Home BERITA Lectio Divina 16.04.2023 – Cara Hidup dalam Persekutuan Iman

Lectio Divina 16.04.2023 – Cara Hidup dalam Persekutuan Iman

0
Tuhanku dan Allahku, by Ronald Raab, CSC

Minggu. Hari Minggu Paskah II. Minggu Kerahiman Ilahi (P) 

  • Kis. 2:42-47
  • Mzm. 118:2-4,13-15,22-24
  • 1Ptr. 1:3-9
  • Yoh. 20:19-31

Lectio (Yoh. 20:19-31)

Meditatio-Exegese

Bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan, memecahkan roti dan berdoa

Santo Lukas menggali informasi tentang mengapa jemaat yang mengikuti Kristus menarik perhatian banyak orang. Mereka disukai banyak orang dan jumlah mereka semakin lama semakin banyak tiap hari (Kis. 2:47).

Informasi itu lalu dikonfirmasi validitasnya dan ditulis dalam tiga cara hidup jemaat Gereja Perdana (Kis 2:42-47; 4:32-35; 5:12-16).

Pada bagian pertama dikisahkan tentang hidup jemaat yang berpusat pada pengajaran para Rasul dan liturgi Ekaristi (Kis. 2:42); pada bagian kedua disajikan spiritualitas yang dihayati jemaat, sehati dan sejiwa.

Terakhir, penghormatan yang mereka terima dari jemaat lain atas peri hidup yang suci,  kesediaan mereka untuk mengulurkan tangan bagi yang sakit dari segala golongan dan perkembangan jemaat dalam jumlah (Kis. 5:12-16).

Cara hidup yang menarik pasti digerakkan bukan oleh daya kuasa manusia. Santo Lukas menyisipkan “kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus” (Kis. 2:22-36; 3:13-15; 4:10-11). Kesaksian itu diikuti tanda dan mukjizat (Kis. 2:43; 3:6; 4:30; 5:12-16).

Dan semua kesaksian tentang Yesus Kristus dan bagaimana jemaat yang dibentuk-Nya hidup dan bersaksi tentang Dia selalu digerakkan oleh Roh Kudus, yang dikaruniakan kepada masing-masing anggota (Kis. 4:31).

Santo Yohanes Chrysostomus mengamati cara hidup pertama para anggota Gereja Perdana, “Penulis suci tertarik pada dua nilai utama – ketekunan dan persekutuan.

Penulis juga mengisahkan bagi kita bahwa para Rasul mengajar mereka yang menjadi murid mereka dalam jangka waktu yang lama.” (Homily on Acts, 7).

Pengajaran rasul-rasul diberikan kepada para calon yang hendak bergabung menjadi anggota jemaat, atau para calon baptis.

Pengajaran tidak berbentuk pewartaan Injil kepada orang non-Kristiani, tetapi berbentuk ‘katekese’ atau pengajaran (yang semakin lama semakin tersusun rapi dan sistematik sepanjang waktu).

Katekese bertujuan untuk menyajikan pejelasan pada para murid Tuhan tentang makna Kitab Suci bagi umat Katolik dan kebenaran iman, yang dikembangkan dari pengakuan iman/syahadat Gereja.

Pengajaran itu hendaknya dipercayai kebenarannya dan dilaksanakan untuk memperoleh keselamatan.

Katekese, pengajaran dan pejelasan tentang Injil, dilakukan Gereja terus menerus. Kegiatan ini sudah dimulai sejak kelahiran Gereja.

Paus Paulus VI, yang dikanonisasi sebagai santo 14 Oktober 2018, mengajarkan, “Sebagai pewarta Injil, Gereja memulai dengan mewartakan Injil itu sendiri.

Komunitas kaum beriman, komunitas harapan, mempraktekkan dan menyebar-luaskan, komunitas kasih persaudaraan, harus mendengarkan tanpa henti apa yang harus diimani, alasan-alasan yang melandasi harapan, hingga melaksanakan perintah baru untuk mengasihi.” (Evangelii Nuntiandi, 15).

Jika katekese sangat dibutuhkan mereka yang baru masuk menjadi anggota jemaat dan seluruh umat, para gembala perlu memprioritaskannya.

Santo Paus Yohanes Paulus II mengajarkan, “Seluruh Kisah Para Rasul bersaksi bahwa para Rasul setia pada panggilan dan tugas pengutusan yang mereka terima.

Anggota jemaat Kristiani perdana dipandang selalu ‘bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan’, memecah-pecahkan roti dan berdoa’. Tanpa ragu kita saksikan citra abadi Gereja yang lahir dan terus menerus dihidupi oleh sabda Tuhan.

Maka, layak kita bersyukur atas pengajaran para Rasul, perayaan sabda dalam Korban Ekaristi dan menjadi saksi-Nya pada dunia melalui tada amal kasih.” (Catechesi Tradendae, 10).

Hidup dalam persekutuan merupakan cara hidup yang digerakkan oleh Roh Kudus. Setiap anggota jemaat mengembangkan solidaritas, semangat saling memberi diri, di antara para murid Tuhan sebagai buah perwujudan iman dan penghormatan atas harta yang mereka bagikan secara sukarela.

Harta dipandang sebagai anugerah yang berasal dari Allah Bapa melalui Yesus Kristus. Bela rasa timbal balik memungkinkan mereka melepaskan diri dari kelekatan pada benda duniawi dan menyerahkan apa yang mereka miliki untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Memecah roti searti dengan Ekaristi Kudus. Inilah cara khusus jemaat Gereja Perdana merayakan dan membagikan Tubuh Tuhan.

Perayaan dan pembagian Tubuh Tuhan, yang erat terkait dengan gagasan tentang perjamuan, segera diganti dengan pemahaman akan Ekaristi, ungkapan syukur atas karya agung Allah (bdk. Didache, IX, 1).

Sejak Pentakosta hingga kelak, Misa dan komuni Ekaristik menjadi pusat peribadatan Gereja.  Konsili Vatikan II mengajar, “Sejak itu Gereja tidak pernah lalai mengadakan pertemuan untuk merayakan misteri Paska; disitu mereka membaca “apa yang tercantum tentang Dia dalam seluruh Kitab suci” (Luk 24:27).

Mereka merayakan Ekaristi, yang menghadirkan kejayaan-Nya atas maut.”(19), dan sekaligus mengucap syukur kepada “Allah atas karunia-Nya yang tidak terkatakan” (2Kor 9:15) dalam Kristus Yesus, “untuk memuji keagungan-Nya” (Ef 1:12) dengan kekuatan Roh Kudus” (Sacrosanctum Concilium, 6).

Setelah menyambut Ekaristi dengan hati yang murni dan suara batin yang bening, para murid memperoleh santapan rohani yang cukup untuk menghayati hidup injili dan tinggal di dunia tanpa terseret arus duniawi.

Santo Yohanes Paulus II mengingatkan, “Dari Ekaristi kita semua menerima rahmat dan kekuatan untuk menapaki hidup sehari-hari – hidup yang nyata sebagai murid Tuhan, karena kita bersuka cita mengenal bahw Allah mengasihi kita, bahwa Kristus wafat untuk kita dan Roh Kudus tinggal dalam diri kita.

Kita harus ambil bagian secara penuh dalam Ekaristi karena Ekaristi menjadi sumber yang sejati dari semangat yang menyala dalam diri tiap orang Kristiani, yang diharapkan menyala dalam hidup setiap orang dan setiap segi hidup masyarakat.

Tanpa memandang pekerjaan apa yang kita lakukan, apakah kita melayani dalam bidang politik, ekonomi, budaya, sosial, atau ilmu pengetahuan, Ekaristi selalu menantang hidup kita sehari-hari.

“Persekutuan kita dengan Kristus dalam Ekaristi harus diungkapkan dalam hidup nyata sehari-hari – dalam pekerjaan yang kita jalani, perilaku, gaya hidup, dan relasi kita dengan sesama. Bagi kita masing-masing, Ekaristi merupakan panggilan untuk berusaha lebih keras, sehingga kita dapat hidup sebagai pengikut Yesus yang sejati.

Kita berkata-kata benar, bertindak murah hati, penuh perhatian, menghormati martabat dan hak asasi sesama, apa pun tingkat sosial atau pendapatan mereka, rela mengurbankan diri, jujur dan adil, baik hati, sederhana, berbela rasa dan mampu mengendalikan diri. […]

Bukti nyata persekutuan kita dengan Yesus Kristus diuji dengan cara bagaimana kita sungguh mengasihi sesama manusia, baik laki-laki maupun perempuan; persekutuan itu diuji dengan cara bagaimana kita memperlakukan sesasa, khususnya keluarga kita. […]

Persekutuan itu diuji dengan cara apakah kita berusaha berdamai dengan musuh kita atau tidak, apakah kita mengampuni mereka yang melukai kita atau merugikan kita atau tidak” (Homily di Phoenix Park, Dublin, 29 September 1979).

Sekali-kali aku tidak akan percaya

Thomas yang kita kenal adalah pribadi pemberani dan mengasihi Yesus. Ia bahkan mengajak teman-temannya mati bersama Yesus. “Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia.” (Yoh. 11:16).

Tetapi, cintanya musnah ketika menyaksikan Yesus disiksa dan dibunuh di kayu salib. Setelah kematian-Nya, Thomas lari. Ia memilih kesepian dari pada saling menyatukan hati untuk keluar dari kesedihan.

Ia juga menolak kesaksian para perempuan dan rasul lain yang menyaksikan Yesus yang bangkit. Katanya (Yoh. 20:25), “aku tidak akan percaya.”, Non credam.

Sehari setelah Sabat, dies Domini,  Hari Tuhan (Why. 1:10), Yesus mengatasi semua hukum alam dan hadir di rumah yang tertutup dan terkunci rapat. Setelah menyapa secara khas, “Damai sejahtera bagi kamu!” (Yoh. 20:26),  Ia menunjukkan kedua tangan dan lambung-Nya yang bisa diraba bahwa Ia sungguh disalib.

Rincian luka-luka tusukan tombak prajurit Romawi hanya dilaporkan Santo Yohanes. Sedangkan Santo Lukas hanya menyebut luka di tangan dan kaki Yesus (Luk. 24:39).

Dengan menunjukkan luka-luka-Nya, Yesus hendak menyingkapkan bahwa damai sejati selalu berasal dari salib (2Tim. 2:1-13). Dan luka-luka-Nya menjadi tanda pengenal Anak Domba yang telah bangkit (Why. 5:6).

Mengetahui keinginan Thomas, Yesus membantunya dengan mengulang kata-kata Thomas, “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.” (Yoh. 20:27).

Yesus mengenal Thomas dan membantunya merasakan damai sejati yang didapat dari iman. Maka, Yesus menumbuhkan iman padanya. Maka, ia mengaku secara otentik, (Yoh 20:28), “Ya Tuhanku dan Allahku.”, Dominus meus et Deus meus.

Pengakuan iman ini menggemakan keilahian-Nya yang diwartakan dalam pembukaan Injil Yohanes (Yoh. 1:1). Dalam Perjanjian Lama ungkapan ‘Tuhan’ dan ‘Allah’ digunakan bergantian untuk ‘Yahwe’ dan ‘Elohim’. Sang pemazmur bermadah, “… ya Allahku dan Tuhanku … ya Allahku dan Tuhanku.” (Mzm. 35:23-24; Why. 4:11). 

Ungkapanini bukan merupakan koreksi atas tuduhan orang Yahudi bahwa Yesus menyamakan diri-Nya dengan Allah (Yoh. 5:18). Ungkapan iman alkitabiah ini merupakan rumusan otentik Gereja Perdana akan keilahian Yesus.  

Santo Gregorius Agung, 540-604, mengajarkan tentang sikap Tomas, “Bukanlah suatu kebetulan bahwa seorang murid tidak hadir di rumah itu. Belas kasih ilahi mengarahkan murid yang tidak percaya, dengan menyentuh luka-luka Sang Guru, menyembuhkan luka-luka kare ketidak percayaannya.

Ketidak percayaan Thomas sangat bermanfaat bagi iman kita dari pada iman para murid lain. Karena melalui sentuhan yang mengantarkannya untuk percaya, budi kita dituntun untuk percara, jauh melampaui semua tanya.” (Forty Gospel Homilies 26 ).

Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni

Allah mengungkapkan kasih dan belas kasih-Nya secara paling murni melalui  Sakramen Pengampunan. Yesus mengungkapkan perasaan Allah yang paling halus melalui perumpamaan tentang anak yang hilang (lihat Luk. 15:11-32).

Tuhan selalu menanti-nantikan manusia, dengan tangan terbuka selebar-lebarnya, menanti-nantikan manusia untuk bertobat. Kemudian Ia mengampuni dan memulihkan martabat manusia untuk kembali menjadi anak-anak-Nya.

Para paus selalu mengajak umat beriman untuk secara suka rela menerima Sakramen Rekonsiliasi.

Paus Pius XII mengajarkan, “Agar kita terus menerus maju dalam penghayatan nilai Injili, kami sangat menganjurkan praktik suci, yakni: sesering mungkin menerima Sakramen Tobat, yang diselenggarakan Gereja dengan bimbingan Roh Kudus.

Melalui cara ini kita tumbuh dalam pengenalan akan diri sendiri dan menjadi pribadi Kristiani yang rendah hati. Kebiasaan buruk dicabut. Sikap abai dan lalai akan hidup rohani dihindarkan.

Suara batin dimurnikan dan kehendak bebas dikuatkan; bimbingan rohani yang benar didapatkan; dan rahmat dicurahkan melalui penerimaan Sakramen itu sendiri.” (Mystici Corporis).

Pertobatan juga mencakup pertobatan ekologis. Setiap anggota umat Allah ambil bagian dalam penyelamatan dan pemulihan ekologi. Bapa Suci Fransiskus mendesak, “Sangatlah mulia bila kewajiban untuk memelihara ciptaan dilakukan melalui tindakan kecil sehari-hari, dan sangat indah bila pendidikan lingkungan mampu mendorong orang untuk menjadikannya suatu gaya hidup.

Pendidikan dalam tanggung jawab ekologis dapat mendorong berbagai perilaku yang memiliki dampak langsung dan signifikan untuk pelestarian lingkungan.

Kita sebut beberapa contoh: menghindari penggunaan plastik dan kertas, mengurangi penggunaan air, pemilahan sampah, memasak secukupnya saja untuk kita makan, memperlakukan makhluk hidup lain dengan baik, menggunakan transportasi umum atau satu kendaraan bersama dengan beberapa orang lain, menanam pohon, mematikan lampu yang tidak perlu.

Semuanya itu adalah bagian dari suatu kreativitas yang layak dan murah hati, yang mengungkapkan hal terbaik dari manusia. Menggunakan kembali sesuatu daripada segera membuangnya, karena terdorong oleh motivasi mendalam, dapat menjadi tindakan kasih yang mengungkapkan martabat kita.” (Ensiklik Laudato Si, 211)

Silih atas pengampunan yang dianugerahkan tidak hanya mencakup keterlibatan anggota Gereja dalam menyelamatkan ekologi yang dirusaknya sendiri. Masing-masing dipanggil untuk mengembangkan kebaikan hati dan memulihkan relasi dengan setiap insan, tanpa pilih bulu.  

Katekese

Mengembangkan kebaikan hati dan memulihkan relasi sosial. Paus Fransiskus, 17 Desember 1936 – sekarang

“Saat ini jarang ditemukan waktu dan energi untuk berhenti sejenak dan memperlakukan orang lain dengan baik, untuk mengatakan “permisi”, “maaf,”, “terima kasih.” Namun terkadang muncul keajaiban seseorang yang baik hati, yang mengesampingkan segala kecemasan dan kesibukannya untuk memberikan perhatian dan senyuman, mengucapkan kata-kata yang memberi dorongan, menyediakan ruang untuk mendengarkan di tengah begitu banyak ketidak pedulian.

Upaya yang dijalani setiap hari ini mampu menciptakan hidup berdampingan yang sehat, yang mengatasi kesalahpahaman dan mencegah konflik. Praktik kebaikan hati bukanlah hal kecil yang sekunder atau pun sikap yang dangkal atau borjuis.

Karena kebaikan hati itu mengandaikan penghargaan dan rasa hormat, bila itu menjadi budaya dalam masyarakat, secara mendalam dapat mengubah gaya hidup, hubungan sosial, cara membahas dan membandingkan gagasan-gagasan.

Ini mempermudah pencarian konsensus dan membuka jalan-jalan di tempat kemarahan akan menghancurkan segala jembatan.” (Ensiklik tentang Persaudaraan dan Persahabatan Sosial, Fratelli Tutti , 224)

Oratio-Missio

Tuhan, melalu kemenanganMu atas dosa dan maut, Engkau menghancurkan seluruh kuasa dosa dan kegelapan. Bantulah aku untuk selalu dekat padaMu dan percaya pada sabdaMu. Amin.

  • Apa yang kulakukan untuk mewujud-nyatakan imanku?

Respondit Thomas et dixit ei, “Dominus meus et Deus meus.” – Ioannem  20:28

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version