Home BERITA Lectio Divina 11.3.2025 – Bapa Kami

Lectio Divina 11.3.2025 – Bapa Kami

0
Yesus mengajarkan doa Bapa Kami, pelukis Perancis tak dikenal abad ke-15

Selasa. Minggu Prapaskah I, Hari Biasa (U)

  • Yes. 55:10-11
  • Mzm. 34:4-5.6-7.16-17.18-19
  • Mat. 6:7-15

Lectio

7 Lagi pula, ketika kamu berdoa, janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa dengan banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. 8 Jadi, janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.

9 Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di surga, dikuduskanlah nama-Mu, 10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga. 11 Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya 12 dan ampunilah kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;

13 dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari yang jahat. (Karena Engkaulah yang punya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.)

14 Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. 15 Namun, jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”

Meditatio-Exegese

Ketika kamu berdoa

Dalam Perjanjian Baru terdapat dua tulisan doa Bapa Kami: Lukas (Luk. 11: 1-4) dan Matius (Mat. 6:7-13). Santo Lukas menulis doa ini lebih pendek dibandingkan dengan tulisan Santo Matius.

Dalam Injil Matius, doa Bapa Kami ditempatkan dalam kerangka Khotbah di Bukit. Di situ Yesus mulai mengajar para murid untuk mempraktikkan tiga kesalehan: amal kasih (Mat. 6:1-4, doa (Mat. 6:5-15) dan puasa (Mat. 6:16-18).

Doa ini merupakan bagain dari pengajaran untuk kaum Yahudi yang berbalik untuk mengimani Yesus. Mereka telah memiliki tradisi untuk berdoa, tetapi ada bagian tertentu yang perlu diperbaiki oleh pembina iman mereka, Santo Matius. 

Kebiasaan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah

Di kalangan jemaat yang dibina Santo Matius, masih dijumpai kepercayaan bahwa Allah tidak mengerti kebutuhan manusia. Maka, dalam tiap doa, retetan panjang daftar kebutuhan harus diucapkan.

Doa juga harus dibuat dari rangkaian kata indah dan magis. Pendoa harus mengucapkan terus menerus, tanpa henti. Dipercaya bahwa melalui cara ini, Allah pasti mengabulkan apa yang diminta.

Namun, Yesus mengecam praktek doa yang berasal dari orang yang tidak mengenal Allah itu. Memang, Yesus tidak melarang doa lisan atau kata-kata yang diulang-ulang, seperti dapat dibaca dalam Luk. 6:12; Luk. 18:1; 1Tes. 5:17; Kol. 4:2; Mat. 26:44; Kis. 1:14; Kis. 12:12.

Yesus tidak menghendaki banyak kata dalam doa. Ia menghendaki tiap murid-Nya memiliki kehendak yang kuat untuk banyak berdoa, menjalin relasi intim dengan-Nya dengan menyendiri dan mengunci kamar (bdk. Mat. 6:6).

Di samping doa (Mat. 6:5-15), Santo Matius mengajarkan dua ungkapan bakti lain kepada Allah: amal kasih (Mat. 6:1-4) dan puasa (Mat. 6:16-18) kepada orang Yahudi yang percaya kepada Yesus Kristus. Mereka sudah terbiasa dengan ungkapan bakti itu.  Melalui praktek yang benar, tiap pribadi mampu menjawab saat Ia bertanya, “Di manakah engkau?” (bdk. Kej. 3:9). 

Di samping itu, digemakan kembali keyakinan bahwa Allah selalu penuh kasih dan kerahiman. Sabda-Nya (Mat. 6:8), “Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.”, scit enim Pater vester, quibus opus sit vobis, antequam petatis eum.

Yesus mengingatkan akan pengalaman Abraham saat Allah menyediakan yang diperlukannya untuk korban bakaran sebagai pengganti anaknya, Ishak (Kej. 22:14), “Tuhan menyediakan”, Dominus videt.

Bapa kami

Sebutan Bapa bagi Allah sering diucapkan oleh Musa, para nabi dan penulis kitab-kitab kebijaksanaan  (bdk. Ul. 32:6; Yes 63:16; Yes 64:8; Sir, 23:1; Sir. 51:14; Keb. 2:16; Keb. 14:3; Tob. 13:4). Seruan Bapa pada saat berdoa menunjukkan sikap hormat umat terhadap Allah.

Bapa kami merupakan nama yang diserukan Yesus untuk menyapa Allah. Nama ini menyingkapkan relasi baru dengan Allah.

Seluruh komunitas pun dibangun atas dasar relasi baru ini, karena setiap anggota dapat berseru, “ya Abba, ya Bapa.” (Gal. 4:6; Rm. 8:15). Maka, berdoa kepada Bapa bermakna memasuki relasi intim dengan Allah.

Setiap anggota komunitas menyebut Bapa kami, bukan Bapaku. Kata sifat kami menandakan kesadaran bahwa seluruh anggota komunitas menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga manusia, yang terdiri dari pelbagai macam suku bangsa dan keyakinan.

Seruan itu juga menumbuhkan kepekaan pada jerit tangis seluruh saudara dan saudari yang berseru untuk memohon kepenuhan rejeki pada hari ini. Bapa kami merupakan seruan untuk menempatkan Kerajaan Allah menjadi prioritas pertama dan utama dalam hidup.

Dan menyebut Allah sebagai Bapa menjadi landasan untuk menjadi saudara/saudari bagi sesama.

Nama-Mu, Kerajaan-Mu, kehendak-Mu

Allah memperkenalkan nama-Nya sebagai YAHWE, εγω ειμι, EGO EIMI, AKU ADALAH AKU; Aku selalu menyertai engkau (Kel. 3:11-15).  Nama-Nya dikuduskan melalui iman, bukan magi atau daya adi kodrati lain.

Ketika manusia berbakti kepada-Nya dengan iman, Ia membebaskan, seperti kesaksian Nabi Yesaya (Yes. 45:21; 46:9), “Bukankah Aku, Tuhan? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari pada-Ku. Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku.”, Numquid non ego Dominus, et non est ultra Deus absque me? Deus iustus et salvans non est praeter me.

Kedatangan Kerajaan-Nya merupakan kepenuhan harapan dan janji. Kerajaan-Nya mengatasi seluruh kekecewaan yang ditanggung karena para raja dan penguasa yang menindas.

Kerajaan-Nya akan datang ketikan kehendak Allah dilaksanakan sepenuh-penuhnya. Tiap mulut mengucapkan (Mat. 6:10), “Datanglah Kerajaan-Mu.”, adveniat regnum tuum.

Kehendak-Nya diungkapkan dalam Hukum-Nya. Kehendak-Nya dilaksanakan di atas bumi seperti di dalam surga. Di surga matahari dan bintang-bintang mengikuti hukum edar dan menciptakan keteraturan semesta alam (Yes. 48:12-13). Melaksanakan hukum Allah menjadi landasan keteraturan dan kesejahteraan hidup manusia.

Berikanlah, ampunilah, janganlah membawa ke dalam pencobaan, lepaskanlah

Yesus mengajak para pengikut-Nya membangun relasi baru dengan sesama manusia. Keempat permohonan menunjukkan betapa pentingnya perubahan tata hidup komunitas dan seluruh masyarakat agar seluruh anak-anak Allah hidup secara bermartabat sebagai gambar dan rupaNya (Kej. 1:27). 

Makanan yang secukupnya. Di gurun pada peristiwa pembebasan dari Mesir, Allah memberikan makanan manna setiap hari (Kel. 16:35). Penyelenggaraan Ilahi diatur melalui tata kelola persaudaraan.

Makanan membusuk bila diambil atas dasar keserakahan. Yesus mengundang tiap pribadi untuk untuk hidup baru dalam persekutuan dan persaudaraan. Cara hidup baru ini memungkinkan makanan selalu cukup tersedia setiap hari (Mat. 6:34; Yoh. 6:48-51). 

Kerakusan pasti menghancurkan. Ia meluluh lantakkan tidak hanya hidup pribadi dan orang lain, tetapi juga alam semesta.

Pada tahun 1971, Paus Paulus VI merujuk kepada masalah ekologi sebagai ‘akibat tragis’ dari aktivitas manusia yang tak terkendali: “Karena eksploitasi alam secara sembarangan, manusia menyebabkan risiko menghancurkannya dan, pada gilirannya, ia sendiri menjadi korban degradasi ini.

Bukan saja lingkungan yang terus menerus menjadi ancaman bagi hidupnya – pencemaran dan sampah, penyakit-penyakit baru dan daya-daya penghancur lainnya, – melainkan lingkungan hidup manusiawi tidak lagi dapat dikendalikan oleh tangan manusia sendiri.

Maka, akibat kelalaian itu manusia tidak lagi mampu mengelola lingkungan hidupnya, sehingga lingkungan hidup di masa depan menjadi ancaman yang  tak dapat ditanggungnya. ” (Surat Apostolik Octogesima adveniens (HUT ke-80 Rerum Novarum; 14 Mei 1971, 21).         

Ampunilah kami akan kesalahan kami: Setiap 50 tahun, Yubileum, tiap orang diwajibkan menghapus hutang sesama. Inilah awal yang baru kehidupan (Im 25: 8-55). Yesus mengumumkan “Tahun Rahmat Tuhan” (Luk 4: 19). Injil menghendaki segalanya baru.

Paus Fransiskus mengajarkan, “Yesus tidak pernah memperjuangkan kekerasan ataupun intoleransi. Dia secara terbuka mengutuk penggunaan paksaan untuk memperoleh kekuasaan atas orang lain, “Kamu tahu

bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kekuasaannya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu.” (Mat 20:25-26).

Sebaliknya, Injil mengajarkan kepada kita untuk mengampuni, “tujuh puluh kali tujuh kali.” (Mat 18:22) dan memberikan contoh hamba yang tak berbelaskasihan yang walaupun dirinya diampuni namun pada gilirannya tidak mau mengampuni sesamanya (lih Mat. 18:23-35).” (Ensiklik tentang Persaudaraan dan Persahabatan Sosial, Fratelli Tutti, 238).

Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan. Dalam peristiwa pembebasan umat dicobai dan jatuh dalam pencobaan (Ul. 9:6-12). Mereka mengeluh dan menuntut dikembalikan ke Mesir (Kel. 16:3; 17:3). Dalam Keluaran baru, pencobaan dikalahkan oleh daya kekuatan yang diterima umat dari Allah (1Kor. 10:12-13). 

Lepaskanlah kami dari pada yang jahat. Yang jahat adalah setan. Ia berusaha menjauhkan manusia dari Allah dan menjadi biang jerat maut. Ia berhasil merasuki Petrus (Mat. 16:23) dan mencobai Yesus di gurun. Yesus mengalahnya (Mat. 4:1-11). Yesus bersabda (Yoh. 16:33), “Kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.”, sed confidite, ego vici mundum.

Katekese

Datanglah Kerajaan-Mu. Paus Fransiskus, Buenos Aires, 17 Desember 1936 – sekarang

Banyak sekali pria dan wanita Kristen hidup dengan hati yang tertutup. Dalam ketertutupan hati, dari mulut mereka terucap permohonan kedua dalam Doa Bapa Kami: Datanglah Kerajaan-Mu. Sepertinya mereka memohon pada Allah: “Kami sangat membutuhkan-Mu, Bapa.

Kami membutuhkan-Mu, Yesus, Kami memerlukan Engkau, Tuhan, untuk hadir di tempat kami berada dan selama-lamanya, di tengah kami. “Datanglah Kerajaan-Mu, hadirlah Engkau di tengah kami.”  […]

Kerajaan Allah pasti memiliki daya kuasa yang besar, bahkan yang terbesar dari yang ada, tetapi bukan menurut ukuran duniawi. Inilah alasan mengapa Kerajaan-Nya tidak pernah mendapatkan suara terbanyak dan mutlak dalam pemungutuan suara.

Kerajaan-Nya seperti ragi yang dicampurkan pada tepung. Ia tidak tidak nampak dan hampir-hampir tidak ada, tetapi ia membuat adonan itu berkembang (bdk. Mat. 13:33).

Atau, Kerajaan itu seperti biji sesawi, begitu kecil, hampir tak tampak, tetapi, ia memiliki daya alami yang luar biasa besar. Seketika ia tumbuh dewasa, pohon itu menjadi yang terbesar di kebun (bdk. Mat. 13:31-32). 

Seperti itulah kodrat Kerajaan Allah, yang dapat kita rasakan dari hidup Yesus. Ia juga menjadi tanda yang tidak penting bagi orang-orang sezamannya. Kisah hidup-Nya hampir menjadi kisah yang tidak dikenal bagi para sejarahwan pada masa-Nya.

Ia melukiskan Diri-Nya sendiri sebagai ‘bulir gandum’ yang mati dalam tanah. Tetapi hanya dengan cara ini bulir itu menghasilkan ‘banyak buah’ (bdk. Yoh. 12.24).

Simbol benih sangat sesuai dan tepat. Suatu hari seorang petani menanamnya di dalam tanah, suatu tindakan yang mirip dengan penguburan. Kemudian ketika ia “pada malam hari tidur dan oada siang hari ia bangun, dan benih itu bertunas dan tumbuh, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu.” (Mrk. 4:27).

Benih yang bertunas merupakan karya Allah, bukan hasil usaha manusia yang menanamnya (bdk. Mrk. 4:27). Allah selalu mengejutkan. Syukur pada-Nya atas malam Jumat Agung diikuti oleh fajar Kebangkitan dan mampu menerangi seluruh dunia dengan pengharapan.

“Datanglah Kerajaan-Mu.” Mari kita menanam kata-kata ini di tengah dosa dan kerapuhan kita. Mari kita bagikan pula pada orang-orang yang ditaklukkan dan menyerah pada hidup, pada mereka yang lebih merasa dibenti daripada dikasihi, pada mereka yang mengalami hari-hari tanpa makna tanpa memahami mengapa terjadi.

Mari kita berikan pada mereka yang berjuang untuk keadilan, para martir di sepanjang lintasan sejarah, pada mereka yang sampai pada kesimpulan bahwa mereka berjuang tanpa imbalan dan selalu dikalahkan oleh dunia yang jahat. Kita kemudian akan merasa bahwa Doa Bapa Kami ditanggapi.

Tanggapan itu terus bergema dengan mengulang-ulang kata-kata penuh pengharapan, yang dimetaraikan oleh Roh Kudus dalam seluruh Kitab Suci, “Ya, Aku datang segera.”, dan inilah balasan Tuhan, “Aku datang segera.” Amin. Dan Gereja Allah menanggapi, “Datanglah, Tuhan, Yesus.” (bdk. Kis. 2:20).

“Datanglah Kerajaan-Mu.” seperti mengungkapkan “Datanglah, Tuhan Yesus.”

Yesus pun menjawab, “Aku datang segera.”. Lalu Yesus datang, dengan cara-Nya sendiri, setiap hari. Kita percaya akan kedatangan-Nya. Maka, ketika kita mendaraskan Doa Bapa Kami kita selalu mengucapkan, “Datanglah Kerajaan-Mu.” agar dalam hati kita merasakan jawaban-Nya, “Ya, ya, Aku datang dan segera datang.” (Audiensi Umum, Lapangan Santo Petrus, 6 Maret 2029).

Oratio-Missio

Bapa kami yang ada di surga… .  

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk mengasihi melakukan kehendak-Nya dan merawat alam lingkunganku?      

Adveniat negnum tuum – Matthaeum 6:10

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version