Home BERITA Lectio Divina 21.2.2025 – Kehilangan Nyawa untuk Menyelamatkannya

Lectio Divina 21.2.2025 – Kehilangan Nyawa untuk Menyelamatkannya

0
Menyelamatkan nyawa, by Elizabeth Wang

Jumat. Minggu Biasa VI, Hari Biasa (H)

  • Kej. 11:1-9
  • Mzm. 33:10-11.12-13.14-15
  • Mrk. 8:34-9:1

Lectio

34 Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka, “Jika seseorang mau menjadi pengikut-Ku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. 35 Karena siapa saja yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi siapa saja yang kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.

36 Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya? 37 Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? 38 Sebab siapa saja yang malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah orang-orang yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusia pun akan malu karena orang itu, apabila Ia datang dalam kemuliaan Bapa-Nya, bersama dengan malaikat-malaikat kudus.”

Kata-Nya lagi kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan kematian sebelum mereka melihat bahwa Kerajaan Allah telah datang dengan kuasa.”

MeditatioExegese

Jika seseorang mau menjadi pengikut-Ku

Warta tentang Yesus dengan cepat sampai ke ibu kota dunia, kota abadi Roma. Untuk membina jemaat Santo Markus menyusun kisah tentang Yesus Kristus antara tahun 65-75. Ia menyusun bahan katekese, pengajaran, di tengah situasi sulit yang dialami jemaat.

Pada tahun 64, Kaisar Nero mengumumkan pengejaran besar-besaran terhadap para murid Yesus dan simpatisan-Nya. Maka, hampir di seluruh wilayah kekaisaran Romawi para murid Yesus dan yang ingin mengikuti-Nya mengalami penderitaan: disalib, dibunuh dan dijadikan tontonan di arena, amphitheater.

Enam tahun kemudian, Yerusalem diluluh lantakkan oleh panglima perang Kekaisaran Romawi, Jenderal Titus. Seluruh Israel dihancurkan, Bait Allah dibumi hanguskan dan seluruh harta kekayaan diangkut sebagai rampasan perang.

Di wilayah lain kekaisaran, perselisihan di antara jemaat yang berasal dari bangsa Yahudi dan bangsa lain tidak mereda. Situasi ini sungguh menyulitkan untuk mewartakan salib Kristus. Bagi bangsa Yahudi, penyaliban menjadi bukti bahwa orang itu dikutuk (Ul. 21:22-23).

Situasi yang begitu berat menjadi tantangan bagi seseorang bila ingin mengikuti jejak kaki Yesus. Syarat yang harus dipenuhinya tidak sedikit dan tantangan yang menghadang pasti berat.

Menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku

Kepada orang banyak dan kedua belas rasul itu Yesus menyingkapkan syarat yang sama untuk mengikuti-Nya: menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti-Nya. Ketiga syarat ini menjadi satu ikatan, bukan lepas satu-satu.

Menyangkal diri  bermakna mengganti orientasi/tujuan hidup dari berpusat pada diri sendiri menjadi berpusat pada Allah. Menyangkal diri setara makna dengan pertobatan, Yesus berseru, “Bertobatlah.”, μετανοειτε, metanoeite (Mrk. 1:15).  

Maka menyangkal diri tidak hanya membenci segala dosa, mencampakkan segala hal yang mengganggu kedekatan dengan Allah, tetapi juga menjadikan rencanaNya menjadi rencana pribadiku. Pemazmur mengungkapkan, “… aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku.” (Mzm. 40:9).

Memanggul salib dan mengikuti-Nya bermakna kesediaan dengan suka rela menanggung perlakuan untuk disingkirkan, dicela, dihina oleh sistem hidup kemasyarakatan yang tidak adil dan melegalkan ketidakadilan.

Salib bukan nasib buta yang menimpa pengikut-Nya dan dikehendaki Bapa. Salib adalah konsekuensi logis yang harus ditanggung karena komitmen untuk setia mengikuti Warta Sukacita yang menjadi penuh dalam diri Yesus, Putera-Nya.

Maka siapa pun juga yang menerima pewartaan Kabar Gembira selalu disambut dan diperlakukan sebagai saudaraNya laki-laki dan perempuan (bdk. Mrk. 3:35). Warta Sukacita, Injil selalu menggoncang kuasa setani, yang didukung oleh kepentingan, kenikmatan diri dan, pasti, ketidakadilan.

Warta itu dan pewarta-Nya selalu dimusuhi, dikejar-kejar, bahkan, dibunuh. Karena itu, tiada kasih yang lebih besar dari kasih seorang yang memberikan nyawanya bagi sahabatnya. 

Kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil

Yesus menggunakan kata ‘nyawa’, ψυχην, psychen, dari kata psyche (Mrk. 8:35), yang juga digunakan ketika Allah meniupkan napas hidup pada saat menciptakan manusia (Kej. 2:7). Nyawa bermakna inti hidup manusia. Nyawa menopang hidup fisikal sekarang dan akan terus hidup kendati jasad yang ditopangnya telah terkubur.

Kata lain yang digunakan dan dipertentangkan adalah kata ‘kehilangan’, απολεση, apolese, yang bermakna: menghancurkan. Maka, Yesus memberikan tawaran: menyelamatkan nyawa atau kehilangan nyawa.

Menyelamatkan nyawa bermakna memilih untuk berlawanan dengan Allah. Konsekuensi dari pilihan ini adalah menghancurkan hidup untuk selamanya. 

Dan yang kehilangan nyawa karena Dia dan Injil serta tidak malu mengakui Yesus di hadapan manusia, ia akan memperoleh nyawa dan memeliharanya untuk hidup kekal. Dan cara untuk kehilangan nyawa: menyangkal diri, memikul salib dan mengikutiNya.

Bila kehilangan nyawa dipilih, tiap murid-Nya memperoleh nyawanya. Ia bersabda (Mrk. 8:34), “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.”, Si quis vult post me sequi, deneget semetipsum et tollat crucem suam et sequatur me.

Katekese

Akankah kau mengikuti Yesus? Santo Caesarius dari Arles, 470-542:

“Ketika Tuhan mewartakan pada kita dalam Injil bahwa setiap orang yang hendak menjadi pengikut-Nya harus menyangkal diri, perintah itu terasa berat. Kita mengira Ia sedang meletakkan beban yang sangat berat di pundak kita (Mat. 16:24; Mrk. 8:34; Luk. 9:23).

Tetapi, perintah itu tidak lagi menjadi beban karena diberikan oleh Orang yang membantu melakukannya. Ke tempat mana kita harus mengikuti Kristus jika bukan di tempat yang telah Ia lalui?

Kita tahu bahwa Ia telah bangkit dan naik ke Surga. Lalu, ke sanalah kita mengikuti-Nya.

Maka, tak ada alasan untuk putus asa. Kita bukan apa-apa bila mengandalkan diri sendiri; tetapi, karena berpegang pada janji Kristus… .

“Siapa pun yang menyatakan diri tinggal di dalam Kristus harus berjalan bersama-Nya. Akankah kamu mengikuti Kristus? Maka, jadilah rendah hati, seperti Ia rendah hati.

Jangan menghina kehinaan-Nya jika kamu ingin mencapai kemuliaan-Nya. Dosa manusia membuat jalan menjadi sukar dan bergelombang.

Kebangkitan Kristus meratakannya. Dengan melawati jalan itu sendirian, Ia mengubah jalur jalan yang sempit menjadi jalan raja.

Dua kaki diperlukan untuk berlari sepanjang jalan raja ini, yakni kerendahan hati dan kasih. Setiap orang yang ingin mencapai puncak – baiklah, ia harus lebih dulu menjadi rendah hati.

Mengapa kamu melangkahi pijakan yang terlalu lebar? Apakah kamu ingin jatuh terjerembap? Mulailah dengan langkah pertama: kerendahan hati. Kemudian, kamu siap untuk mendaki.” (Sermons 159, 1.4–6).

Oratio-Missio

Tuhan, aku ingin mengikuti-Mu sebagai murid. Dengan suka hati kupersembahkan apa yang kumiliki. Ambillah dan gunakan seluruh hidupku sebagai persembahan demi kemuliaan-Mu. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Yesus?             

Si quis vult post me sequi, deneget semetipsum et tollat crucem suam et sequatur me – Marcum 8:34

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version