Selasa. Pekan Biasa I (H)
- Ibr. 2:5-12
- Mzm 8:2a.5.6-7.8-9
- Mrk 1:21b-28
Lectio
21 Mereka tiba di Kapernaum. Setelah hari Sabat mulai, Yesus segera masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar. 22 Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat.
23 Pada waktu itu di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan roh jahat. Orang itu berteriak: 24 “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.”
25 Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: “Diam, keluarlah dari padanya!” 26 Roh jahat itu menggoncang-goncang orang itu, dan sambil menjerit dengan suara nyaring ia keluar dari padanya.
27 Mereka semua takjub, sehingga mereka memperbincangkannya, katanya: “Apa ini? Suatu ajaran baru. Ia berkata-kata dengan kuasa. Roh-roh jahat pun diperintah-Nya dan mereka taat kepada-Nya.” 28 Lalu tersebarlah dengan cepat kabar tentang Dia ke segala penjuru di seluruh Galilea.
Meditatio-Exegese
Yesus segera masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar
Sinagoga, kata benda bermakna: rapat, pertemuan, komunitas. Sinagoga digunakan orang Yahudi untuk mendeskripsikan tempat atau bangunan tempat mereka berkumpul untuk mendengarkan, membaca Kitab Suci dan beribadat.
Tempat atau bangunan ini nampaknya mulai dikenal orang Yahudi pada masa pembuangan di Babel, sekitar abad 7 sebelum Masehi.
Fenomena penggunaan tempat khusus ini nampaknya tidak menyebar dengan cepat, karena pemugaran Bait Allah lengkap dengan segala fungsinya.
Pada awal abad pertama Masehi, terdapat sinagoga di kota yang dianggap penting di Palestina. Di beberapa kota di luar Palestina tempat berdomisili cukup banyak anggota komunitas Yahudi juga didirikan.
Kelak sinagoga berperan penting dalam pembaharuan Yudaisme setelah Bait Allah diruntuhkan dan tidak mungkin dibangun kembali pada tahun 70 M.
Sinagoga dirancang dalam bentuk persegi panjang dan tempat duduk harus menghadap ke kota Yerusalem. Di setiap sinagoga yang menjadi titik pusat perhatian adalah mimbar tempat Kitab Suci dibacakan dan diterangkan maknanya bagi umat.
Kapernaum terletak di bagian barat Danau Galilea dan secara tradisional masuk dalam wilayah Suku Zebulon dan Naftali. Zebulon (Kej. 30:20; 49:13) dan Naftali (Kej. 30:8; 49:21), keduanya, adalah anak-anak Yakub.
Masing-masing mendapatkan tanah pusaka di bagian utara yang berbatasan dengan daerah asing (Yos. 19:32-39).
Di kota inilah Yesus tinggal setelah meninggalkan Nazaret, desa asal-Nya (Mat. 4:13) dan menjadikannya sebagai pusat karya pelayanan-Nya. Banyak mukjizat dikerjakan Yesus di kota ini: menyembuhkan hamba perwira Romawi (Mrk. 1:5-13); menyembuhkan mertua Petrus (Mrk. 1:14-17) dan menyembuhkan orang lumpuh (Mrk. 2:1-12).
Sebagai orang Yahudi, Yesus mendaftarkan diri menjadi anggota komunitas sinagoga setempat. Di tempat itulah komunitas mengadakan ibadat dan pengajaran untuk mendengarkan sabda Allah.
Sinagoga bukan tempat untuk mempersembahkan korban, yang hanya boleh dilakukan di Bait Allah. Sinagoga ini rupanya dibangun oleh perwira Romawi yang bersimpati pada agama Yahudi dan anaknya disembuhkan Yesus (Luk. 7:5).
Yesus selalu mengajar di sinagoga. Namun para penginjil tidak menuliskan apa yang diajarkan. Barangkali Ia selalu menggunakan kesempatan itu untuk mengajarkan tentang Kerajaan Allah.
Yang tercatat dengan kuat dalam Injil adalah kesan umat setelah mendengarkan pengajaran Yesus. Mereka takjub, “Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu” (Yoh. 7:46).
Orang Farisi, ahli Taurat, dan para guru lain hanya mengutip dan menjelaskan hukum Musa. Tetapi Yesus memulai pengajaran-Nya dengan ungkapan penuh wibawa, “Aku berkata kepadamu… ”Kuasa pengajaran-Nya nampak dalam pengusiran setan, pengampunan dosa (Mrk. 2:1-12), perombakan atas adat istiadat Yahudi (Mrk. 7:1-13), misalnya.
Kerasukan roh jahat
Roh jahat atau setan (Luk. 4:33) merasuki orang dan merusak hidupnya. Ia merusak tidak hanya tubuh, tetapi juga, sesuai pandangan jaman itu, moral dan kesehatan jiwa-raga (Mrk. 1:34; 9:25).
Roh ini selalu berusaha menjauhkan manusia dari Allah. Roh itu selalu menjadikan manusia sebagai budak; budak dari konsumerisme, uang, kekuasaan, pengaruh, dan keinginan yang keinginan daging (Gal. 5:19-21).
Dan Yesus, dalam bimbingan dan kuasa Roh Kudus, mengalahkannya di gurun (Mrk. 1:12-13); tetapi mereka selalu menyingkir dan mencari kesempatan yang baik untuk datang menggoda kembali (bdk. Luk. 4:13). Maka, setiap kali berhadapan Yesus, roh jahat akan selalu melawan. “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami?” (Mrk. 1: 24).
Yang diucapkan setan merupakan ungkapan ketakutan mereka pada Yesus. Yesus memang diutus untuk mengalah dan mengikat mereka di neraka.
Tugas pengutusan Yesus dirumuskan oleh Santo Yohanes (1Yoh. 3:8), “Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu”, in hoc apparuit Filius Dei ut dissolvat opera diaboli.
Setan selalu mempunyai cara licik untuk mengelak dari kuasa Yesus. Bahkan melalui pengetahuannya itu, Yesus digoda.
Mengutip nubuat Nabi Daniel, setan berseru tentang siapa Yesus, yaitu Ia yang diurapi, Sang Mesias (Dan. 9:24).
Diam, keluarlah dari padanya
Yesus menghardik si setan untuk diam. Markus menggunakan kata φιμωθητι, phimotheti, diamlah, tenanglah. Ungkapan yang berasal dari kata dasar yang sama, φιμω, phimo, digunakan ketika Yesus menghardik angin yang menggoncangkan perahu para murid (Mrk. 4:39).
Kata ini juga digunakan untuk menenangkan binatang buas (1Kor. 9:9). Setan pun takut dan keluar dari tubuh orang itu.
Yesus tidak mau setan menyingkapkan identitas diri-Nya, karena Ia tidak ingin diperintah oleh setan (bdk. pencobaan Yesus pada Mat. 4:1-11; Luk. 4:1-113).
Katekese: Mengenal tanpa mengasihi. Santo Augustinus dari Hippo, 354-430 :
“Kata-kata yang keluar dari mulut setan menunjukkan dengan jelas bahwa mereka memiliki pengetahuan luas, tetapi mereka tidak memiliki kasih sama sekali. Mereka takut menerima penghukuman dari-Nya. Mereka tidak mengasihi kebenaran yang ada dalam diri Yesus. Ia telah membuat diri-Nya dikenali setan hingga tahap yang dikehendaki-Nya; dan Ia menghendaki dikenali hingga tahap yang tepat.
Namun, pada setan Ia tidak membiarkan diri dikenali seperti pengenalan oleh para malikat kudus, yang ambil bagian dalam keabadian-Nya. Dengan membuat mereka ketakutan, Yesus bertujuan untuk melucuti kuasa jahat yang menindas dan memaksa; kuasa itu menarik mereka yang bersedia menjadi budak dalam kerajaan dan kemuliaan yang ditentukan, yang benar-benar abadi.
Maka, Yesus tidak membiarkan diri-Nya dikenal oleh setan sebagai Sang Hidup Abadi, dan Cahaya yang menyinari para pengikut sejati-Nya.
Hati mereka dimurnikan karena iman akan Dia, sehingga mereka mampu memandang cahaya-Nya. Ia dikenal setan melalui dampak sementara kuasa-Nya, tanda kehadiran-Nya yang tersembunyi, yang mungkin tidak dapat dirasakan setan, bahkan yang paling licik sekali pun di antara mereka. Tanda itu justru dapat ditangkap oleh jiwa terlemah di antara manusia (dikutip dari City of God 9.21).
Oratio-Missio
- Tuhan, sabda-Mu penuh kuasa dan hidup. Semoga aku tak pernah ragu akan kasih dan belas kasih-Mu. Melalui sabda-Mu, bebaskanlah, sembuhkanlah dan pulihkanlah tubuh, hati dan jiwaku. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk tidak menjadi budak dari konsumerisme, uang, kekuasaan dan keinginan daging?
Obmutesce et exi de homine! – Marcum 1:25