Jumat. Hari Biasa Pekan Paskah VI (P)
- Kis. 18:9-18
- Mzm. 47:2-3.4-5.6-7
- Yoh. 16:20-23a
Lectio
20 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita. 21 Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.
22 Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu. 23 Dan pada hari itu kamu tidak akan menanyakan apa-apa kepada-Ku.
Meditatio-Exegese
Kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita
Yesus menegaskan sepanjang zaman para murid akan mengalami kesulitan seperti yang dialami-Nya dalam melaksanakan tugas pepengutusan dan menjadi saksi-Nya. Kesulitan kadang nampak tak akan berakhir.
Ia bersabda (Yoh. 16:20), “Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita”, Amen, amen dico vobis quia plorabitis et flebitis vos, mundus autem gaudebit; vos contristabimini, sed tristitia vestra vertetur in gaudium.
Rumus Amen, amen dico vobis, sesungguhnya, dalam tradisi biblis hanya digunakan oleh Yesus, Sang Amin. Maka, saat bersabda, Ia bersabda seperti Allah, Bapa-Nya, bukan kuasa seperti ahli taurat dan ahli kitab (bdk. Mat. 7:29; Mrk. 1:22).
Yesus melukiskan mereka akan mengalami plorabitis, tangisan; flebitis, ratapan; dan tristitia, dukacita. Tetapi seluruh pengalaman pahit itu akan diubah menjadi manis.
Tangisan, ratapan dan dukacita dialami oleh jemaat yang dibina Santo Yohanes di Asia Kecil, sekarang Turki. Mereka hidup dalam situasi pahit karena pengejaran dan penindasan yang menyebabkan kesedihan.
Para rasul telah mengajarkan bahwa Yesus akan kembali. Tetapi ‘parousia’, kedatangan-Nya kembali yang penuh kemuliaan tidak segera nampak tanda-tandanya.
Sebaliknya, pengejaran dan penindasan makin menjadi-jadi. Beberapa menjadi kurang sabar dan tidak tahan menanggung derita, sehingga muncul pertanyaan, “Sampai kapan?” (bdk. 2Tes. 2:1-5; 2Ptr. 3:8-9).
Beberapa yang lain dengan gagah berani menanggung penderitaan, ketika tahu dan sadar bahwa itulah cara dan syarat untuk meraih sukacita sejati. Maka, walau menghadapi maut, orang-orang ini menatap kematian dengan gagah berani.
Inilah alasan mengapa Yohanes menggambarkan seperti derita perempuan yang mau melahirkan anak. “Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan.” (Yoh. 16:21a).
Perempuan berdukacita, sesudah melahirkan anaknya, tidak ingat lagi akan penderitaannya
Dalam membina jemaat yang sedang mengalami pengejaran, penyiksaan, bahkan pembunuhan, Santo Yohanes menggunakan perumpamaan seorang perempuan yang berjuang mengatasi kesakitan ketika melahirkan.
“Tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.” (Yoh. 16:21). Tiap ibu yang pernah melahirkan pasti mengerti pengalaman ini.
Derita memang menyakitkan, sering tak tertanggungkan. Tetapi mereka menanggungnya, karena menyadari bahwa derita mereka menjadi sumber hidup baru.
Maka, penderitaan karena dikejar-kejar, dipenjara, diadili, disiksa, bahkan, dibunuh karena Yesus Kristus, harus dihayati dalam terang sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.
Tidak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu
Ketika hari kemenangan datang, saat bersua dengan Yesus Kristus dalam kemuliaan-Nya, tiap pribadi tidak akan bertanya lagi. Saat itulah sukacita mencapai kepenuhannya.
Kepastian ini memberi harapan baru dan sukacita pada jemaat yang letih mengalami penyiksaan, derita dan, bahkan, kematian karena iman. Derita karena iman, seperti kata seorang pujangga, “Menyakitkan, tetapi aku terus bernyanyi!”
Sedangkan Santo Yohanes dari Salib berkata, “Di malam yang gulita; membara dan merayau kar’na cinta; – betapa beruntung; Aku tak kelihatan; Ke luar, dan rumahku sudah tenang.”
Ungkapan ini menyingkapkan pada saat kedatangan Kerajaan Allah semua menjadi terang. Dalam cahaya Allah kita tidak perlu bertanya-tanya lagi. Sudah cukuplah untuk bersatu dengan Sang Terang.
Katekese
Alleluia menjadi seluruh sukacitamu. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430
“Saya yakin saya tak akan lelah mengingatkan kalian jika saya menyebutkan apa yang telah kalian kenal. Setiap hari kita berseru ‘Alleluia’ dan kita mengulanginya dengan sukacita. Karena kalian tahu bahwa ‘Alleluia’bermakna “Pujilah Allah”.
Melalui ungkapan ini, dalam kesatuan lisan dan budi, kita saling berseru untuk memuji Allah. Sebaliknya, siapa pun yang tak pernah menyenangkan hati Allah tak akan pernah memuji-Nya dengan tulus.
Terlebih, dalam masa peziarahan, kita berseru ‘Alleluia’ untuk saling menghibur dalam perjalanan. ‘Alleluia’selalu menjadi madah bagi peziarah, seperti kita.
Tetapi, setelah kita berjerih lelah melalui negeri yang damai di mana seluruh kegiatan kita kesampingkan dan tiada apapun yang dikerjakan, kita hanya menyisakan hanya satu ungkapan: ‘Alleluia’.
Marilah kita bermadah sekarang, bukan untuk bersenang-senang karena damai, tetapi penghiburan atas kerja keras kita. Madah bagi peziarah biasa dilakukan selama perjalanan. Nikmati pekerjaan kalian dengan bernyanyi. Jangan menyukai menganggur. Teruslah bermadah, teruslah bergerak maju….
Jika kalian maju, majulah dalam kesejahteraan; majulah dalam iman yang kokoh; majulah dalam perbuatan baik. Teruslah bermadah dan teruslah maju.
Sementara kita di sini, teruslah bermadah ‘Alleluia ’walaupun kita direpotkan oleh pelbagai perkara, sehingga di masa depan kelak, kita diizinkan bermadah di sana, di surga, dalam keheningan. Setelah kerja keras di dunia ini, pasti ada madah yang diulang tanpa henti: ‘Alleluia’…
Tiga kali ‘Alleluia’ akan menjadi makanan kita. ‘Alleluia’ akan menjadi minuman kita. ‘Alleluia’ akan menjadi tindakan damai kita. ‘Alleluia’akan menjadi sukacita kita yang penuh.” (Sermon 255 (1); Sermon 256 (1 and 3); Sermon 252 (9))
Oratio-Missio
Tuhan, penuhilah kami dengan Roh Kudus-Mu agar kami memancarkan sukacita kebangkitan dan menghayati kebenaran bahwa kasih-Mu mengalahkan dosa dan maut. Amin.
- Tantangan: Jadilah saksi Kristus hingga akhir zaman.
Amen, amen dico vobis quia plorabitis et flebitis vos, mundus autem gaudebit; vos contristabimini, sed tristitia vestra vertetur in gaudium – Ioannem 16:20