Home BERITA Lectio Divina 14.08.2023 – Diserahkan Kepada Tangan Manusia

Lectio Divina 14.08.2023 – Diserahkan Kepada Tangan Manusia

0
Pajak Bait Allah, by Vatican News

Senin. Peringatan Wajib Santo Maximilianus Maria Kolbe (M)  

  • Ul. 10:12-22
  • Mzm. 147:12-13.14-15.19-20
  • Mat. 17:22-27

Lectio

22 Pada waktu Yesus dan murid-murid-Nya bersama-sama di Galilea, Ia berkata kepada mereka: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia 23 dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” Maka hati murid-murid-Nya itupun sedih sekali.

24 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah pemungut bea Bait Allah kepada Petrus dan berkata: “Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?” 25  Jawabnya: “Memang membayar.” Dan ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan: “Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?”

26 Jawab Petrus: “Dari orang asing!” Maka kata Yesus kepadanya: “Jadi bebaslah rakyatnya. 27 Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.”

Meditatio-Exegese

Sunatlah hatimu dan janganlah lagi kamu tegar tengkuk

Allah menunjukkan kasih-Nya pada Israel, “Hanya oleh nenek moyangmulah hati TUHAN terpikat sehingga Ia mengasihi mereka, dan keturunan merekalah, yakni kamu, yang dipilih-Nya dari segala bangsa, seperti sekarang ini.” (Ul. 10:15; bdk. Ul. 7:7). Ia mengasihi bukan karena jasa, pencapaian atau usaha manusia.

Ia hanya meminta tiap pribadi menjadi rendah hati, tidak tegar tengkuk, dan setia melakukan kehendak-Nya.  Kehendak-Nya juga sangat sederhana: memperhatikan dan melayani kaum miskin, seperti dilakukan Allah.

Ia tidak memandang bulu ataupun menerima suap, membela hak anak yatim dan janda dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing dengan memberikan kepadanya makanan dan pakaian (Ul. 10:17-19; bdk. Mal. 3:5; Yak. 1:26-27).

Mengikuti yang dilakukan-Nya menjadi cara untuk mengungkapkan sikap batin ‘takut akan Allah’. Sedangkan hati yang tak bersunat menunjukkan hati yang keras seperti batu.

Pribadi yang memiliki sikap hati yang membatu tidak pernah membuka dirinya untuk menjawab panggilan Allah. Dengan kata lain ia tidak memiliki sikap batin ‘takut akan Allah’.

Ungkapan ‘hati yang bersunat’ dan ‘hati yang tak bersunat’ sering dijumpai dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, misalnya: Ul. 30:6; Yer. 4:4; Kis. 7:51; Rm. 2:29. Dalam tradisi Kristiani, hati yang bersunat melambangkan pembaptisan.

Aphraates, bapa Gereja dari Persia, abad ke-4, menulis. Mereka yang hatinya bersunat hidup dan disunat dengan air sungai Yordan yang baru, yakni pembaptisan untuk pengampunan dosa. […]

Yesus, Juruselamat kita, melaksanakan sunat ini kedua kali melalui sunat hati atas mereka yang percaya pada-Nya dan dibersihkan dalam pembaptisan. […] Yoshua, anak Nun, memimpin umat masuk dalam tanah terjanji.

Yesus, Juruselamat kita, menjajikan tanah yang hidup pada mereka yang siap menyeberang Yordan sejati, mereka yang percaya dan memberikan hati untuk disunat.” (Demonstrationes, 11).

Anak Manusia

Saat menyampaikan nubuat kedua bahwa Ia akan diserahkan kepada para pemimpin, disiksa, dibunuh dan dibangkitkan  pada hari ketiga, Yesus mengenakan gelar Anak Manusia. 

Bagi orang Yahudi hukuman mati dilakukan dengan perajaman dan penyaliban bagi orang Romawi. Cara terakhir merupakan hukuman paling kejam dan penyiksaaan paling hina bagi para penjahat.

Dan Yesus sendiri mengenakan gelar Anak Manusia, suatu gelar yang mengacu pada penglihatan nabi Daniel, “Aku terus melihat … seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya.  

Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja … kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya… tidak akan musnah” (Dan. 7:13-14).

Mesias, Anak Manusia, menempuh jalan “Hamba Allah yang menderita”, seperti nubuat Nabi Yesaya. Ia menjadi silih atas dosa dan memulihkan hubungan manusia dengan Allah melalui sengsara dan wafatNya (bdk. Yes. 53).

Dalam Yoh. 1:29  (bdk. Yes. 53:56-57) Yohanes Pembaptis menggambarkan Yesus sebagai “Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia.”, Ecce agnus Dei, qui tollit peccatum mundi.

Penginjil Yohanes menggunakan bentuk kata benda tunggal dosa, peccatum untuk mengacu pada seluruh dosa yang dilakukan semua manusia, tanpa kecuali.

Ketika Yesus dengan suka rela menyerahkan hidup-Nya, Ia menjadi tebusan bagi manusia (bdk. 1Tim.  2:6). Para rasul hanya menanggapi nubuat itu dengan perasaan sedih (Mat. 17:23).

Supaya jangan kita menjadi batu sandungan

Ketika rombongan Yesus dan para murid sampai di Kapernaum, pemungut cukai Bait Allah mendatangi mereka. Petrus ditanya apakah Gurunya membayar pajak atau tidak. Jawabnya, ”Memang membayar.”

Sebagai orang Yahudi, Yesus memenuhi setiap rincian hukum yang berlaku.

Sebenarnya, adalah di luar kelaziman bila Yesus, Anak Allah yang bersemayam di Bait Allah, harus membayar pajak. Pembayaran pajak Bait Allah telah dipraktikan sejak abad ke-5 SM, setelah bangsa Yahudi kembali dari pembuangan Babel.

Mereka membutuhkan biaya untuk membangun kembali Bait Allah. Maka, pajak itu digunakan untuk pembangunan, perawatan Bait Allah dan pelayanan para imam (Neh 10:32-40). Pajak yang ditarik adalah pajak kepala sebesar dua dirham, setara dengan upah kerja buruh sehari.

Percakapan antara Yesus dengan Petrus tentang pajak terasa ganjil. Barangkali, percakapan ini terjadi di antara jemaat Kristen Yahudi yang dibina Santo Matius setelah peristiwa penghancuran Bait Allah pada tahun 70.

Ketika mereka sudah bersantai di rumah, Yesus bertanya, “Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?” Jawab Petrus, “Dari orang asing.”

Maka kata Yesus kepadanya, “Jadi bebaslah rakyatnya.” Teks TB menggunakan ungkapan rakyat; sedangkan teks Latin Vulgata, yang resmi digunakan Gereja, digunakan kata filii, anak-anak. Mereka bertanya pada diri sendiri tentang kewajiban membayar pajak Bait Allah, seperti yang biasa mereka lakukan sebelum menjadi murid Yesus.

Mereka, akhirnya, menemukan jawaban atas kewajiban membayar pajak : “Jadi bebaslah anak-anak.” Anak-anak adalah para murid Yesus, umat Kristiani. Maka, walaupun tidak ada kewajiban membayar pajak, tiap murid disarankan melakukannya untuk kebaikan bersama dan supaya tidak menimbulkan batu sandungan.

Bahkan, solusi yang ditawarkan pun melampaui tolok ukur manusiawi: membayar pajak supaya tidak menjadi batu sandungan dan pajak yang dibayarkan bahkan lebih, empat dirham (Mat. 17:27).

Kewajiban membayar pajak menjadi landasan ketaatan pada pemerintahan yang menaungi jemaat Kristus di mana pun (bdk. Rm. 13:1-7). Kewajiban pemerintah adalah menjamin kesejahteraan umum, dan jemaat berpartisipasi mewujudkannya bersama dengan semua yang berkehendak baik.

Akan tetapi, perlulah keteguhan sikap untuk terus menolak penyelewengan yang melanggar prinsip kesejahteraan bersama.

Katekese

Yesus berbicara tentang kematian dan kebangkitan. Origenes dari Alexandria, 185-254:

Menurut saya, kita memiliki kewajiban untuk menimbang hal ini juga: bahwa Yesus diserahkan ke dalam tangan manusia, bukan oleh manusia ke dalam tangan manusia, tetapi oleh kuasa yang kepadanya Bapa menyerahkan Anak-Nya demi kita semua.

Dalam tiap tindak pemerdekaan dan pembebasan dari kuasa yang dimiliki mereka, Yesus, “menghancurkan dia yang memiliki kuasa atas kematian”.

Karena “melalui kematian ia menghancurkan dia yang memiliki kuasa atas maut, yaitu, setan dan membebaskan semua yang karena takut akan maut ditaklukkan pada perbudakan seumur hidup.” (dikutip dari Commentary On Matthew 13.8)

Oratio-Missio

Tuhan, kematian-Mu membawa hidup dan kemerdekaan. Bimbinglah aku untuk selalu mencari kebenaran dan menolak apa pun yang berlawanan dengan kehendak-Mu. Amin.

Filius Hominis tradendus est in manus hominum et occident eum et tertio die resurget et contristati sunt vehementer – Matthaeum 17:22-23

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version