Home BERITA Lectio Divina 16.08.2020 – Bunda Maria Diangkat Tubuh dan Jiwanya Ke Dalam...

Lectio Divina 16.08.2020 – Bunda Maria Diangkat Tubuh dan Jiwanya Ke Dalam Kemuliaan Surgawi

0
Lukisan Maria Diangkat ke Surga oleh Basoeki Abdoellah -- ist

Minggu Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga (P)

  • Why. 11:19a; 12:1,3-6a,10ab
  • Mzm. 45:10bc,11,12ab
  • 1Kor. 15:20-26
  • Luk. 1:39-56

Lectio

39  Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. 40 Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. 41 Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabetpun penuh dengan Roh Kudus, 42  lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.

43  Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? 44  Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. 45 Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.”

46 Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, 47 dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, 48  sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, 49 karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.

50  Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. 51  Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; 52  Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; 53  Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa;

54 Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, 55  seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.” 56  Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya.

Meditatio-Exegese

Berangkatlah Maria dan berjalan menuju rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet

Hari ini perayaan Ibu Maria mengunjungi Ibu Elisabet, dan Injil mengisahkan kunjungan Maria kepada sepupunya. Ketika Santo Lukas merefleksikan dan menulis kisah Maria, ia mengharapkan komunitas iman yang dibinanya belajar dari teladan Ibu Maria. Komunitas yang anggotanya tersebar di pelbagai  kota penjuru kekaisaran Romawi hendaknya meneladan Ibu Maria dalam mengimani Sang Sabda.

Saat mendengar seorang perempuan berseru dari kerumunan orang, “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau.” Segera Yesus menjawab, “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya” (Luk. 11:27-28). Hendaknya komunitas bertindak seperti Ibu Maria: mendengarkan sabda dan mengubah kunjungan Sang Sabda menjadi tindakan pelayanan bagi siapa pun tanpa pilih bulu.

Ibu Maria mampu melihat dan menjumpai Anaknya dalam diri “salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat. 25: 40). 

Ibu Maria ambil bagian dalam karya keselamatan Allah melalui pelbagai cara khas seorang perempuan desa dan sederhana. Saat Kristus dalam kandungannya, ia berangkat dan bergegas-gegas mengunjungi Ibu Elisabet. Ia diberi ucapan salam bahagia olehnya karena Maria beriman akan keselamatan yang dijanjikan, dan ketika sepupu-Nya, Yohanes, melonjak gembira dalam rahim ibunya (Luk.  1:41-45). 

Kemudian pada hari  kelahiran  Yesus,  Bunda  Allah  penuh kegembiraan menunjukkan Puteranya yang sulung kepada para Gembala dan para Majus. Saat di Kenisah, ia menyerahkan persembahan kaum miskin dan menghadapkan-Nya kepada Tuhan. Kemudian, ia mendengarkan Hana dan Simeon (Luk. 2:34-35).

Saat ia dan Bapa Ysusus dengan sedih hati mencari Putera mereka yang hilang, mereka menemukan-Nya di Kenisah. Mereka tidak memahami apa yang dikatakan Putera mereka. Tetapi Bundanya menyimpan itu semua dalam hatinya dan merenungkannya (Luk 2:41-51) (bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja, Lumen Gentium, 57). 

Ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya

Saat Ibu Maria masuk rumah Zakharia dan disambut Ibu Elizabet, bayi di dalam kandungan istri imam itu melonjak penuh suka cita. Digunakan ungkapan εσκιρτησεν, eskirtesen; berasal dari kata σκιρταω, skirtau, yang bermakna melonjak-lonjak/melompat-lompat kegirangan; dan dalam Latin Vulgata digunakan kata exsultare, bersuka cita, bergembira.

Penggunaan kata ini mau mengungkapkan makna lain : menari-nari, sebagai penghormatan atas kedatangan Sang Tamu Agung. Dengan penuh penghormatan anak Zakharia-Elizabet menyambut kedatangan Anak Yusuf-Maria.

Penghormatan ini terus menerus diungkapkan anak Zakaria-Elizabet sepanjang hidupnya, katanya (Mrk. 1:7), ”Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak.”, Venit fortior me post me, cuius non sum dignus procumbens solvere corrigiam calceamentorum eius.

Kata yang sama, eskirtesen, ternyata juga digunakan dalam Luk 1:44, ”Anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan.”, exsultavit in gaudio infans in utero meo. Tentang penyambutan ini, Santo Ambrosius menulis, “Elizabeth adalah yang pertama mendengar suara itu, tetapi Yohanes lebih dulu merasakan rahmat-Nya.”

Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu

Setiap orang diberkati apabila ia mampu melihat dan mengenal Allah. Ungkapan Yunani ευλογημενη, eulogemene dan ευλογημενος, eulogemenos, berasal dari kata eu, baik, dan logos, berbicara. Maka dalam kitab suci diterjemahkan sebagai benedicere (Latin), memberkati. Orang yang diberkati adalah mereka yang berkenan kepada Allah.

Saat Elisabeth menyatakan (Luk 1:42), “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.”, Benedicta tu inter mulieres, et benedictus fructus ventris tui,  ia menyingkapkan keyakinannya bahwa Allah sangat berbekenan kepada Ibu Maria. Ibu Maria berkenan bagi Allah karena Yesus menjadi buah rahim atau anaknya (bdk. Kej 30:2; Ul 28:4).

Ibu Maria mengalami dua sisi hidup yang saling bertentangan. Ia diberkati karena menjadi ibu Putera Allah. Karena itu sebilah pedang menancap di hatinya ketika Anaknya wafat di salib. Santo Anselmus, guru agung dan Uskup Agung Canterbury, 1033-1109, dalam suatu khotbah, berkata, “Tanpa Putera Allah, tiada karya penciptaan; tanpa Putera Maria, tiada karya penebusan.”

Ibu Maria menerima anugerah baik mahkota suka cita maupun salib duka.  Suka citanya tak pernah sirna hanya karena duka. Suka citanya dibakar oleh iman, harapan, dan kepercayaannya pada Allah dan janji-Nya. Sepertinya, Yesus memuji ibu-Nya ketika bersabda pada para murid-Nya, “Tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu.” (Yoh 16: 22). Allah menganugerahkan suka cita surgawi yang memungkinkan kita menanggung setiap duka dan lara.

Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku

Ibu Maria memandang diri sebagai anawim, yang miskin di hadapan Allah. Ia memiliki disposisi batin sebagai pribadi yang takut akan Allah, yakni: orang yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang diimani dan diharapkan, walau tidak akan pernah menikmati kemewahan atau hak istimewa dari manusia.

Setiap anawim menghayati (Mzm 37:7), “Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia.”, Quiesce in Domino et exspecta eum,  karena ”yang yang berharap akan Tuhan akan memiliki bumi”. 

Saat seorang anawim yang berpaling kepada Allah. Ia selalu menempatkan diri sebagai milik Allah dan damai dalam lindungan-Nya, dan berseru, “Berilah kekuatan-Mu kepada hamba-Mu.” (Mzm 86:16). Sebaliknya, orang yang congkak selalu mengandalkan diri sendiri, bukan Allah.

Kidung pujian Ibu Maria (Luk. 1:46-55), ”Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku”, Magnificat anima mea Dominum, et exsultavit spiritus meus in Deo salvatore meo, menyingkapkan ribuan alasan bagi kaum miskin di hadapan Allah untuk bersuka cita, karena Allah memuliakan para anawim. ”TUHAN berkenan kepada umat-Nya, Ia memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan keselamatan” (Mzm 149:4)

Dan pada saat Ia datang dalam kemuliaan-Nya akan membuat perhitungan dengan orang-orang, para raja dan penguasa yang membungkam, menindas, membelenggu dengan rantai besi, menyiksa dan, bahkan, melenyapkan orang-orang yang menyuarakan suara-Nya (bdk. Mzm 149:7-9; Mat 25:31-46).

Perjanjian Baru (Luk 18:10-14) mencitrakan anawim dengan sangat elok pada diri seorang pemungut cukai yang berdiri jauh-jauh dari Bait Allah. Tak berani ia menengadah ke langit, ia menepuk dada dan berkata, ”Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” Deus propitius esto mihi peccatori.

Melalui kidung pujiannya, Ibu Maria merayakan kemuliaan Allah yang dikerjakan-Nya dalam dirinya dan semesta alam. Suka cita dan syukur menjadi ciri khas kidung keselamatan.

Maria dan Elisabetpun penuh dengan Roh Kudus

Ketika Ibu Elisabet memberi salam pada Ibu Maria dan mengenali bahwa yang dikandung sepupunya adalah Sang Mesias, mereka dipenuhi Roh Kudus.

Mereka bersuka cita atas janji Allah yang segera terlaksana: Ia menganugerahkan Sang Penyelamat. Ternyata, yang bersuka cita tidak hanya mereka berdua, bayi yang dikandung Ibu Elisabet, kelak diberi nama Yohanes, ikut bersuka cita. Roh Kudus menyingkapkan kehadiran Sang Raja yang segera akan lahir.

Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga

Dalam suasana muram akibat dampak perang dunia, kemanusiaan seolah lenyap maknanya. Manusia yang diciptakan hampir setara dengan Allah dan dimahkotai dengan kemuliaan dan semarak kehilangan makna hidup (bdk. Mzm 8). Wajah kemanusiaan yang agung diganti oleh kekejaman di luar batas nalar.

Gereja mengambil momentum pembaharuaan makna hidup manusia, saat Paus Pius XII mengundangkan Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus (1950).

Dogma Gereja tentang Maria Diangkat ke Surga menegaskan penghayatan iman yang tumbuh sejak awal ke-Katolik-an bahwa  Ibu Maria diangkat ke surga seperti kesaksian banyak bapa Gereja. Dan, hidup manusia selalu memiliki makna luhur dan akan dipulihkan kendati mengalami kehancuran, justru ketika membela tumbuh kembangnya Kerajaan-Nya.

Ternyata, di luar Gereja Katolik , tokoh  kunci reformasi Protestan, seperti dilaporkan dalam Marienlexikon, vol 3, 200 bersaksi tentang kebenaran iman ini.  Martin Luther, dalam homili pada  1522, menyatakan bahwa Pengangkatan Maria ke surga merupakan fakta yang masuk akal, walau tidak secara eksplisit ditulis dalam Kitab Suci.

Selajutnya, Martin Butzer, 1545, menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk meragukan tentang Pengangkatan Perawan Maria ke dalam kemuliaan Surga.

Katanya, “Tentu, tidak ada orang Kristen satu pun meragukan bahwa Ibu yang paling dihormati dari Tuhan kita sekarang hidup dalam suka cita surgawi bersama dengan Anak yang dikasihinya.”   

Akhirnya, H Bullinger, 1590, mencari landasan teologi atas Pengangkatan Ibu Maria dalam Kitab Suci. Ia menunjukkan bahwa Perjanjian Lama mengisahkan bahwa Nabi Elia, yang tubuhnya diangkat ke surga untuk mengajarkan tentang keabadian kita, manusia; dan, karena tubuh kita tidak mati, dengan sebulat hati menghormati tubuh para kudus.

Melandasi argumen itu, ia menyatakan, “Karena alasan inilah, kita percaya bahwa rahim tanpa noda dosa yang membawa Allah, Perawan Maria, merupakan Bait Roh Kudus, sehingga tubuhnya yang suci, diangkat ke surga oleh para malaikat.”

Para Bapa Konsili Vatikan II, 1962-1965, menegaskan : “Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat melalui kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya.

Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Puteranya, Tuan di atas segala tuan (lih. Why. 19:16), yang telah mengalahkan dosa dan maut” (dikutip dari Konstitusi tentang Gereja, Lumen Gentium, 59).

Katekese

Bunda Tuhan dapat diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surga, Paus Pius XII, 1876-1958:

“Oleh karena itu, Bunda Tuhan yang terhormat, dari segala kekekalan digabungkan secara tersembunyi dengan Yesus Kristus …. akhirnya memperoleh sebagai puncak tertinggi dari segala haknya yang istimewa, bahwa ia harus dijaga agar bebas dari kerusakan kubur dan bahwa seperti Puteranya, setelah mengalahkan maut, ia dapat diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surga, di mana sebagai Ratu, ia duduk di dalam kemegahan di sisi kanan Putera-Nya, Raja segala masa yang kekal (lih. 1 Tim 1:17).

“…. dengan kuasa dari Tuhan kita Yesus Kristus, [kuasa]dari Rasul Petrus dan Paulus yang terberkati, dan dengan kuasa kami sendiri, kami mengumumkan, menyatakan dan menentukannya sebagai dogma yang ilhami Roh Kudus: bahwa Bunda Maria yang tidak bernoda, Perawan Maria yang tetap perawan, setelah menyelesaikan kehidupannya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi.” (dalam Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus, artikel 40.44)   

Oratio-Missio

  • Tuhan, penuhilah hatiku dengan Roh Kudus dan berilah aku suka cita untuk mencariMu. Kuatkanlah imanku, harapanku dan kasihku padaMu, sehingga Engkau selalu menjadi segalanya bagiku. Amin. 
  • Apa yang perlu kulakukan untuk mempercayakan hidup dan harapan pada Allah, seperti Ibu Maria?

Et ait Maria, Magnificat anima mea Dominum, et exsultavit spiritus meus in Deo salvatore meo” – Lucam 1: 46-47

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version