Sabtu. Minggu V Prapaskah, Hari Biasa (U)
- Yeh. 37:21-28
- MT Yer. 31:10.11-12ab.13
- Yoh. 11:45-56
Lectio
45 Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepada-Nya. 46 Namun, beberapa di antara mereka pergi kepada orang-orang Farisi dan menceriterakan kepada mereka, apa yang telah dibuat Yesus itu.
47 Lalu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan mereka berkata, “Apakah yang harus kita lakukan? Sebab, Orang itu membuat banyak mujizat. 48 Apabila kita biarkan Dia, semua orang akan percaya kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan merampas tempat suci kita serta bangsa kita.”
49 Namun, seorang di antara mereka, imam besar pada tahun itu, berkata kepada mereka, “Kamu tidak tahu apa-apa, 50 dan kamu tidak insaf bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa.”
51 Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai imam besar pada tahun itu ia bernubuat bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, 52 dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai. 53 Mulai dari hari itu mereka sepakat untuk membunuh Dia.
54 Karena itu Yesus tidak tampil lagi di muka umum di antara orang-orang Yahudi, Ia berangkat dari situ ke daerah dekat padang gurun, ke sebuah kota yang bernama Efraim, dan di situ Ia tinggal bersama-sama murid-murid-Nya.
55 Pada waktu itu hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat dan banyak orang dari negeri itu berangkat ke Yerusalem untuk menyucikan diri sebelum Paskah. 56 Mereka mencari Yesus dan sambil berdiri di dalam Bait Allah, mereka berkata seorang kepada yang lain, “Bagaimana pendapatmu? Akan datang jugakah Ia ke pesta?”
Meditatio-Exegese
Ada yang pergi kepada orang Farisi dan menceriterakan apa yang telah dibuat Yesus
Yesus mengarahkan mata ke Yerusalem, sadar sepenuhnya akan apa yang akan dialami dan menimpa diri-Nya (Luk. 9:51; Yes. 50:7). Pembangkitan Lazarus dari kematian, tanda, semeion ketujuh yang dibuat-Nya, ditanggapi secara berbeda.
Bagi sementara orang, mereka menjadi percaya bahwa Ia adalah sungguh benar dari Allah. Tetapi, bagi sementara yang lain, Yesus dianggap penghasut, penyesat dan penghujat Allah.
Dari antara sekian orang yang melayat di rumah keluarga Lazarus, Marta dan Maria, ada yang melaporkan kepada kaum Farisi. Ia melaporkan peristiwa Yesus membangkitkan Lazarus yang telah empat hari mati itu.
Peristiwa ini pasti mengguncangkan sistem sosio-religius yang mereka bangun. Kalau Ia melakukan mujizat, Ia pasti berasal dari Allah dan tindakan-Nya direstui Allah.
Kalau Yesus benar datang dari Allah, banyak orang akan meninggalkan para pemimpin agama dan berbalik pada Yesus. Maka, Bait Allah ditinggalkan.
Saat agama menjejali penganutnya dengan rincian perintah dan larangan, ia dicampakkan. Manusia tidak lagi menjadikan Allah menjadi sumber sukacita. Ia harus ‘dijijakkan’ melalui pemenuhan hukum dan peraturan adat istiadat.
Dalam sidang Sanhedrin, majelis agama Yahudi, terungkap kecemasan dan kekhawatiran. Para pemimpin umat cemas, karena makin banyak orang percaya kepada Yesus. Mereka mulai kehilangan kendali atas pengajaran agama.
Terlebih, kegoncangan dan gejolak sosial di tengah masyarakat pasti dijawab secara militer oleh penguasa Romawi. Kekaisaan Romawi tidak pernah membiarkan munculnya bibit pemberontakan, seperti terjadi tahun 64 SM (bdk. Kis. 5:35-37).
Kata mereka, “Apakah yang harus kita buat? Sebab orang itu membuat banyak mujizat. Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita.” (Yoh. 11:47-48).
Lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita
Di tengah kecemasan dan kekhawatiran, para pemimpin agama tidak menilik dan meneliti kehendak Allah. Mereka lupa membaca kehendak Allah dalam Kitab Suci, seperti nubuat Nabi Yehezkiel.
Nabi Yehezkiel, di saat kepedihan karena pembuangan di Babel, menyalakan harapan umat yang ditindas dengan menubuatkan bahwa Allah akan mentahirkan mereka dari dosa. Saat Allah menjadikan mereka suci kembali, mereka menjadi umat-Nya dan Allah menjadi Allah mereka.
Dan hamba-Nya, Daud, menjadi gembala dan raja mereka satu-satunya. Maka, mereka hidup menurut peraturan dan ketetapan-Nya dengan setia. Inilah perjanjian damai dan kekal antara Allah dengan mereka (bdk. Yeh. 37:21-28).
Harapan Nabi Yehezkiel yang menyala-nyala sepertinya padam di tangan Imam Agung Kayafas, saat ia berkata, “Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa” (Yoh. 11:49-50). Imam agung itu lebih memilih kematian dari pada kebenaran dan hidup.
Santo Yohanes justru memberi komentar tentang bagaimana Allah terus berkarya. Tangan setan dan kepicikan hati manusia berusaha menghalangi rencana-Nya. Tetapi, semua rekayasa gagal menghadang rencana keselamatan Allah.
Santo Yohanes mencatat, “Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai.” (Yoh. 11:51-52).
Mulai saat itu majelis agama menaruh perhatian besar pada Yesus. Ia makin banyak diikuti orang. Terlebih, ketakutan akan penumpasan seluruh bangsa oleh pemerintahan Kekaisaran Romawi terus melingkupi pikiran mereka.
Selanjutnya, mereka berupaya untuk mencari cara menangkap dan membunuh Lazarus dan Yesus. Melalui tanda yang dibuat-Nya terbukalah lebar-lebar gerbang menuju pemuliaan dan peninggian diri-Nya di kayu salib (Yoh. 3:14; 12:32). Dan nubuat Nabi Yehezkiel makin lama makin menjadi nyata.
Nubuat Nabi Yehezkiel tidak gagal, tetapi dipenuhi dalam umat Perjanjian Baru yang didirikan Yesus di atas batu karang, Petrus, ekklesia, Gereja (Mat. 16:18-19). Gereja-Nya, yang satu, kudus, katolik dan apostolik, menghimpun seluruh manusia dari pelbagai bangsa dan bahasa, tanpa sekat buatan manusia.
Bagaimana pendapatmu? Akan datang jugakah Ia ke pesta?
Para pemimpin bangsa Yahudi telah mengincar kematian Yesus. Maka, Ia sudah tidak dapat lagi tampil terang-terangan, harus menyembunyikan diri, terutama bila harus pergi ke Bait Allah.
Lalu, “Ia berangkat dari situ ke daerah dekat padang gurun, ke sebuah kota yang bernama Efraim, dan di situ Ia tinggal bersama-sama murid-murid-Nya.” (Yoh. 11:54).
Sementara itu, pesta di Hari Raya Paskah Yahudi makin dekat. Pada saat seperti ini, selalu setiap tahun, penduduk Yerusalem meningkat padat, hingga tiga kali lipat daripada hari biasa. Kota penuh karena kedatangan para peziarah dari pelbagai penjuru angin.
Banyak orang yang datang dan berkumpul di Bait Suci saat Yesus mengajar tahu ancaman yang akan menimpa Yesus. Maka, di antara mereka pun juga saling bertanya (Yoh. 11:56), “Bagaimana pendapatmu? Akan datang jugakah Ia ke pesta?”, Quid videtur vobis? Numquid veniet ad diem festum?
Benar, Yesus akhirnya datang dalam pesta perayaan hari besar mereka. Ia tidak takut menghadapi situasi paling buruk saat ambil bagian dalam pesta di rumah Bapa-Nya, Bait Allah.
Dalam sekejap pesta itu segera berubah menjadi pesta bersimbah darah. Tetapi, kemudian diubah-Nya menjadi pesta untuk kemenangan atas dosa dan maut pada Paskah Kristus.
Dan, pada saat Injil Yohanes ditulis pada akhir abad pertama Masehi, komunitas pengikut Yesus hidup dalam situasi pengejaran pada masa pemerintahan Kaisar Domitianus, dari tahun 81 hingga 96.
Pada masa itu komunitas pengikut Yesus yang harus saling melayani satu dengan yang lain. Mereka harus hidup secara sembunyi-sembunyi, tetapi tidak pernah takut untuk bersaksi akan sabda, hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.
Katekese
Penyaliban selalu dihayati. Santo Augustinus dari Hippo, 354-430:
“Penyaliban merupakan kisah yang harus terus berlanjut sepanjang hidup kita, tak hanya selama empat puluh hari, walau Musa, Elia dan Kristus berpuasa selama empat puluh hari.
Kita diminta untuk belajar dari mereka untuk tidak terlekat pada dunia saat ini atau meniru apa yang dikatakan dunia, tetapi harus menggantung diri kita yang selalu memberontak melawan Allah di kayu salib.” (Sermon 205,1).
Oratio-Missio
Tuhan, semoga aku selalu menjadi murid-Mu yang selalu bersedia menjadikan hidupku seperti yang Engkau kehendaki. Dengan cara itu, Engkau mengijinkan aku ambil bagian dalam kemenangan dan kemuliaan-Mu. Amin.
- Apa yang perlu kulakukan apabila imanku ditantang untuk kutanggalkan?
Quid videtur vobis? Numquid veniet ad diem festum? – Ioannem 11:56