Senin. Peringatan Wajib Santo Antonius, Abas (P)
- 1Sam. 15:16-23
- Mzm. 50:8-9.16bc-17.21.23
- Mrk. 2:18-22
Lectio
18 Pada suatu kali ketika murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi sedang berpuasa, datanglah orang-orang dan mengatakan kepada Yesus: “Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?”
19 Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa. 20 Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.
21 Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya.
22 Demikian juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula.”
Meditatio-Exegese
Mengapa murid-murid-Mu tidak berpuasa?
Lima perselisihan pendapat antara Yesus dengan pemimpin agama ditampilkan dalam Injil Markus.
Dalam Mrk. 2:1-12 penulis Injil menyajikan penentangan terhadap pengampunan dosa. Inilah perselisihan pertama.
Dalam Mrk. 2:13-17 tersaji perselisihan tentang makan bersama dengan pemungut cukai dan pendosa. Dan sekarang, disajikan perbedaan pendapat tentang puasa.
Agama Yahudi hanya mewajibkan puasa satu hari dalam setahun, yaitu pada Hari Pendamaian (Im. 16:29-34).
Melalui puasa, umat didorong untuk mengembangkan sikap rendah hati di hadapan Allah.
Tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, banyak aliran pengajaran, termasuk golongan Farisi, mewajibkan puasa dua kali sepekan: Senin dan Kamis.
Maka, pokok perbedaan pendapat, bukan pada apa yang diajarkan Kitab Imamat, tetapi pada praktek yang dikembangkan manusia.
Sebagai catatan, banyak tokoh melakukan puasa untuk mempersiapkan peristiwa penting dalam hidup. Yesus berpuasa 40 hari untuk mempersiapkan diri menghadapi tugas perutusan dari Bapa (Mat. 4:2).
Puasa juga dilakukan untuk menghadapi malapetaka. Kisah Nabi Yunus dan puasa di Ninive menjadi kisah klasik yang perlu diteladani.
Di balik praktek yang saleh, puasa juga digunakan sebagai upaya untuk mengolok-olok siapun yang menentang kebijakan penguasa. Nabot harus duduk di barisan depan saat berpuasa, sebelum ia dipersalahkan oleh saksi dusta dan dirajam.
Nabot menentang perampasan tanah pusakanya untuk dijadikan kebun anggur sang ratu, Isebel (1Raj. 21:1-16).
Nabi Yoel mengecam cara puasa yang hanya bertujuan untuk pamer kesalehan di hadapan manusia.
Nabi mengajak berpuasa sebagai upaya untuk menilik hati manusia supaya ia berpihak pada Allah.
Sabda-Nya melalui Nabi Yoel (Yl. 2:13), “Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya.”, et scindite corda vestra et non vestimenta vestra, et convertimini ad Dominum Deum vestrum, quia benignus et misericors est, patiens et multae misericordiae et placabilis super malitia.
Maka, Santo Clement dari Roma, Bapa Gereja abad kedua, mengajari melakukan tiga laku keagamaan dengan benar: “Amal kasih selalu baik sebagai denda atas dosa. Berpuasa lebih baik daripada berdoa. Tetapi amal kasih pada sesama jauh lebih baik dari keduanya.
Kasih ”mengatasi seluruh dosa”, tetapi doa yang meluap dari nurani yang bening menyelamatkan dari kematian. Diberkatilah setiap orang yang didapati melakukan hal-hal ini dengan benar; karena amal kasih meringankan beban dosa.” (Second Clement 16.4).
Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa
Menghadapi pertanyaan kritis tentang puasa, jemaat Gereja Perdana berpegang pada sabda Yesus. Jemaat rupanya lebih menekankan perjamuan sebagai ungkapan persekutuan.
Mereka tidak menyediakan waktu khusus untuk puasa (Mat. 11:19; Luk. 7:34). Di samping itu, bagi mereka jaman Mesias sudah dimulai ketika Yesus datang.
Perumpamaan tentang perjamuan kawin menjadi jawaban tentang ketidakwajiban berpuasa. Pada perjamuan itu, semua bangsa diundang untuk ikut ambil bagian dalam perayaan keselamatan (Mat. 22:2).
Perayaan ini selalu bernuansa suka cita. Maka, ketika Sang Mempelai, Yesus Kristus, tinggal bersama para sahabat-Nya, hari-hari itu bukan merupakan hari untuk puasa dan perkabungan.
Dengan demikian, situasi para murid Yesus sangat berbeda dengan situasi yang dihadapi para murid Yohanes.
Para murid Yesus menghadapi peristiwa suka cita, karena keselamatan telah datang dalam diri Yesus. Sedangkan para murid Yohanes masih berpuasa untuk menantikan kedatangan sang Mesias.
Jemaat Gereja Perdana rupanya juga mengantisipasi agar mereka tidak menjadi batu sandungan. Maka mereka juga menetapkan hari puasa untuk menyambut peristiwa penting, yaitu mempersiapkan diri memperingati wafat Tuhan.
Dan puasa yang dikembangkan serta dipraktekkan jemaat didasarkan pada tradisi yang dikembangkan Nabi Yoel.
Kain baru, anggur baru
Pembaharuan harus diwadahi dalam wadah yang baru. Warta Kerajaan Allah selalu harus ditampung dalam wadah yang baru atau tidak bisa ditempelkan pada yang lama.
Maka cara hidup dan praktik keagamaan lama harus selalui diperbaharui agar tidak bertentangan dengan nilai Injil.
Gereja harus selalu membaharui dirinya sendiri terus menerus, Ecclesia semper reformanda. Pembaharuan tak hanya mencakup tata ibadat, tetapi juga seluruh aspek kehadiran.
Paroki sebagai garda terdepan kehadiran Gereja hadir untuk menyapa, mendengarkan dan melayani.
Katekese
Pembaharuan dan pertobatan paroki. Paus Fransiskus, 17 Desember 1936:
Paroki bukanlah lembaga usang, justru karena memiliki daya lentur yang tinggi, dapat menerima berbagai bentuk yang tergantung pada keterbukaan dan kreativitas perutusan dari pastor dan komunitas.
Tentu saja, meskipun bukan satu-satunya lembaga yang mewartakan Injil, jika terbukti mampu membarui diri dan
senantiasa menyesuaikan diri, paroki akan terus menjadi “Gereja yang hidup di tengah rumah para putra-putrinya.”
Hal ini mengandaikan bahwa paroki sungguh berhubungan dengan rumah dan kehidupan umatnya, dan tidak menjadi struktur yang tak berguna di luar kontak dengan umat atau sekelompok orang pilihan yang hanya memperhatikan diri mereka sendiri.
Paroki adalah kehadiran Gereja dalam wilayah tertentu, suatu lingkungan untuk mendengar sabda Allah, untuk bertumbuh dalam hidup Kristiani, untuk dialog, pewartaan, tindakan karitatif berjangkauan luas, ibadat dan perayaan.
Dalam segala aktivitasnya paroki mendorong dan melatih para anggotanya untuk menjadi pewarta Injil.
Paroki adalah komunitas dari pelbagai komunitas, tempat kudus di mana mereka yang haus datang untuk minum di tengah- tengah perjalanan mereka, dan sebuah pusat perutusan yang senantiasa memiliki jangkauan luas.
Meskipun demikian kita harus mengakui bahwa ajakan untuk meninjau kembali dan memperbarui paroki-paroki kita belum cukup membawa paroki-paroki lebih dekat kepada umat, untuk menjadikan mereka
lingkungan yang menghayati persekutuan dan partisipasi, serta membuat mereka sungguh-sungguh berorientasi pada perutusan.” (Seruan Apostolik Suka Cita Injil, Evangelii Gaudius, 28).
Oratio-Missio
Tuhan, bantulah aku untuk mencari wajah-Mu dengan sungguh dalam doa dan puasa. Kuatkanlah aku untuk melawan dosaku dan tekun melaksanakan kehendak-Mu. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk terlibat dalam denyut kegiatan parokial?
sed vinum novum in utres novos – Marcum 2:22