Sabtu. Minggu Biasa XXIV. Pesta Santo Matius, Rasul dan Pengarang Injil (M)
- Ef. 4:1-7.11-13
- Mzm. 19:2-3.4-5
- Mat. 9:9-13
Lectio
9 Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: “Ikutlah Aku.” Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. 10 Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya.
11 Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” 12 Yesus mendengarnya dan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit.
13 Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”
Meditatio-Exegese
Ia melihat seorang yang bernama Matius
Yesus membuka peluang bagi pribadi yang disingkirkan masyarakat dan dicap sebagai pengkhianat untuk menjadi salah satu sahabat dekat-Nya. Belas kasih dan kerahiman-Nya meluap dari hati-Nya. Suara-Nya yang lembut mengetuk hati Matius.
Pada tahap awal karya pelayanan-Nya, Yesus memanggil para nelayan Yahudi di tepi Danau Galilea di Kapernaum (Mat. 4:18-22). Sekarang, Yesus memanggil seorang pemungut cukai, Matius.
Di Injil lain, pemungut cukai ini dipanggil dengan nama Lewi. Dalam Injil ini, ia dipanggil sebagai Matius, yang bermakna rahmat Allah atau dianugerahkan oleh Allah.
Pekerjaan Matius sebagai pemungut cukai menjadikannya sebagai pengkhianat bangsa Yahudi. Penagih pajak Romawi direkrut dari penduduk setempat melalui sistem lelang.
Cara ini berdampak pada sistem pemerasan dan korupsi. Maka, para pemungut pajak pasti disingkirkan dari komunitasnya.
Secara keagamaan ia dianggap najis. Dampaknya, ia dilarang memasuki sinagoga. Tidak ada ijin baginya untuk mempersembahkan korban bakaran dan beribadat di Bait Allah. Maka, keadaan Matius dalam hidup keagamaan jauh lebih buruk dari pada bangsa bukan Yahudi.
Saat membandingkan seorang pemungut cukai dengan seorang Farisi, Santo Lukas melukiskan si pemungut cukai berdiri jauh dari hadapan Tuhan. Ia harus berdiri di luar pelataran Bait Allah yang diperuntukkan bagi bangsa bukan Yahudi.
Posisi di luar kompleks Bait Allah membuktikan ia dibenci dan digolongkan sebagai pendosa.
Pemungut cukai, dalam bahasa Latin publicanus, dibagi dalam dua golongan: gabbai dan mokhes. Pemungut cukai umum, gabbai, memungut pajak atas hak milik, pajak pendapatan dan pajak perseorangan. Jenis pajak ini ditetapkan berdasarkan penaksiran resmi dan cermat, sehingga sulit untuk menarik lebih.
Sedangkah mokhes menarik pajak barang impor dan ekspor, barang yang dijual di dalam negeri, dan segala jenis barang yang berlalu-lalang di jalan. Para mokhes mendirikan rumah cukai di jalan dan jembatan.
Di rumah cukai itu, para mokhes menarik bea atas hewan penarik beban dan roda-roda kereta, barang kiriman, surat atau apa pun yang dapat dikenai bea masuk dan bea keluar. Penaksiran atas jumlah pajak/bea sangat tergantung dari penilaian pribadi.
Mokhes dibagi lagi menjadi dua kelompok: mokhes besar dan mokhes kecil. Mokhes besar dalam Perjanjian Baru disebut kepala pemungut cukai. Biasanya ia bekerja dari balik meja dan mempekerjakan mokhes kecil.
Zakheus dikenal sebagai mokhes besar, kepala pemungut cukai (Luk. 19:2). Sedangkan Matius merupakan mokhes kecil. Ia mengelola penarikan cukai dan bea, bertemu muka dengan siapa pun yang melintas di depan rumah cukainya. Tiap hari ia dilihat orang dan menanggung risiko dimarahi banyak orang.
Di rumah cukai itu, yang terpampang pasti pernak-pernik kafir, khas Romawi. Inilah yang dilihat orang kebanyakan: Matius adalah antek penjajah.
Namun, sama seperti keempat rasul pertama, Matius meninggalkan segala-galanya dan mengikuti Yesus. Ia meninggalkan kantor/pos cukai, penghasilan dan sumber kekayaannya yang besar. Ia melepaskan segala hal yang mengikat dan menghambat relasi mesra dengan-Nya.
Yesus melihat Matius seperti Samuel melihat anak-anak Isai, “Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati” (1Sam. 16:7). Dikisahkan (Mat 9:9), “Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai.”, vidit hominem sedentem in teloneo, Matthaeum nomine.
Seperti cara memanggil Simon Petrus, Yesus memanggil Matius di tempat kerja. Santo Yohanes Chrysostomus, bapa Gereja abad kelima, menggambarkan, “Mengapa Yesus tidak memanggil Matius pada saat yang bersamaan dengan panggilan-Nya pada Petrus, Yohanes dan murid lainnya?
Yesus mendatangi masing-masing pada saat yang tepat. Saat itulah mereka akan menanggapi dengan tepat pula. Ia mendatangi dan memanggil Matius ketika Ia yakin bahwa Matius pasti tunduk pada panggilan-Nya.
Serupa juga dengan saat Ia memanggil Paulus ketika ia dalam keadaan ringkih, setelah bangun, seperti seorang pemburu yang lunglai pulang dari perburuannya.
Karena Ia mengenal relung-relung hati kita yang paling dalam dan mengetahui rahasia pikiran kita, Ia tahu kapan kita masing-masing akan menjawab panggilan-Nya dengan sepenuh hati dan jiwa.
Maka, Ia tidak memanggil mereka bersama-sama, ketika hati Matius masih membatu. Tetapi, setelah berita tentang mukjizat, dan nama-Nya dikenal luas, Ia memanggil Matius. Ia tahu hati Matius telah melembut dan siap menjawab seruan-Nya.” (Homily XXX)
Sama seperti murid yang lain, Matius segera berdiri dan mengambil langkah untuk menjadi murid-Nya. Yesus bersabda kepadanya (Mat. 9:9), “Ikutlah Aku.”, Sequere me.
Matius ambil bagian dalam tugas perutusan dan hidup Yesus. Ia dimasukkan dalam daftar para rasul, dengan identitas lengkap (Mat. 10:3), “Filipus dan Bartolomeus, Tomas dan Matius pemungut cukai.”, Philippus et Bartholomaeus, Thomas et Matthaeus publicanus.
Yesus makan di rumah Matius
Yesus mendobrak hukum agama yang memisahkan seorang terhadap yang lain. Maksud hukum itu semula untuk membina kemurnian hati, dalam mengabdi Tuhan, misalnya: larangan pernikahan orang Yahudi dengan orang asing (bdk. Neh. 10:30).
Tetapi setelah generasi Ezra-Nehemia, abad ke-5 SM, hukum itu tidak diperbaharui, bahkan ditambah dengan begitu banyak golongan orang yang tidak dikehendaki. Yesus makan bersama mereka menandakan bahwa Ia mau memulihkan relasi yang retak menjadi utuh.
Ia membangun jembatan, pontifex, yang menghubungkan hati setiap orang, terutama dan pertama-tama kaum yang disingkirkan dan tidak dikehendaki, dengan hati-Nya. Mengutip Nabi Hosea, Yesus menyatakan Allah membutuhkan belas kasih dan hati yang mendengarkan serta mengasihi-Nya (bdk. Hos. 6:6).
Inilah daftar orang yang diterima Yesus: penderita (Mat. 8:1-4), orang asing (Mat. 8:5-13), perempuan (Mt. 8:14-15), orang sakit (Mt. 8:16-17), orang kerasukan setan (Mat. 8:28-34), orang lumpuh (Mt. 9:1-8), pemungut cukai (Mat. 9:9-13), perempuan sakit pendarahan (Mat. 9:20-22), dan banyak lagi.
Katekese
Matius tidak menunda ketika ia dipanggil Yesus. Santo Chromatius, wafat 406.
“Tuhan, yang hendak menganugerahkan keselamantan kepada semua pendosa yang percaya kepadaNya, sesuai kehendak-Nya memilih Matius, mantan pemungut cukai. Anugerah penghormatan-Nya pada Matius menjadi teladan bagi keselamatan kita.
Setiap pendosa harus dipilih oleh Allah dan dapat menerima rahmat keselamatan abadi bila ia selalu memiliki jiwa yang beriman dan hati yang berbakti pada-Nya.
Maka Matius dipilih Allah sesuai dengan kehendak-Nya. Dan, walaupun ia ternggelam dalam urusan duniawi, karena lubuk hatinya selalu berbakti kepada Allah, ia dipandang layak untuk dipanggil oleh Tuhan kita, “Ikutlah Aku.”
Pertimbangan ilahi-Nya mengenali niat yang tersembunyi di kedalaman lubuk hati dan jiwa terdalam. Dari apa yang terjadi kemudian, kita tahu bahwa Matius diterima Tuhan bukan karena alasan kedudukannya, tetapi karena iman dan baktinya pada Allah.
Segera setelah Tuhan bersabda padanya, “Ikutlah Aku.”, Matius tidak berlambat-lambat atau menunda, tetapi, “berdirilah Matius lalu mengikut Dia.” (Tractate On Matthew 45.1)
Oratio-Missio
Tuhan Yesus, Juruselamat kami, ijinkan kami datang pada-Mu: Hati kami begitu dingin; Tuhan hangatkanlah hati kami dengan kasih-Mu yang tanpa pamrih. Hati kami penuh noda dosa; bersihkanlah dengan darah-Mu yang tak ternilai.
Hati kami lemah; kuatkanlah dengan Roh-Mu yang penuh sukacita. Hati kami hampa; penuhilah dengan kehadiran-Mu. Tuhan Yesus, Engkaulah pemilik hati kami. Maka, buatlah supaya selalu menjadi milik-Mu. Amin. (Eoa Santo Agustinus, Uskup Hippo, 354-430)
- Apa yang perlu aku tinggalkan untuk menjawab Yesus saat bersabda, “Ikutlah Aku.”?
Sequere me. – Matthaeum 9:9