Sabtu. Minggu X, Hari Biasa (H)
- 1Raj. 19:19-21
- Mzm. 16:1-2a.5.7-8.9-10
- Mat. 5:33-37
Lactio
33 Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. 34 Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, 35 maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar;
36 janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambutpun. 37 Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.
Meditatio-Exegese
Kamu telah mendengar… tetapi Aku berkata kepadamu…
Bacaan Injil hari menyajikan perintah, “Jangan bersumpah palsu.” Yesus membaca ulang perintah ini seperti kehendak Allah, yang disingkapkannya berabad-abad yang lampau di Gunung Sinai. Perikop ini melanjutkan pembacaan ulang Yesus atas atas perintah “Jangan membunuh.” (Mat. 5:20-26).
“Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan.” Berabad-abad umat Israel berpegang teguh pada perintah itu. Bahkan ditambah juga dengan perintah bahwa seseorang harus bersumpah demi namaNya (bdk. Ul. 6:13; Ul. 10:20).
Kepada Allah pemazmur mengidungkan madah, “Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu.” (Mzm. 24: 4). Demikian juga, ketika seseorang melakukan sumpah kepada Allah, ia harus segera melaksanakan dan tidak boleh menunda-nunda (Pkh. 5:3-4), karena orang akan memegang kata-katanya.
Tradisi hidup bersama manusia ternyata ditopang oleh penemuan atas sumpah. Untuk memperkuat bobot kata seseorang agar layak dipercaya, ia bersumpah demi seseorang atau sesuatu yang jauh lebih berkuasa atas dirinya dan ia berwenang menjatuhkan hukuman bila apa yang dikatakan tidak dipenuhi. Sumpah terus saja berlangsung hingga kini.
Dalam Gereja dan masyarakat, selalu tersedia waktu dan kesempatan bagi seseorang untuk mengucapkan sumpah atau janji. Tetapi juga muncul ungkapan ketidak percayaan atas sumpah yang diangkat seseorang. Ketidak percayaan itu muncul karena kepalsuan.
“Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi…” Dalam tradisi Yahudi sumpah ada bermacam-macam rumusah sumpah. Yesus ingin membebaskan para murid-Nya dari kungkungan pelbagai macam macam jenis rumusan sumpah demi langit, karena langit adalah takhta Allah; demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya (bdk. Yes. 66: 1; 1Taw. 28:2).
Sumpah demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar (Mzm. 48:2), bahkan kalau tidak menghadap ke Yerusalem, sumpah dianggap tidak sah; atau pun janganlah bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambut pun.
Sumpah demi… atau demi… sering kehilangan makna karena sangat mudah seseorang ingkar janji atau cedera janji. Yesus ingin membebaskan para muridnya dari sikap tidak mau berpegang janji.
Maka kepada para murid-Nya, Ia bersabda (Mat. 5:37), “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.”, Sit autem sermo vester: “Est, est”, “Non, non”; quod autem his abundantius est, a Malo est.
Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak
Yesus menuntut para murid-Nya untuk secara radikal dan total bertindak jujur. Di luar kejujuran berasal dari Setan. Tidak kurang dan tidak lebih.
Bertindak jujur menghadapkan orang pada tolok ukur keadilan tertinggi, seperti dituntut Yesus (Mat. 5:48), “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.”, Estote ergo vos perfecti, sicut Pater vester caelestis perfectus est.
Kejujuran membebaskan manusia dari sikap melecehkan Allah karena sumpah demi namaNya, demi langit, demi Yerusalem dan demi kepala sendiri. Manusia tidak berkuasa atas keempat hal tersebut. Bila sumpah dicederai, ia melanggar perintah: Janganlah menyebut nama Tuhan, Allahmu, dengan sembarangan (Kel. 20:7).
Ketika seseorang bersumpah atau berjanji sebenarnya ia mengikatkan diri dengan Yesus. Dengan mengikatkan diri pada-Nya, ia membiarkan Yesus menuntun ke tempat yang dikehendaki-Nya. Mungkin bisa melalui kematian seperti yang dialami Petrus (bdk. Yoh. 21:18-19).
Ketika orang melanggar sumpah atau janji, ia membiarkan dirinya mengikuti kemauannya sendiri menuju kebinasaan. Melalui Nabi Yesaya (Yes. 55:8) Allah bersabda, “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku.”, Non enim cogitationes meae cogitationes vestrae neque viae vestrae viae meae.
Katekese
Cahaya Kebenaran. Santo Chromatius, wafat 406:
“Oleh kasih karunia pengajaran Injil, hukum yang diberikan Musa mencapai kepenuhan makna. Hukum mengatur bahwa seseorang dilarang bersumpah palsu; tetapi menurut Injil, orang harus tidak bersumpah sama sekali.
Roh Kudus telah mengetahui kebenaran, dan melalui Salomo, Ia bersabda, “Jangan membiasakan mulutmu bersumpah.” (Sir. 23: 9). Selanjutnya, “Orang yang banyak bersumpah akan penuh dengan kefasikan, dan cemeti tidak akan lenyap dari rumahnya. Kalau bersalah ia dibebani dosanya sendiri.” (Sir. 23:11).
Oleh karena itu sangat tidak pantas bagi kita untuk bersumpah. Apa gunanya bagi kita untuk bersumpah ketika kita tidak diperbolehkan berbohong sama sekali dan kata-kata kita harus selalu benar dan dapat dipercaya; bukankan kata-kata kita disetarakan dengan sumpah?
Tentang ini, Tuhan tidak hanya melarang kita untuk bersumpah palsu tetapi bahkan bersumpah, jangan sampai kita tampak mengatakan kebenaran hanya ketika kita bersumpah dan jangan sampai, sementara kita harus jujur dalam setiap kata kita, kita pikir tidak apa-apa berbohong ketika kita tidak mengambil sumpah.
Maka, inilah tujuan sumpah: Setiap orang yang bersumpah bersumpahlah atas kebenaran fakta dan kebenaran kata-katanya. Karena itu Tuhan menghendaki adanya perbedaan antara sumpah dan ucapan kita sehari-hari.
Bahkan, bila tidak setia memegang sumpah, kata-kata kita tidak boleh mengandung kebohongan. Karena bersumpah palsu dan berbohong dihukum dengan penghakiman ilahi, seperti sabda-Nya, “mulut yang berdusta mematikan orang.” (Keb. 1:11).
Jadi siapa pun yang mengucapkan kebenaran bersumpah, karena ada tertulis, “Saksi yang setia tidak berbohong,” (Ams. 14: 5).” (Tractate On Matthew 24.2.2–4).
Oratio-Missio
Tuhan, jagalah lidahku, agar aku tidak mengeluarkan kata-kata kotor dan palsu; atau berkata benar, tetapi tidak berbelas kasih. Amin.
- Apa yang perlu kulakukan untuk selalu hidup benar?
Sit autem sermo vester: “Est, est”, “Non, non”; quod autem his abundantius est, a Malo est – Matthaeum 5:37