Kamis. Hari Biasa. Pekan Biasa XI (H)
- Sir. 48:1-14.
- Mzm. 97:1-2.3-4.5-6.7.
- Mat. 6:7-15.
Lectio
7 Lagi pula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. 8 Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.
9 Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di surga, Dikuduskanlah nama-Mu, 10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga. 11 Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya
12 dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; 13 dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.)
14 Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. 15 Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”
Meditatio-Exegese
Dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele
Yesus mengecam cara berdoa yang bertele-tele, cara berdoa seperti mendaraskan rumus doa magis. Kata-kata yang sama, sering terdengar asing, terus diulang untuk memaksa Allah mengabulkan permohonan.
Yesus menasihati agar para murid terlebih dahulu mencari Kerajaan Allah. Sabda-Nya, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat. 6:33).
Dikabulkannya doa sangat tergantung dari kemurahan hati Allah, bukan pada perulangan kata-kata indah. Namun, manusia dituntut untuk berharap, sekali pun tidak ada landasan untuk berharap, seperti Abraham.
Santo Paulus menulis, “Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya” (Rm. 4:18). Ia tahu apa yang baik bagi manusia dan kebutuhan manusia, bahkan jauh sebelum mereka berdoa.
Bapa kami, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu
Bapa kami.
Doa ini menjadi bagian tak terpisahkan dari Gereja sejak komunitas iman ini terbentuk. Quintus Septimius Florens Tertullianus atau Tertullianus, lahir di Kartago 160, bersaksi bahwa doa ini telah menjadi bagian hidup jemaat pada masanya. Ia menulis, “Doa ini meringkas seluruh inti Injil.” (On Prayer, 1).
Bapa kami yang di surga mengawali untaian doa ini.
Dengan kata inilah Yesus mengungkapkan kedekatan-Nya dengan Allah dan menyingkapkan relasi baru yang menjadi ciri khas hidup komunitas Kristen (Gal. 4:6; Rm. 8:15). Santo Matius menambahkan kata sifat pemilikan kami dan ungkapan lain di surga.
Sebagai doa yang sejati, Bapa Kami selalu menyatukan atau menghubungkan para murid Yesus dengan Bapa, sesama saudara dan saudari serta dengan alam ciptaan.
Maka, saat mendaraskan doa ini para murid selalu membaharui kesadaran sebagai anggota keluarga umat manusia dan alam semesta.
Murid Yesus, kemudian, dituntut hidup selaras dengan siapa pun yang berbeda latar belakang dan keyakinan. Mendaraskan Bapa Kami juga bermakna menjalin kedekatan dengan Dia, merasakan kerinduan para saudara dan saudari untuk hidup selaras.
Mendaraskan Bapa Kami menyingkapkan kesadaran untuk pertama-tama mencari Kerajaan Allah. Pengalaman akan Allah sebagai Bapa menjadi landasan persaudaraan seluruh umat manusia.
Sabda-Nya (Mat 6:33), “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan keadilan-Nya, dan semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”, Quaerite autem primum regnum Dei et iustitiam eius, et haec omnia adicientur vobis.
Nama, Kerajaan, Kehendak.
Pada bagian pertama Doa Bapa Kami, para murid-Nya dituntut untuk membaharui relasi dengan Allah. Maka, Yesus meminta untuk memuliakan Nama yang disingkapkan dalam peristiwa keluaran dari Mesir. Bukan nama masing-masing, seperti orang Babel (Kej. 11:4).
Para murid memohon kedatangan Kerajaan-Nya. Hanya Allah yang menjadi pusat dan tujuan hidup manusia, bukan yang lain. Kerajaan dunia dan segala apa yang mendukungnya segera musnah.
Selanjutnya, para murid memohon pemenuhan kehendak-Nya, seperti disingkapkan dalam Hukum yang menjadi pusat seluruh Perjanjian. Para murid mencari, menemukan dan melakukan kehendak-Nya.
Nama-Nya, Kerajaan-Nya dan Hukum-Nya merupakan tiga pilar yang berasal dari Perjanjian Lama dan mengungkapkan bagaimana relasi dengan Bapa harus dijalin.
Ketiga permohonan ini menunjukkan bahwa manusia perlu menjalin relasi yang mesra dengan Bapa.
Tiap murid berusaha keras menjadikan nama-Nya diluhurkan dan dikasihi.
Maka, masing-masing hidup secara pantas, sehingga Kerajaan kasih dan persekutuan umat terjadi di bumi seperti dikehendaki-Nya.
Di langit, matahari dan bintang menaati hukum Tuhan dan menciptakan keteraturan. Melaksanakan Hukum Tuhan ‘di bumi seperti di dalam surga’ harus menjadi sumber dan cermin keselarasan dan kesejahteraan seluruh makhluk hidup.
Relasi manusia dengan Allah dapat dirasakan bila tiap pribadi membaharui relasi satu dengan yang lain. Pembaharuan ini menyingkapkan permohonan lain: makanan secukupnya setiap hari, pengampunan dosa, tidak masuk dalam pencobaan dan pembebasan dari yang jahat.
Makanan yang secukupnya, ampunilah akan kesalahan kami, janganlah membawa ke dalam pencobaan, lepaskanlah dari pada yang jahat
Bagian kedua doa Bapa Kami membaharui relasi dengan sesama. Keempat permohonan itu menyingkapkan struktur sosial komunitas iman dan masyarakat harus diubah agar semua manusia hidup dengan martabat yang sama.
Makanan yang secukupnya (Mat. 6:11) mengingatkan akan manna di padang gurun (Kel. 16:1-36).
Manna menjadi ‘ujian’ untuk memastikan apakah umat mampu mengikuti Hukum Tuhan (Kel. 16:4): apakah mereka mampu menyimpannya hanya untuk sehari sabgai tanda iman akan Penyelenggaraan Ilahi yang diatur melalui tata aturan persekutuan.
Yesus mengundang manusia melangkah menuju Keluaran baru, persekutuan baru yang mampu menjamin hidup bersama yang dipenuhi damai sejahtera dan menjamin makanan yang secukupnya bagi semua.
Apunilah kami (Mat. 6:12) mengingatkan akan tahun Sabat yang mewajibkan seluruh pemberi hutang menghapus hutang seluruh saudara (Ul. 15:1-2).
Tujuan Tahun Sabat adalah Tahun Yobel/Yubileum (Im. 25:1-22), yang menghapus segala penindasan dan memulai hidup dengan cara baru.
Janganlah membawa ke dalam pencobaan (Mat 6:13) mengingatkan akan kesalahan yang dilakukan umat di gurun. Mereka merasa dimasukkan dalam pencobaan (Kel. 18:1-7; Bil. 20:1-13; Ul. 9:7-29).
Yesus mengundang para murid-Nya untuk menang atas pencobaan (Mat. 4:1-11). Di gurun, orang sering dipaksa untuk mengambil langkah lain, berbalik arah, meninggalkan jalan yang menuju pembebasan dan meminta Musa menuntun mereka.
Di gurun, di saat-saat sulit, tidak hanya ditemukan ‘binatang buas’. Saat itu, sering dilupakan malaikat dan, terutama, Roh Kudus.
Pada Roh Kudus dimohon untuk membimbing agar dilepaskan dari jerat musuh lama, “Janganlah biarkan kami masuk ke dalam pencobaan”, et ne nos inducas in temptationem.
Lepaskanlah dari yang jahat: si jahat adalah setan, yang selalu memisahkan manusia dari Allah. Tanpa henti ia mengacaukan jalan yang harus ditempuh untuk menuju Kerajaan-Nya. Ia menyesatkan dari jalan yang ditunjukkan Yesus Kristus.
Setan mencobai Yesus untuk tidak mengikuti jalan menuju Kerajaan Allah. Ia memaksa-Nya mengikuti jalan yang dibangun kaum Farisi, Saduki dan ahli Kitab, Herodes dan penjajah Romawi. Ia dipaksa menjadi mesias boneka, mesias ciptaan mereka.
Yang jahat selalu menjauhkan manusia dari Allah dan selalu memasang perangkap di depan kaki. Ia juga merasuki Petrus (Mat. 16:23) dan mencobai Yesus. Tetapi Yesus mampu mengalahkannya (Mat. 4:1-11).
Katekese
Bapa kami dan pengampunan pada yang bersalah kepada kita. Santo Yohanes Cassianus, 360-435:
“Belas kasih Allah selalu di luar jangkauan pikiran. Ia menawarkan model doa dan mengajarkan cara hidup agar kita pantas di hadapan-Nya. Tetapi, masih ada lagi yang lebih utama.
Dalam doa yang sama Ia menganugerahkan cara mudah untuk memohon kemurahan hati dan belas kasih atas hidup kita yang menyimpang.
Ia memberi kita kemungkinan untuk meneliti batin kita sendiri dan menentukan hukuman atas dosa kita sendiri.
Di samping itu, Ia memberi kesempatan pula untuk memohon pengampunan. Apa lagi yang mungkin Ia lakukan karena kemurahan hati kita ketika kita memohon pada-Nya untuk mengampuni kita seperti kita mengampuni sesama kita?
Bila kita setia dengan doa ini, masing-masing kita akan memohon pengampunan atas kesalahan kita sendiri setelah kita mengampuni dosa mereka yang telah bersalah kepada kita, tidak hanya mereka yang telah bersalah kepada Guru kita.
Tentu saja, kita masih memiliki beberapa jenis kebiasaan buruk.
Namun, walau sangat mengerikan, kita memperlakukan dosa-dosa kita terhadap Allah dengan memohon pengampunan dan kelembutan hati-Nya.
Sebaliknya, kita tidak memberi perlakuan yang sama dengan dengan kesalahan sesama pada kita. Walaupun kesalahan sangat kecil, kita menuntut pemulihan dengan cara yang keras, bahkan, kejam.
Siapa pun yang tidak mengampuni saudara atau saudari dari kedalaman lubuk hati yang bersalah padanya hanya akan menerima penghukuman dari doa ini, bukan belas kasih.” (The Gospel Of Matthew, Homily 19.3)
Oratio-Missio
Bapa kami yang ada di dalam surga. Dimuliakanlah nama-Mu. Datanglah kerajaan-Mu. Jadilah kehendak-Mu, di atas bumi seperti di dalam surga.
Berilah kami rejeki pada hari ini. Dan ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami. Dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan, tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk memulihkan relasi dengan sesama dan alam yang telah kurusak sendiri?
Si enim dimiseritis hominibus peccata eorum, dimittet et vobis Pater vester caelestis – Matthaeum 6:14