawinya dipulihkan. Maka, Ia berkata (Luk. 5:13), “Aku mau, jadilah engkau tahir”, Volo, mundare.
Yesus tidak hanya menyembuhkan. Ia menghendaki penderita yang telah sembuh itu hidup bersama dengan komunitas yang menopangnya. Penyembuhan bermakna bahwa Yesus memulih kembali relasi yang telah rusak karena penyingkiran.
Pada waktu itu, untuk memulai proses penerimaan oleh komunitas, penderita kusta membutuhkan semacam keterangan dari imam bahwa ia telah tahir. Sama seperti jaman kini, penderita selalu membutuhkan surat keterangan dokter atau rumah sakit atau instansi kesehatan sebagai jaminan bahwa ia telah bebas dari sakit.
Yesus menyuruh orang itu untuk mendapatkan keterangan itu, agar ia dapat memulai hidup secara wajar dengan sesama. Di samping itu, Ia mendesak pihak berwenang mengakui bahwa penderita ini telah sembuh.
SabdaNya, “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan seperti yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka” (Luk. 5:14).
Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa
Yesus melarang orang yang disembuhkan-Nya menceritakan pada orang lain. Tetapi, Markus mencatat bahwa tindakan Yesus sia-sia. Orang itu pergi memberitakan peristiwa penyembuhannya ke mana-mana; dan setiap orang tahu; dan Yesus tidak dapat secara bebas masuk ke kota (bdk. Mrk 1:45).
Yesus tetap bertahan di luar kota, di tempat yang sunyi, jauh dari interaksi dengan orang. Ia bertindak demikian karena Ia telah berinteraksi dengan penderita kusta, sehingga, menurut hukum, Ia pun dalam keadaan najis.
Tetapi, orang-orang tidak mau tahu keadaan Yesus. Mereka melanggar hukum agama resmi. Dan setiap orang dari segala penjuru ingin bertemu dengan-Nya, walau Ia tinggal jauh dari kota. Ini pemberontakan!
Saat membina jemaat Santo Lukas dan Markus membimbing untuk: mewartakan Kabar Suka Cita bermakna bersaksi tentang pengalaman konkrit tentang Yesus. Sama seperti yang diwartakan si penderita kusta, pewartaan bertumpu pada perbuatan baik yang dilakukan Yesus padanya.
Di samping itu, pewartaan Kabar Suka Cita tidak boleh kalah oleh halangan apa pun, termasuk peraturan keagamaan yang membelenggu.
Tetapi, Yesus menyingkir dari orang banyak. Ia pergi ke tempat sunyi untuk berdoa. Ia menegaskan tujuan dan arah tugas pelayanan-Nya: melaksanakan kehendak Bapa. Ia menolak godaan untuk menjadi terkenal yang akan menjauhkan-Nya dari tugas panggilan-Nya sebagai Hamba Yahwe (Yes. 42:1-7).
Katekese
Penyembuhan oleh Yesus menyingkapkan kuasa Kerajaan Allah. Santo Ambrosius dari Milan, 339-397:
“Daya kuasa dalam Tuhan diperbandingkan dengan keteguhan iman yang hayati si pendertita kusta (Luk. 5:12-13). Ia bersungkur, menyembah dengan mencium tanah, karena itulah tanda kerendahan hati dan kesederhanaan.
Dengan cara itu ia menungukapkan rasa malu karena dosa yang dilakukan selama hidup. Rasa malu tidak menghalangi pengakuan imannya. Ia menunjukkan luka; ia memohon kesembuhan; dan pengakuan imannya menyingkapkan kesucian hati dan penyerahan pada Allah.
“Jika Tuan mau,” katanya, “Tuan dapat mentahirkan aku.”
Ia memohon kuasa penyembuhan pada kehendak Tuhan. Namun, ia ragu atas kehendak-Nya, bukan seolah-olah ia tidak percaya dalam iman pada-Nya, tetapi, ia seolah-olah disadarkan akan kenajisan dirinya. Ia tidak mau berandai-andai.
Tuhan menjawabnya dengan menunjukkan kesucian hati-Nya. “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Seketika itu juga lenyaplah penyakit kustanya.”
Tidak ada perbedaan antara perintah Allah dan karya Yesus, karena karya-Nya ada dalam perintah-Nya. “Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada” (Mzm 33:9).
Kalian sadar bahwa kita tak boleh ragu bahwa kehendak Allah selalu penuh kuasa. Maka, jika kehendak-Nya merupakan kuasa, mereka yang mengimani bahwa Tritunggal Mahakudus adalah Dia yang mahaesa dan mahakuasa.
Maka, penyakit kusta itu segera lenyap. Dengan demikian, engkau dapat memahami dampak penyembuhan ini sebagai bukti akan kebenaran karya-Nya” (dikutip dari Exposition Of The Gospel Of Luke 5.2–3)
Oratio-Missio
- Tuhan, kobarkanlah dan penuhilah hatiku dengan Roh-Mu, agar aku selalu menjadi saksi-Mu tanpa keraguan dan ketakutan. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan agar menjadi saksi kebaikan-Nya yang layak dipercaya?
Et extendens manum tetigit illum dicens, “Volo, mundare!”; et confestim lepra discessit ab illo – Lucam 5:13