Home BERITA Lectio Divina 18.01.2023 – Melakukan Kebaikan atau Kejahatan

Lectio Divina 18.01.2023 – Melakukan Kebaikan atau Kejahatan

0
Ia memulihkan tangan yang lumpuh di hari Sabat, by Vatican News.

Rabu. Hari Biasa, Pekan Biasa II (H)

  • Ibr. 7:1-3.15-17
  • Mzm. 110:1.2.3.4
  • Mrk. 3:1-6

Lectio

1 Kemudian Yesus masuk lagi ke rumah ibadat. Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. 2  Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia.

3 Kata Yesus kepada orang yang mati sebelah tangannya itu: “Mari, berdirilah di tengah” 4  Kemudian kata-Nya kepada mereka: “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?” Tetapi mereka itu diam saja.

5  Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: “Ulurkanlah tanganmu.” Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu. 6 Lalu keluarlah orang-orang Farisi dan segera bersekongkol dengan orang-orang Herodian untuk membunuh Dia.

Meditatio-Exegese

Mereka mengamat-amati Yesus

Perselihan kelima antara Yesus dengan para memimpin agama disajikan dalam Mrk. 3:1-6. Perselisihan pendapat ini berpusat pada penyembuhan di hari Sabat.

Seperti biasa Yesus mengikuti ibadat di sinagoga pada hari Sabat setelah Ia mengusir setan. Yesus sadar kaum Farisi mengikuti-Nya dari jauh.

Untuk menggambarkan aktivitas orang Farisi, digukan kata παρετηρουν, pareteroun, dari kata paratero, yang bermakna: melihat dengan seksama, teliti, mengamat-amati hingga detail terkecil. Mereka hendak menjebak dan menuntut-Nya bila ditemukan pelanggaran atas Hukum Sabat.

Berbeda dengan keempat perselisihan pendapat di muka, pada perikop ini para lawan Yesus pasif. Mereka tidak aktif bertanya langsung pada-Nya atau melalui para murid-Nya. Justru ketika para musuh diam, suasana perjumpaan menjadi sangat mencekam.

Mari, berdirilah di tengah  

Saat Yesus masuk sinagoga, tatapan mata-Nya menyapu seluruh ruangan sinagoga. Ia menatap orang yang menderita kelumpuhan tangan.

Si sakit duduk di bagian belakang. Ia disembunyikan dari pandangan mata Yesus. Ia dihambat untuk berjumpa dengan Orang Nazareth.

Kini, Yesus memintanya berdiri di tengah. Ia menjadikan si sakit pusat perhatian. Seluruh mata tertuju padanya, termasuk mata kaum Farisi, yang menyembunyikannya. Yesus memberikan peran yang tidak pernah diberikan siapa pun sebelumnya.

Diam-diam, melalui tindakan itu, Ia mengajak para musuh-Nya untuk berefleksi atas perbuatan yang dilakukan terhadap si sakit.

Yesus mengajak merenungkan nubuat Nabi Yehezkiel, “Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman.” (Yeh. 34:4)

Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat?

Yesus sadar akan jebakan kaum Farisi dengan alasan Ia bekerja di hari Sabat. Mereka secara ketat menafsirkan bahwa mengobati orang sakit di hari Sabat digolongkan sebagai ‘bekerja’.

Bila menyembuhkan, melawan hukum Sabat (bdk. Luk. 13:14; Kel. 20:9-10; Ul. 5:13-14). Pengecualian hanya untuk keadaan darurat, misalnya: ibu melahirkan dan keadaan genting lain.

Kaum Farisi melupakan sejarah yang mereka bentuk saat pembantaian 1000 pejuang Yahudi di jaman Makabe. Mereka dibunuh karena tidak mempertahankan diri saat diserbu di hari Sabat.

Maka, sejak abad kedua sebelum Masehi, mereka mengubah peraturan yang memungkinkan mempertahankan nyawa dikecualikan dari apa yang disebut ‘kerja’ (1Mak. 2:29-41). 

Cara berpikir Yesus sungguh di luar nalar kaum Farisi. Ia mengajak para pengecam untuk berefleksi tentang apa yang harus dilakukan dalam hidup.

Maka, Ia bertanya (Mrk. 3:4), “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?”, Licet sabbatis bene facere an male? Animam salvam facere an perdere?

Ia mengajak mereka untuk menimbang, berpikir dan bertindak seperti Allah, ketika menciptakan dunia. Allah melakukan perbuatan yang baik (Kej. 1:18). Dan pada saat Allah menciptakan manusia, Ia memandang karya-Nya itu sungguh amat baik (Kej. 1:31).

Sebaliknya, yang dijumpai Yesus adalah upaya untuk membunuh-Nya. Mereka tak hanya menolak ajakan-Nya, tetapi bersekongkol dengan para pengikut Herodes Antipas, penguasa Galilea.

Anak Herodes Agung sangat dibenci, karena ia menindas rakyat untuk menyenangkan hati penjajah Romawi. Ia juga dikecam Yohanes karena perkawinan tidak sah yang dilakukannya (Luk. 3:19-20).

Besekongkol dengan pengikut Herodes, sebenarnya kaum Farisi menghina diri sendiri. Mereka secara tidak langsung mendukung penguasa boneka Kekaisaran Romawi, sama dengan pemungut cukai. Namun, mereka kehilangan martabat karena membungkus alasan persekongkolan dengan ayat-ayat Kitab Suci dan hukum suci.

Yesus sangat marah, karena kedegilan hati para musuh-Nya. Mereka menolak diajak untuk berbela rasa, berpikir dan bertindak seperti Allah. Dalam Perjanjian Baru hanya di kisah inilah  dijumpai Yesus meluapkan kemarahan-Nya.

Santo Markus menggunakan kata πωρωσει, porosei, untuk menggambarkan kedegilan hati para musuh-Nya. Kata ini juga bermakna: buta atau pengertian yang gelap (bdk. Rm. 11:25; Ef. 4:18).

Yesus tidak melanggar hukum Sabat dengan bekerja menyembuhkan si sakit. Ia hanya memintanya mengulurkan tangan (Mrk. 3:5). Ia tak pernah berhenti berbuat baik dan menyelamatkan.

Katekese

Belas kasih Tuhan.  Santo Yohanes Chrysostomus, 349-407:

“Yesus berkata kepada orang yang tangannya mati sebelah, “Mari.”

Kemudian Ia menantang orang-orang Farisi, apakah diperbolehkan melakukan kebaikan pada hari Sabat. Perhatikan belas kasih Tuhan yang memancar lembut dari hati-Nya saat Ia dengan sengaja membawa pria yang tangannya mati sebelah ke hadapan mereka (Luk. 6: 8).

Yesus berharap bahwa kemalangan orang ini mungkin melunakkan hati orang-orang Farisi itu. Sehingga karena iba mereka mampu mengikis habis kebencian, dan dengan menyaksikan penderitaan mereka memperbaiki cara mereka memperlakukan sesama manusia.

Tetapi, ternyata mereka tetap tidak merasa iba dan tidak berperasaan. Mereka lebih memilih untuk membusukkan nama Kristus, daripada melihat orang malang ini sembuh.

Mereka meluapkan kejahatan mereka tidak hanya dengan mengobarkan permusuhan terhadap Kristus, tetapi juga dengan cara itu mereka terus mengobarkan kebencian, sehingga tidak mampu memperlakukan sesama dengan penuh belas kasih.” (The Gospel Of Matthew, Homily 40.1)

Oratio-Missio

Tuhan, ubahlah hatiku dengan kasih-Mu agar aku dengan suka rela melayani sesama demi kesejahteraan mereka. Dengan cara itulah, semoga aku juga mempersiapkan perayaan dan Perjamuan Abadi pada saat Engkau datang. Amin.

  • Apa yang perlu kulakukan untuk terus berbuat baik dan menyelamatkan nyawa orang?              

Licet sabbatis bene facere an male? Animam salvam facere an perdere? – Marcum 3:4

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version