Home BERITA Lectio Divina 15.06.2023 – Tahan Amarah dan Segera Berdamai

Lectio Divina 15.06.2023 – Tahan Amarah dan Segera Berdamai

0
Satu titikpun tidak akan ditiadakan, by Vatican News

Kamis. Hari Biasa. Pekan Biasa X (H)

  • 2Kor. 3:15-4:1,3-6
  • Mzm. 85:9ab-10.11-12.13-14
  • Mat. 5:20-26

Lectio

20 Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. 21 Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum.

22 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.

23 Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, 24 tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.

25 Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara.

26 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.

Meditatio-Exegese

Jika hidup keagamaanmu

Yesus menuntut tiap murid untuk mewujud nyatakan kebenaran, apabila ia ingin masuk dalam Kerajaan Surga. Tuntutan Yesus menjadi lebih jelas ketika teks Yunani dibaca, λεγω γαρ υμιν οτι εαν μη περισσευση η δικαιοσυνη υμων πλειον των γραμματεων και φαρισαιων, lego gar humin hoti ean me perisseuse he  dikaiosune humon pleion ton grammateon kai pharisaion.

Secara harafiah dialih bahasakan, “Aku berkata kepadamu, bahwa kecuali kebenaranmu tidak mengatasi [keadilan] dari ahli Taurat dan orang Farisi.” 

Dalam teks Latin yang diakui Gereja Katolik tertulis, Nisi abundaverit iustitia vestra plus quam scribarum et pharisaeorum, non intrabitis in regnum caelorum.

Bila diterjemahkan, “Jika keadilanmu tidak lebih berlimpah dari pada milik ahli Taurat dan orang Farisi, kalian tidak akan masuk Kerajaan Surga.”

Melaksanakan kebenaran, δικαιοσυνη, dikaiosune, berasal dari dikaios, bermakna: orang dibenarkan bila melakukan kehendak Allah. Maka, bekas orang jahat pasti lebih baik dari pada bekas orang benar.

Nabi Yehezkiel menjelaskan, “Tetapi jikalau orang fasik bertobat dari segala dosa yang dilakukannya dan berpegang pada segala ketetapan-Ku serta melakukan keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup, ia tidak akan mati.” (Yeh 18:21).

Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita.

Yesus mengulangi sabda itu lima kali (Mat. 5:21.27.33.38.43). Sebelumnya Ia bersabda, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” (Mat 5:17).

Sikap Yesus terhadap Hukum Taurat sangat jelas. Ia tak hanya mematahkan seluruh penafsiran yang keliru. Tetapi juga menjamin tujuan pelaksanaannya agar sesuai dengan kebenaran.

Maka, tiap murid-Nya melaksanakan keadilan yang lebih penuh, kasih.  

Jangan membunuh

Tertulis hukum, “Jangan membunuh.” (Kel. 20:13). Untuk melaksanakan hukum ini sepenuh-penuhnya, para murid Yesus tidak hanya menghindari tindakan menghilangkan nyawa orang.

Ia harus membunuh segala dorongan jiwa yang menjauhkannya dari Allah, menghancurkan diri dan sesama serta alam. Dorongan yang tak teratur meluluh lantakkan seluruh sendiri kehidupan.  

Sabda-Nya, “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.” (Mat. 15:19).

Jika engkau mempersembahkan persembahanmu

Allah menghendaki ibadat sejati. Ia menerima ibadat manusia, bila ia selalu hidup berdamai dengan sesama dan alam semesta.

Nabi Hosea menggemakan kehendak Allah (Hos. 6:6), “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.”, quia caritatem volo et non sacrificium, et scientiam Dei plus quam holocausta.

Sebelum penghancuran Bait Allah pada tahun 70, jemaat Kristiani dari bangsa Yahudi masih berziarah dan mempersembahkan korban bakaran di altar Bait Allah. Mereka tetap mengingat sabda ini.

Namun, pada sekitar tahun 80, saat Santo Matius menulis Injil, Bait Allah dan altar sudah tidak ada lagi. Komunitas dan perayaan yang diselenggarakan oleh komunitas iman menjadi Bait Allah dan Altar Allah.

Segeralah berdamai

Komunitas iman yang dibina Santo Matius kebanyakan berasal dari kaum Yahudi dan beberapa dari bangsa lain. Gesekan dan konflik sering terjadi dalam perjumpaan dan pergaulan di antara mereka.

Ada orang yang ingin menekankan pelaksanaan Hukum Taurat sebelum menjadi Kristen, tetapi ditentang. Tidak ada seorang pun yang mau mengalah dari yang lain. Tanpa dialog.

Santo Matius mengingatkan jemaat akan situasi yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Ia menghendaki penerimaan dan pemahaman. Allah tidak akan mengampuni dosa, apabila orang tidak mau mengampuni sesamanya.

Maka segeralah berdamai dengan saudaramu. Sabda-Nya, “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Mat. 6:13-14).

Katekese

Tolong, terima kasih, maaf. Paus Fransiskus, Buenos Aires, 17 Desember 1936:

“Kasih persahabatan menyatukan seluruh aspek hidup perkawinan dan membantu anggota keluarga untuk bertumbuh terus-menerus. Maka, kasih ini haruslah diungkapkan terus-menerus dengan bebas dan murah hati dalam kata-kata dan tindakan.

Dalam keluarga, tiga kata perlu digunakan. Saya ingin mengulangi ini! Tiga kata: ‘Tolong’, ‘Terima kasih’, ‘Maaf’. Tiga kata penting. 

“Di dalam keluarga kita ketika kita tidak menekan dan bertanya: ‘Bolehkah?’; dalam keluarga kita ketika kita tidak egois dan belajar mengatakan: ‘Terimakasih.’; dan dalam keluarga kita ketika seseorang menyadari bahwa dia melakukan kesalahan dan mampu berkata: ‘Maaf.’

Maka keluarga kita akan mengalami damai dan sukacita. Janganlah kita pelit menggunakan kata-kata ini, namun terus mengulang-ulanginya, setiap hari.

Sebab berdiam diri itu membebani, bahkan walau hanya kadang kala saja terjadi di dalam keluarga, antara suami dan isteri, antara orangtua dan anak-anak, di antara saudara kandung.  Kata-kata yang tepat, diucapkan pada waktu yang tepat, melindungi dan merawat kasih setiap hari.” (Seruan Apostolik Amoris Laetitia, 133)

Oratio-Missio

Tuhan, ketika hatiku beku, cairkanlah, agar aku berbelas kasih, suka mengampuni dan selalu setia melakukan perintah-Mu. Amin.

  • Apa yang perlu kulakukan agar aku menjadi benar di hadapan Allah dan alam ciptaan-Nya?

Nisi abundaverit iustitia vestra plus quam scribarum et pharisaeorum, non intrabitis in regnum caelorum – Matthaeum 5:20

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version