Home KITAB SUCI & RENUNGAN HARIAN Lectio Divina 14.11.2023 – Kami Melakukan yang Harus Kami Lakukan

Lectio Divina 14.11.2023 – Kami Melakukan yang Harus Kami Lakukan

0
Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna, by Vatican News

Selasa. Pekan Biasa XXXII (H)

  • Keb. 2:23-3:9
  • Mzm. 34:2-3.16-17.18-19
  • Luk. 17:7-10

Lectio

7 “Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! 8 Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu:

Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum.

9 Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?

10 Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”

Meditatio-Exegese

Orang-orang Farisi mencemoohkan Dia

Dalam perjalanan menuju Yerusalem, Yesus berjumpa dengan orang Farisi. Mereka tidak hanya bersungut-sungut, karena Ia menerima pendosa dan pemungut cukai (Luk. 15:1-2).

Tetapi juga Ia makan bersama mereka yang disingkirkan. Makan bersama menandakan Yesus sadar bahwa Ia datang untuk merengkuh, menyelamatkan dan memulihkan citra mereka sebagai citra Allah (Kej 1:27).

Selanjutnya, mereka mencemooh-Nya (Luk. 16:14). Santo Lukas menggunakan kata εξεμυκτηριζον, exemukterizon, membuang ingus dari hidung; secara figuratif bermakna: mengusir, mencampakkan, atau nyebratake (Jawa).

Kaum Farisi dikenal sebagai orang yang suka berbuat baik, bahkan tanpa cela menjalankan perintah Taurat dan kebiasaan para leluhur hingga rincian paling kecil. Mereka melakukan 613 butir perintah pokok.

Justru karena setia melakukan perintah Taurat, mereka merasa berhak atas surga. Maka, dalam doa, wajar apabila dalam berdoa mereka membuat daftar kebaikan yang mereka lakukan.

Inilah doa mereka, “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan seper sepuluh dari segala penghasilanku.” (Luk. 18:11-12).

Dengan cara hidup tanpa cela, mereka merasa, seolah-olah, Allah berutang pada mereka. 

Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan

Menggunakan perumpamaan tentang hamba yang berbakti, Yesus menegaskan bahwa Allah tidak dalam posisi berhutang  jasa pada manusia.  Justru manusia harus menempatkan diri sebagai pelayan Allah, seperti Yesus datang “bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani.” (Mat. 20:28).

Pelayanan kepada Allah dan kepada manusia selalu bersifat suka rela dan berasal dari kemurahan hati, ex abundatia cordis. Maka pelayanan ini selalu penuh pengorbanan, murah hati dan tidak mencari keuntungan untuk diri sendiri.

Bagaimana kita melayani Allah dan “saudaraKu yang paling hina ini” (Mat. 25:40)? Santo Yohanes bersaksi (1Yoh. 4:16), “Allah adalah kasih.”, Deus caritas est.

Allah adalah Sang Pencipta kehidupan dan sumber seluruh relasi kasih persudaraan. Ia menghembuskan nafas kehidupan dan Roh Kudus (Kej. 2:7; Yoh. 20:22). Dan Roh yang sama memenuhi hati dengan kasih tak terbatas dan memampukan kita mengasihi sesama (Rm. 5:5).

Maka sebagai hamba, tiap pribadi mengikatkan pinggang dan melayani-Nya serta melakukan  segala sesuatu yang ditugaskan (Luk. 17:8.10). “Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.” (1Yoh. 4:12).

Allah menghormati hamba yang setia dan mengasihi serta melayani sesama dengan murah hati. Ia selalu siap berkarya di dalam diri dan melalui kita demi kemuliaan-Nya. Kasihnya selalu mendorong masing-masing murid-Nya untuk melakukan apa yang terbaik bagi-Nya. 

Pada-Nya kita berseru (Luk. 17:10), Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”, Servi inutiles sumus; quod debuimus facere, fecimus.

Katekese

Kita dipanggil untuk melayani dengan rendah hati. Santo Abrosius dari Milan, 339-397 :

“Kalian tidak berkata pada pembantumu, “Duduklah,” tetapi meminta pelayanan yang lebih darinya dan tak pernah ada ucapan terima kasih padanya. Tuhan juga tidak mengizinkan seseorang bekerja atau melayanimu, karena sepanjang waktu kita hidup, kita harus bekerja senantiasa.

“Sadarilah bahwa kalian  adalah seorang pelayan yang dipenuhi dengan banyak kewajiban. Kalian harus pertama-tama mengatur diri sendiri, karena kalian dipanggil sebagai anak Allah. Rahmat harus diakui, tetapi kodrat tidak boleh tak diperhatikan.

Jangan menyombongkan dirimu sendiri jika kamu telah melayani dengan baik, seperti yang seharusnya kamu lakukan. Matahari patuh dan bulan diberi tugas untuk berguna (Yos. 10:12-13; Bar. 6:59), dan para malaikat melayani.

Mari kita tidak menuntut pujian untuk diri kita sendiri atau tidan menghindari pengadilan Allah dan mengantisipasi hukuman itu, karena ada masanya sendiri dan Sang Hakim.” (Exposition of The Gospel Of Luke 8.31-32).

Oratio-Missio

Tuhan, penuhilah hatiku dengan kasih, syukur dan kemurahan hati. Jadikanlah aku pelayan-Mu yang setia dan murah hati. Amin.         

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk selalu memberikan yang terbaik dariku untuk mereka yang kulayani?

Servi inutiles sumus; quod debuimus facere, fecimus – Lucam 17:10  

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version