Home BERITA Lectio Divina 11.2.2025 – Tidak Memelintir Sabda-Nya

Lectio Divina 11.2.2025 – Tidak Memelintir Sabda-Nya

0
Yesus di antara kaum Farisi, by James Tissot

Selasa. Minggu Biasa V, Santa Perawan Maria dari Lourdes, Hari Orang Sakit Sedunia (H)

  • Kej. 1:20-2:4a
  • Mzm. 8:4-5.6-7.8-9
  • Mrk. 7:1-13

 Lectio

1 Orang-orang Farisi mengerumuni Yesus, bersama beberapa Ahli Taurat yang datang dari Yerusalem. 2 Mereka melihat, bahwa beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh.

3 Sebab, orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau belum melakukan pembasuhan tangan dengan saksama, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka; 4 dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membasuh dirinya.

Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan bejana perunggu, serta tempat pembaringan. 5 Karena itu, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya, “Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?”

6 Jawab-Nya kepada mereka, “Tepatlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik, seperti ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari Aku. 7 Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. 8 Perintah Allah kamu abaikan dan adat istiadat manusia kamu pegang.”

9 Lalu Yesus berkata pula kepada mereka, “Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri. 10 Karena Musa telah berkata: Hormatilah ayahmu dan ibumu dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati.

11 Namun, kamu berkata: Kalau seorang berkata kepada ayahnya atau ibunya: Segala bantuan yang seharusnya engkau terima dariku adalah Kurban – yaitu persembahan kepada Allah –

12 maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk ayahnya atau ibunya. 13 Jadi firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu teruskan itu. Banyak lagi hal lain seperti itu yang kamu lakukan.”

Meditatio-Exegese

Orang Farisi dan Ahli Taurat yang datang dari Yerusalem

Saat Injil Markus di tulis, kira-kira tahun 70-75, Bait Allah telah diluluh lantakkan oleh panglima tentara Kekaisaran Romawi. Bait Allah tidak lagi menjadi pusat hidup keagamaan orang Yahudi. Penghancuran itu menjadi salah satu penanda jelas terpisahnya pengikut Yesus, orang Kristen, dengan orang Yahudi.

Tetapi, jemaat yang dibina Santo Markus, yang berasal dari bangsa-bangsa asing, masih diganggu dengan pemahaman bahwa mereka harus mengikuti ritus agama Yahudi terlebih dahulu sebelum menjadi Kristen.

Perjanjian yang disepakati antara Allah dan bangsa Israel menyatakan bahwa bangsa itu akan menjadi bangsa yang kudus, “Sebab Akulah Tuhan yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi Allahmu. Jadilah kudus, sebab Aku ini kudus.” (Im. 11:45; 19:2).

Mulai saat panggilan itu bergema, para pemimpin umat mencari cara untuk menjadi kudus dengan meneliti Hukum Taurat dan menerapkan dalam hidup sehari-hari. Pada abad pertama sebelum Masehi, misalnya, kaum Farisi dan ahli Taurat mulai mengajarkan dan mempraktikkan tata upacara pembasuhan yang dilakukan imam untuk seluruh hidup orang biasa.

Dengan gaya melebih-lebihkan Santo Markus mencatat hal berikut: membasuh tangan sebelum makan, membersihkan diri setelah pulang dari pasar, mencuci perkakas rumahtangga: cawan, kendi, dan bejana perunggu (Mrk. 7:3-4).

Ritual pembersihan ini dicangkokkan pada perintah untuk para imam, “Berfirmanlah Tuhan kepada Musa,  “Engkau harus membuat bejana tembaga dengan alas tembaga untuk pembasuhan. Engkau harus menempatkannya di antara Kemah Pertemuan dan mezbah kurban, lalu mengisinya dengan air. Harun dan anak-anaknya harus membasuh tangan dan kaki mereka dengan air dari bejana.” (Kel. 30:17-19).

Seluruh praktek cangkokan ini, akhirnya, ditulis dalam tata peraturan keagamaan Yahudi, Mishnah, sekitar tahun 200. Yesus menghancurkan seluruh tata peraturan buatan manusia dan justru menerapkan Hukum Tuhan yang paling hakiki untuk menuju kesucian.

Ketika mereka mencari tahu tentang apa yang diajarkan Yesus, seperti yang mereka lakukan pada Yohanes Pembaptis (Yoh. 1:19-20), Yesus langsung membungkam mereka karena memuliakan Allah hanya dengan bibir.

Yesus mengacu pada pesan Nabi Yesaya, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari Aku. 7 Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. 8 Perintah Allah kamu abaikan dan adat istiadat manusia kamu pegang.” (Mrk.7:6-8; bdk. Yes. 29:13 Septuaginta).

Lain di bibir, lain di hati. Hukum agama yang dibuat manusia, ternyata hanya mengabdi pada satu tujuan: memisahkan manusia satu dengan yang lain. Kata parusy, asal kata Farisi, bermakna memisahkan diri dari orang biasa yang dianggap najis.

Firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku

Yesus menunjukkan bahwa para penguasa agama justru menghancurkan perintah Allah keempat –menghormati orangtua, ayah dan ibu- yang dijamin oleh Hukum Taurat (Kel. 20:12; Ul. 5:16). Orang yang mengutuki orangtuanya dihukum mati (Kel. 21:17; Im. 20:9).

Tetapi, perintah untuk memelihara dan merawat orang tua di masa tua mereka bisa diabaikan demi kurban di Bait Allah. Kewajiban ini tentu memberatkan kaum miskin.

Maka “Kalau seorang berkata kepada ayahnya atau ibunya: Segala bantuan yang seharusnya engkau terima dariku adalah Kurban – yaitu persembahan kepada Allah – maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk ayahnya atau ibunya.

Jadi firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu teruskan itu. Banyak lagi hal lain seperti itu yang kamu lakukan.” (Mrk. 7:11-13).

Untuk menghormati orangtua, Gereja Katolik mengajajar: “Perintah keempat mengingatkan anak-anak yang dewasa akan kewajibannya terhadap orang-tua. Dalam usia lanjut, dalam keadaan sakit, dalam kesepian atau kesulitan, mereka harus membantu orang-tuanya sebaik mungkin, baik secara material maupun secara moral. Yesus mengingatkan kewajiban terima kasih ini.” (bdk. Mrk. 7:10-12)” (Katekismus Gereja Katolik, 2218).

Dalam terang inilah, para murid Tuhan harus mengikuti hukum Musa, seperti ditulis Santo Markus (Mrk. 7:10), “Hormatilah ayahmu dan ibumu.”,  Honora patrem tuum et matrem tuam.

Katekese

Mamon menolak untuk merawat orang tua di masa tua mereka. Santo Yohanes Chrysostomus, 347-407:

“Kristus bersabda, “Perhatikanlah kaum miskin” (bdk. Mat 19:21; Mrk 10:21; Luk 18:22). Mammon berkata, “Ambillah apa yang menjadi harta milik kaum miskin.”

Kristus bersabda, “Engkau harus menyangkal diri” (Mat 16:24; Mrk 8:34; Luk 9:23). Mammon berkata, “Rampas juga apa yang mereka punya.”

Bukankah kamu tahu pertentangan ini, perlawanan di antara keduanya? Pahamilah betapa satu pihak tidak dapat mematuhi keduanya, tetapi harus menolak salah satu…

Kristus bersabda, “Tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk. 14:33).

Mammon berkata, “Rampaslah roti dari orang yang kelaparan.” Kristus bersabda, “Berilah yang telanjang pakaian.” (Mat  25:34-40; Yes 58:7). Yang lain berkata, “Biarlah yang telanjang, telanjang.”

Kristus bersabda, “Engkau tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri. (Yes. 58:7), dan seisi rumahmu.” (1 Tim  5:8; Gal  6:10). Mammon berkata, “Engkau harus tidak menunjukkan belas kasih pada siapa pun dari antara keluargamu sendiri. Walau engkau tahu ibu atau ayahmu berkekurangan, abaikan mereka.” (Mrk 7:11).” (Homilies On Philippians 6.25)

Oratio-Missio

Tuhan, nyalakanlah api Roh Kudus untuk membersihkan hati dan budiku, agar aku mampu mengasihi dan melayani-Mu dengan pantas. Amin.

  • Apa yang harus aku lakukan untuk selalu menghormati orangtuaku?   

Honora patrem tuum et matrem tuam – Marcum 7:10

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version