Home BERITA Lectio Divina 10.02.2022 – Anjing Makan Remah dari Meja Sang Tuan

Lectio Divina 10.02.2022 – Anjing Makan Remah dari Meja Sang Tuan

0
Anjing makan remah dari meja sang tuan, by Consilia Karli.

Kamis. Peringatan Wajib Santa Skolastika, Perawan. Hari Minggu Biasa V (P)

  • 1Raj. 11:4-13
  • Mzm. 106:3-4.35-36.37.40
  • Mrk. 7:24-30 

Lectio

24 Lalu Yesus berangkat dari situ dan pergi ke daerah Tirus. Ia masuk ke sebuah rumah dan tidak mau bahwa ada orang yang mengetahuinya, tetapi kedatangan-Nya tidak dapat dirahasiakan. 25  Malah seorang ibu, yang anaknya perempuan kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang Dia, lalu datang dan tersungkur di depan kaki-Nya.

26  Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia. Ia memohon kepada Yesus untuk mengusir setan itu dari anaknya. 27 Lalu Yesus berkata kepadanya: “Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patur mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.”

28 tetapi perempuan itu menjawab: “Benar, Tuhan. tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.” 29 Maka kata Yesus kepada perempuan itu: “Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu.”

30 Perempuan itu pulang ke rumahnya, lalu didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar.

Meditatio-Exegese

Yesus berangkat dan pergi ke daerah Tirus

Yesus menjangkau daerah bangsa-bangsa bukan Yahudi. Ia melakukan perjalanan panjang ke Tirus dan Sidon. Hingga kini kedua kota itu masih dapat dikunjungi di daerah Lebanon.

Kota Tirus, dalam bahasa Ibrani berarti padas, pelabuhan sangat ramai di pantai Timur Laut Mediterania, sebenarnya, memiliki hubungan baik dengan Israel. Raja Ahab pernah menikah dengan Puteri Raja Tirus, Izebel.

Ternyata melalui perkawinan ini terkuaklah niat busuk, karena Tirus bermaksud menguasai Israel dan menggantikan Yahwe dengan Asyera, dewi penguasa Tirus (1Raj. 18:19).

Perlawanan terhadap Tirus dilakukan Nabi Elia dan berpuncak di Gunung Karmel ketika ia membunuh semua nabi palsu di Sungai Kison (1Raj. 18:20-46).

Kutukan pada kota yang dihuni oleh orang Fenisia dilakukan juga oleh banyak nabi. Kutukan dijatuhkan karena kota itu terus berhasrat menguasai Israel (bdk. Yes. 23:1-18; Yeh. 26:1-28:19; Am. 1:9-10; Za. 9:3-4).

Tirus takluk pada Alexander Agung dan dikuasai dinasti Seleukid. Sejak itu rupanya kota ini mengalami Helenisasi, akulturasi kebudayaan Yunani pada budaya setempat. Sebaliknya, dalam Perjanjian Baru, Tirus justru dipuji Yesus karena pertobatan (Mat. 15:21).

Di kota ini, sebenarnya Yesus datang secara diam-diam. Namun, banyak orang ternyata sudah mendengar nama Yesus dan karya yang dilakukan-Nya.

Malahan, seorang ibu, berkebangsaan Siro-Fenisia dan  berbahasa Yunani (Mrk. 7:24-26), datang menjumpai-Nya di tempat-Nya beristirahat. 

Nama-Nya dikenal dari mulut ke mulut. Pedagang, pengelana, pegawai, dan orang lain yang melintasi Via Maris, Jalan ke Laut, dan Jalan Raja, yang melintasi Tirus dan Sidon pasti menuturkan kisah Yesus yang berkarya di Galilea.

Tuhan, anjing makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak

Perempuan bangsa asing itu mendatangi Yesus dengan sangat ramah. Bahkan ia merendahkan diri dengan bersungsur di depan kaki-Nya.

Tindakannya persis seperti dilakukan perempuan dari Sunem ketika anaknya yang mati itu dibangkitkan Allah melalui Nabi Elisa.

“Masuklah perempuan itu, lalu tersungkur di depan kaki Elisa dan sujud menyembah dengan mukanya sampai ke tanah.” (2Raj. 4:37).

Perempuan Siro-Fenesia ini memohon agar anaknya dibebaskan dari setan yang merasuki dirinya.

Rupanya Yesus menolak permohonannya.

Santo Markus mengungkapkan bahwa Yesus menolak permohonan perempuan itu secara halus dan sopan, “Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” (Mrk. 7:27).

Anak-anak harus diberi makan lebih dahulu dengan roti sampai kenyang (Mrk. 7: 27a). Ini berarti Sabda Allah, roti itu, diperuntukkan bagi orang Israel, bukan untuk orang asing. Yesus datang untuk “domba-domba yang hilang dari kawanan Israel.” (Mat. 10:6), dan Israel adalah anak sulung Allah (Kel. 4:22).

Yesus hanya mau menekankan bahwa pewartaan Kerajaan Allah pertama-tama ditujukan kepada bangsa Israel. 

Dan tidaklah layak memberikan ‘roti’ itu kepada kepada orang asing, ‘anjing’ yang belum mengenal Allah dan hidup dalam sikap batin yang najis serta belum ambil bagian dalam perjanjian dengan Allah.

Tentang hubungan dengan bangsa Yahudi, Gereja mengajarkan, ”Bila Gereja, Umat Allah dalam Perjanjian Baru, menyelami misterinya sendiri, ia menemukan hubungannya dengan bangsa Yahudi, “yang menerima Sabda Allah sebelum kita” (MR, Jumat Agung 13: Doa Umat Meriah 6). Dalam perbedaan dengan agama-agama bukan Kristen yang lain, iman Yahudi sudah merupakan jawaban atas wahyu Allah dalam Perjanjian Lama.

Bangsa Yahudi “telah diangkat menjadi anak, mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian dan Hukum Taurat, dan ibadah dan janji-janji. Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia.” (Rm. 9:4-5), sebab “Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya.” (Rm. 11:29)” (dikutip dari Katekismus Gereja Katolik, 839).

Setelah kebangkitan-Nya, barulah Ia mengutus Israel baru, Gereja-Nya untuk mewartakan Kerajaan-Nya kepada segala bangsa, bahkan kepada setiap makhluk (Mat. 28:19-20; Mrk 16:15).

Yesus sedang menakar iman perempuan perempuan itu. Jawaban yang diungkapkan-Nya sama dengan jawaban untuk perempuan Samaria di sumur Yakub: keselamatan berasal dari bangsa Yahudi (Yoh. 4:22).

Dan perempuan itu tetap teguh hati memohon pada-Nya (Mrk. 7:28), “Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak”, Domine, etiam catelli sub mensa comedunt de micis puerorum.

Anjing yang di bawah meja

Tanggapan perempuan itu mencengangkan. Ia tidak mengidentifikasi diri dengan anjing liar yang yang suka makan bangkai dan dianggap najis dan membahayakan  (Kel. 22:31; Mzm. 68:24; Ams. 26:17; Kel. 11:7). Ia mengidentifikasi diri sebagai anak anjing piaraan yang tidak berbahaya dan disukai oleh anak-anak, termasuk anak-anak Israel.

Digunakan kata κυναρια, kunaria, bentuk jamak dari kunarion, anjing piaraan. Anjing-anjing yang kecil itu tetap saja dapat mendengarkan Sang Sabda dan percaya pada-Nya.

Pengakuan iman ini mengubah hati Yesus. Ia memuji sang ibu dan mengabulkan permohonannya.

Tindakan iman sang ibu dari bangsa Siro-Fenisia menjadi lambang pertobatan seluruh bangsa bukan Yahudi untuk mengimani Yesus. Dengan cara ini, semua bangsa ikut ambil bagian dalam Perjanjian Baru dalam Kristus Yesus.

Maka, terpenuhilah nubuat Nabi Yesaya (Yes. 66:18), “Aku datang untuk mengumpulkan segala bangsa dari semua bahasa, dan mereka itu akan datang dan melihat kemuliaan-Ku”,ut congregem omnes gentes et linguas; et venient et videbunt gloriam meam.

Katekese

Iman yang kokoh dan sumber belajar bagi kita. Santo Yohanes Chrysostomus, 347-407:

“Renungkan tidak hanya kerendahan hati, tetapi juga iman perempuan Tirus itu. Karena Yesus memanggil orang Yahudi sebagai ‘anak-anak’.

Tetapi ia tidak puas dengan semua ini. Ia bahkan memanggil mereka ‘tuan-tuan’. Dengan menyebut mereka demikian, ia menjauhkan diri dari sikap ingin dipuji dari orang lain.

Katanya, “Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.”

Betapa bijaksananya ibu itu. 

Ia tidak banyak berkata-kata dengan ungkapan yang melukai orang lain. Ia juga tidak sakit hati melihat orang lain dipuji, atau merasa rendah diri ketika dikecam.

Perhatikan sikap batinnya yang tidak goyah.

Ketika Yesus berkata, “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.”

Perempuan itu menjawab, “Benar, Tuhan.” Yesus menyebut orang Yahudi ‘anak-anak’, tetapi ia menyebut mereka ‘tuan-tuan’.

Yesus menggunakan ungkapan ‘anjing’, tetapi ia justru melukiskan perilaku si anjin. Sadarkah kamu akan kerendahan hati perempuan ini?

Lalu, bandingkan kerendahan hatinya dengan ungkapan bahasa kaum Yahudi, “Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun.” (Yoh. 8:33). “Kami lahir dari Allah.” (bdk. (Yoh. 8:41).

Perempuan ini tidak sama dengan mereka.

Ia memilih menyebut diri sendiri sebagai seekor anjing dan mereka adalah tuan. Maka, karena alasan ini ia menjadi seorang anak. Maka, sabda apa yang keluar dari mulut Kristus? “Hai ibu, besar imanmu.”

Maka kita bisa  menyimpulkan alasan Ia menunda mengabulkan permohonan ibu itu.

Tuhan mungkin menggaungkan lebih nyaring pujian-Nya dan Ia memahkotai perempuan itu dengan sabda, “Jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.”

Sabda-Nya sama dengan sabda yang berkata, “Jadilah.” (Kej. 1:3). “Dan seketika itu juga anaknya sembuh.”

Tidak pahamkah kalian betapa tak sedikit usaha dilakukan perempuan ini untuk kesembuhan anaknya?

Camkan ini. Kristus tidak bersabda, “Anakmu sembuh.” 

Tetapi “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” Sabda-Nya bukanlah kata-kata sembarangan, juga bukan sekedar gumam.

Tetapi menyingkapkan betapa besar imannya dan menjadi pelajaran bagi kita. Namun, Ia meninggalkan ujian dan teladan pasti dari kisah-kisah ini. Anak perempuannya segera sembuh.” (Commentary On Matthew, Homily 52.3)

Oratio-Missio

Tuhan, kasih dan kerahimanMu tak mengenal batas. Semoga aku selalu percaya padaMu dan tak pernah ragu akan kasih dan kerahiman yang meluap dari hati-Mu.

Tumbuhkanlah kepercayaanku dan bantulah aku ketika mengalami kesulitan dalam mewartakan Kerajaan-Mu. Amin.

  • Apa yang harus aku lakukan untuk menghancurkan penghalang untuk mewartakan Kerajaan Allah dari diriku dan komunitasku?   

Domine, etiam catelli sub mensa comedunt de micis puerorum – Marcum 7: 28

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version