Home BERITA Lectio Divina 17.11. 2022 – Ia Meratapi Murid dan Kota-Nya

Lectio Divina 17.11. 2022 – Ia Meratapi Murid dan Kota-Nya

0
Tuhan menangis, Dominus flevit, by James Tissot

Kamis. Peringatan Wajib Santa Elisabet dari Hungaria, Biarawati (P)

  • Why. 5:1-10
  • Mzm. 149:1-2.3-4.5-6a.9b
  • Luk. 19:41-44    

Lectio

41 Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, 42 kata-Nya: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu. Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu.

43 Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, 44 dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.”

Meditatio-Exegese

Yesus telah dekat dan melihat kota itu

Yesus sedih dan menangis. Ia menangis, seperti ibu-Nya yang pilu saat mendengar nubuat orang suci di Bait Allah, Simeon.

Kata Simeon kepada Ibu Maria, “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan -dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri- supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” (Luk. 2:34-35).

Masih membekas kuat dalam ingatan-Nya bagaimana orang banyak bersorak sorai dan mengiringi langkah keledai dan kaki-Nya memasuki kota Yerusalem. Mereka berseru-seru, menari, menghamparkan pakaian dan daun palma di muka keledai yang ditunggangi-Nya.

Suara mereka menggelagar membelah langit (Luk. 19:38), “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di sorga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi!”, Benedictus, qui venit rex in nomine Domini! Pax in caelo, et gloria in excelsis.

Saat sorak-sorai itu reda di Bukit Zaitun di senja hari, Yesus memandang kota Yerusalem. Inilah saat ia memasuki puncak karya pelayanan di jantung agama Yahudi.

Tradisi alkitabiah melukiskan Yerusalem sebagai kota suci, tahta Tuhan (Yer. 3:17); tempat yang dipilih sebagai tempat Allah bersemayam (1Raj. 11:13; 2Raj. 21:4; 2Raj. 23:27); dan  gunung yang suci tempat Allah melantik raja-Nya (Mzm. 2:6).

Dalam Septuaginta, Alkitab berbahasa Yunani dan digunakan pada masa Yesus, Kota Yerusalem ditulis dalam dua versi. Ιερουσαλήμ  Hierousalēm, Ierousalēm, Yerusalem, digunakan ketika ketika kota itu menjadi kota damai sejahtera. Dan di Bait Suci, Allah bersemayam. Ia hadir di tengah umat-Nya.

Tetapi, menjadi Ιεροσόλυμα Hierosolyma, Ierosolyma, kota yang penuh kezaliman, ketika menumpahkan darah Yesus. Saat itu kota damai sejahtera berubah menjadi lautan dendam, amarah dan kejahatan. Kota dan seisinya menolak kehadiran-Nya.

Ia menangisi kota-Nya, civitatem flevit

Yesus meratapi Yerusalem, para pemimpin dan penduduk kota itu. Mereka menolak merentangkan tangan dan menyambut-Nya dengan suka cita. Mereka tidak mau “mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu.” (Luk. 19:42).

Ia meratapi penolakan mereka atas uluran tangan-Nya yang penuh belas kasih dan kerahiman. Damai sejahtera, salim, segera akan berubah menjadi zalim, kekejaman tak terperikan.

Hanya dalam hitungan hari, sorak sorai berubah menjadi cucuran darah. Sepanjang sejarah, karena kesombongan dan kehilangan iman, banyak pemimpin dan penduduk kota itumenolak dan membunuh para nabi yang berbicara atas nama Allah. Kini Yesus mencucurkan air mata, Dominus flevit

Yesus menyebut kaum Farisi sebagai ‘pemimpin buta’ (Mat. 23:24; Luk. 6:39). Memang ada kesan seolah Allah membutakan mereka (Yoh. 12:40). Namun, nyatalah, kebenaran bahwa mereka dengan kesadaran penuh menolak apa yang diajarkan Yesus, bahkan menolak kehadiran-Nya.

Sekarang mereka menolak Yesus, yang datang  sebagai Mesias, yang diangkat Allah sebagai:  Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai (Yes. 9:6). Ia tidak datang dengan kuda yang gagah, sebagai panglima perang.

Tetapi, Ia datang menunggang keledai, memasuki jantung agama Yahudi dengan damai sejahtera. Hati mereka tertutup, terus menerus menolak Kabar Sukacita.

Yesus tidak diterima sebagai Ia yang “mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat” kepada Sion (Yes. 52:7).

Musuhmu akan mengelilingi engkau

Kelak Yerusalen, 70 M, luluh lantak dihancurkan Jenderal Titus. Mereka menolak tawaran Allah akan damai sejahtera. 

Yosephus, sejarawan Yahudi, dalam War of the Jews, bersaksi, tentang keadaan di dalam kota, “Tiada lagi harapan untuk bagi orang Yahudi untuk lari dari Yerusalem. Kemerdekaan mereka telah dirampas dari kota itu.

Lalu, kelaparan meluas, dan melahap seluruh penduduk dari rumah ke rumah dan keluarga ke keluarga; jalanan kota itu dipenuhi mayat bergelimpangan, terutama kaum tua.

Para pemimpin Yahudi pertama-tama memerintahkan supaya yang mati dikuburkan di tanah milik umum, karena tidak tahan atas bau mayat itu. Tetapi, segera, ketika mereka tidak mampu mengatasinya, mereka membuang mayat itu ke lembah-lembah dari dinding kota.”

Di balik semua itu, Yesus terus menggemakan nubuat nabi Yeremia dalam Kitab Ratapan, “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu.

Karena tidak untuk selama-lamanya Tuhan mengucilkan. Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setia-Nya.” (Rat. 3:21-22;31-32).

Katekese

Yesus memenuhi mereka yang menangis dengan kebahagiaan. Origenes dari Alexandria, 185-254:

“Ketika Tuhan dan Juruselamat kita mendekati Yerusalem, Ia memandang kota itu dan menangis. Melalui teladan-Nya, Yesus membenarkan seluruh Sabda Bahagia yang difirmankan-Nya dalam Injil. 

Melalui kesaksian-Nya sendiri, Ia membenarkan apa yang diajarkan-Nya. “Berbahagialah mereka yang lemah lembut,” sabda-Nya.

Ia bersabda tentang apa yang serupa dialami oleh Diri-Nya sendiri: “belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati”. “Berbahagialah orang yang membawa damai”.

Betapa tiada manusia yang membawa damai sejahtera seperti Tuhan Yesusku, yang adalah “damai-sejahtera kita”, yang “telah merubuhkan perseteruan” dan “melenyapkan perseteruan pada salib itu.” (Ef. 2:14-15).

“Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran.”

“Tiada seorangpun menderita penganiayaan karena kebenaran seperti dialami Tuhan Yesus, yang disalib demi dosa-dosa kita. Maka, Tuhan menunjukkan kepenuhan seluruh Sabda Bahagia dalam Diri-Nya.

Karena serupa dengan Sabda Bahagia, Ia menangis. Karena sabda-Nya, “Berbahagialah mereka yang menangis”, untuk meletakkan landasan bagi sabda ini juga.

Ia menangis bagi Yerusalem dan bersabda, “Jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu”, dan seterusnya, hingga pada saat Ia bersabda, “karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.” (Homily On The Gospel Of Luke 38.1–2)

Oratio-Missio

Tuhan, Engkau telah mengunjungi dan menebus umat-Mu. Semoga aku tak luput memperhatikan kunjungan-Mu hari ini, saat Engkau mengantar umat-Mu menuju kesucian dan kebenaran. Murnikanlah hati dan budiku agar aku mampu mengetahui jalanMu dan hidup selaras dengan kehendak-Mu. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk ‘menyeka’ air mata Yesus?

Et ut adpropinquavit, videns civitatem flevit super illam -Lucam 19:41

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version