Home KITAB SUCI & RENUNGAN HARIAN Renungan Harian Lectio Divina 22.01.2024 – Tidak Berdosa Melawan Roh Kudus

Lectio Divina 22.01.2024 – Tidak Berdosa Melawan Roh Kudus

0
Rumah tangga itu tidak dapat bertahan, by Vatican News.

Senin. Minggu Biasa III, Hari Biasa (H) 

  • 2Sam. 5:1-7.10
  • Mzm 89:20.21-22.25-26
  • Mrk 3:22-30 

Lectio

22 Dan ahli-ahli Taurat yang datang dari Yerusalem berkata: “Ia kerasukan Beelzebul,” dan: “Dengan penghulu setan Ia mengusir setan.” 23 Yesus memanggil mereka, lalu berkata kepada mereka dalam perumpamaan: “Bagaimana Iblis dapat mengusir Iblis?

24 Kalau suatu kerajaan terpecah-pecah, kerajaan itu tidak dapat bertahan, 25 dan jika suatu rumah tangga terpecah-pecah, rumah tangga itu tidak dapat bertahan. 26 Demikianlah juga kalau Iblis berontak melawan dirinya sendiri dan kalau ia terbagi-bagi, ia tidak dapat bertahan, melainkan sudahlah tiba kesudahannya.

27 Tetapi tidak seorangpun dapat memasuki rumah seorang yang kuat untuk merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu. Sesudah itu barulah dapat ia merampok rumah itu. 28 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan.

29 Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.” 30 Ia berkata demikian karena mereka katakan bahwa Ia kerasukan roh jahat.

Meditatio-Exegese

Engkau harus menggembalakan umat-Ku Israel, dan engkau menjadi raja atas Israel

Setelah kematian Saul, kursi penguasa kosong. Biasanya pada masa seperti ini orang menyusun persekongkolan, pembunuhan, pemberontakan untuk merebut kekuasaan. Tetapi, orang-orang Israel yang tinggal di utara dan di selatan menemui Daud untuk meneguhkan ikatan kesatuan mereka saat berkata (2Sam. 5:1),  “Ketahuilah, kami ini darah dagingmu.”, Ecce nos os tuum et caro tua sumus.

Saat itu, ikrar untuk bersatu sangat mengagumkan. Namun, hanya berlaku sangat pendek. Kelak, setelah kematian Salomo, ikrar persatuan itu dikoyak dan dipecah, karena kerakusan akan kekuasan.

Saat Saul berkuasa, ia memerintah seperti para penguasa di sekitar Israel. Tetapi, saat bangsa itu menghadap Daud, mereka meminta supaya ia bertindak seperti gembala. Kata mereka,  Saul memerintah atas kami… Engkaulah yang harus menggembalakan umat-Ku Israel, dan engkaulah yang menjadi raja atas Israel.” (2Sam. 5:2).

Gembala yang baik mengarahkan kawanan dombanya untuk mencari padang rumput dan sumber air jernih. Ia harus memastikan tiap domba dalam keadaan sehat, membebat yang luka dan mencari yang hilang. Di malam hari ia menjaga kawanannya dari incaran penjahat dan hewan pamangsa.

Tugas Daud sebagai gembala tidak selamanya berhasil baik. Ia mengalami kegagalan saat ia tidak setia pada Allah dan mengikuti cara pikirnya sendiri, seperti disingkapkan Nabi Natan setelah ia menyingkirkan Uria, prajuritnya dari bangsa Het, yang setia padanya, demi merebut istri orang asing itu, Batsyeba (2Sam. 12).

Inilah inti perjanjian antara Daud dengan para tetua suku Israel saat pengangkatannya sebagai raja (2Sam. 5:3). Daud memerintah di Yehuda selama tujuh tahun dan empat puluh atas Israel dan Yehuda (2Sam. 5:5). Angka tujuh dan empat puluh melambangkan kepenuhan, seperti juga pada Perjanjian Baru (bdk. Mat. 4:2; 18:22; Why. 1:11; Kis 4:22; dst.). 

Daud diurapi sebagai gembala-raja di Hebron. Tempat ini sangat istimewa, karena, tepatnya di Gua Makhpela, menjadi  Abraham, dan dekat pohon tarbantin di Mamre (bdk. Kej. 25:9). Tetapi, tidak pernah dijadikan sebagai ibukota kerajaan walau terletak di jalur darat untuk perdagangan  lintas benua. 

Kerajaan Israel yang digembalakan Daud ditandai dengan pembaharuan kesatuan suku-suku keturunan Abraham-Ishak-Yakub. Maka, ibu kota kerajaan ditetapkan. Dengan jerih payah dan bantuan Allah, tempat itu direbut dari Suku Yebus dan dipertahankan dari pengepungan bangsa Filistin (2Sam. 5:6-8.17-25).

Ibu kota itu menjadi kota suci dan pusat hidup umat Allah selama berabad-abad. Penulis suci melaporkan (2Sam. 5:9), “Daud menetap di kubu pertahanan itu dan menamainya: Kota Daud.”, Habitavit autem David in arce et vocavit eam Civitatem David.

Seharusnya, Yerusalem tidak dipilih sebagai ibu kota. Kota itu tidak layak menjadi ibu kota, karena miskin daya dukung untuk hidup, seperti air. Sumber air dari luar kota, di sebelah timur, di lembah Kidron, rentan dirusak, terutama saat pengepungan oleh musuh.

Jalur perdaganan internasional tidak melewatinya, tetapi justru Yerikho (bdk. Luk. 10:30); terletak di atas lembah yang tinggi (Mzm. 125:1,2); dibatasi oleh lembah Kidron di timur dan lembah sebelah barat menuju ke jurusan mata air Ular Naga dan pintu gerbang Sampah (Neh. 2:13). 

Yerusalem dipilih Allah karena Ia mengikat perjanjian dengan Daud bahwa keluarga dan kerajaannya akan kokoh selamanya (bdk. 2Sam. 7:16; Mzm. 89:4-5.35-37). Janji itu dipenuhi dalam diri Yesus. Tetapi, justru di Yerusalem Ia diangkat tinggi-tinggi dan dibunuh di kayu salib.

Sesaat sebelum pembunuhan Ia diolok-olok dan dinobatkan oleh orang asing sebagai Raja Orang Yahudi. Tentang penobatan ini, Santo Augustinus, Uskup Hippo, menulis, “Apakah makna bagi Tuhan ketika Ia dinobatkan sebagai Raja Israel? Apa makna  menjadi Raja sepanjang masa dan diakui sebagai raja seluruh umat manusia?

Kristus tidak menjadi Raja Israel untuk menuntut setoran pajak atau mengangkat senjat dan berperang melawan musuh-musuh [Isral]. Ia menjadi Raja Israel untuk menguasai jiwa-jiwa, menguatkan hati yang merindukan hidup kekal dan membawa mereka yang dipenuhi iman, harapan dan kasih masuk ke dalam Kerajaan Surga.” (In loannis Evangelium, 51, 4).

Ahli Taurat datang dari Yerusalem

Yesus tidak hanya menghadapi penentangan yang makin meningkat dari para pemuka agama, tetapi juga dari keluarga di Nazaret. Penulis Injil secara cerdik menyisipkan perselisihan antara para ahli Taurat dengan Yesus di antara kisah keinginan keluarga-Nya untuk mencerabut Yesus dari pelayanan-Nya (Mrk 3:20-21; 3:31-35).

Para ahli Taurat datang dari Yerusalem. Mereka pasti orang penting dan pandai di pusat agama Yahudi. Tradisi alkitabiah menyatakan bahwa orang yang pergi dari Yerusalem ke tempat lain disebut sebagai gerak “turun” (bdk. Luk. 10:30).

Pasti ajaran dan tindakan Yesus menarik minat mereka untuk menyelidiki, sehingga rela menempuh jalan darat sejauh 150 km dari Yerusalem ke Kapernaum. Begitu bertemu dengan Yesus, mereka tidak melakukan wawancara terlebih dahulu untuk mendalami rasionalitas ajaran Yesus.

Mereka langsung menjatuhkan tuduhan (Mrk 3:22), “Ia kerasukan Beelzebul,” dan “Dengan penghulu setan Ia mengusir setan”, Beelzebul habet ” et: “ In principe daemonum eicit daemonia.

Digunakan kata Yunani βεελζεβουλ, Beelzeboul, dalam Latin Vulgata: Beelzebub, bermakna: pemimpin para setan. Dewa ini sama dengan sebutan dewa Baal atau dewa lalat atau dewa tinja (Jawa: lethong).

Bagaimana iblis dapat mengusir Iblis?

Raja Ahazia, Raja Samaria, ketika sakit karena jatuh dari kisi-kisi kamar atas, mengutus utusan untuk bertanya kepada Baal-Zebub (tuan rumah, dewa lalat, Baal), dewa yang disembah di Ekron. Ia ingin tahu kapan ia sembuh (1Raj. 1:2).

Namun, Allah bersabda melalui mulut Nabi Elia, “Apakah tidak ada Allah di Israel, sehingga engkau menyuruh meminta petunjuk kepada Baal-Zebub, allah di Ekron? Sebab itu engkau tidak akan bangun lagi dari tempat tidur di mana engkau berbaring, sebab engkau pasti akan mati.” (1Raj. 1:6).

Baal-Zebub telah menggantikan posisi Allah, yang seharusnya disembah. Lama-lama dewa bangsa asing ini dijadikan lambang kejahatan, bahkan menjadi nama diri Penghulu Setan, dengan banyak wajah dan nama.

Yesus menanggapi tuduhan para ahli Taurat dengan tiga lapis perumpamaan (bdk. Mat. 12:29; Luk. 11:21-22). Ia menggunakan perbandingan untuk menangkis tuduhan kalau Ia mengusir setan dengan kuasa Penghulu Setan.

Santo Cyrilus dari Alexandria, Bapa Gereja abad ke-5, menjelaskan tanggapan Yesus, “Kerajaan dibangun atas dasar kesetiaan setiap warga dan ketaan mereka terhadap kedaulatan raja. Rumah tangga berdiri kokoh jika setiap penghuninya dengan cara apa pun tidak memiliki niat untuk menghancurkannya. Sebaliknya masing-masing saling sepakat dalam setiap kehendak dan perilaku.

Saya kira prinsip pembangunan ini juga berlaku bagi Beelzebul, karena ia memastikan tidak ada satu pun yang menentangnya. Lalu, bagaimana mungkin Setan mengusir Setan? Maka yang sebenarnya terjadi adalah setan tidak pernah meninggalkan manusia karena kehendaknya sendiri, tetapi diusir secara paksa.

Sabda-Nya, “Bagaimana Iblis mengusir Iblis?”  Ia tidak akan mempermalukan hambanya sendiri. Ia juga tidak akan membiarkan dirinya sendiri melukai mereka yang mmanggul senjatanya.  

Sebaliknya, ia membantu kerajaannya tegak berdiri. “Kamu harus mengerti bahwa aku menghancurkan Setan dengan kuasa illahi.” (Commentary on Luke, Homily 80).

Apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun

Tentang dosa atas penghujatan pada Roh Kudus, Gereja mengajar, “Tetapi apabila seorang menghujah Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, tetapi bersalah karena berbuat dosa kekal” (Mrk 3:29; bdk. Mat 12:32; Luk 12:10).

Kerahiman Allah tidak mengenal batas; tetapi siapa yang dengan sengaja tidak bersedia menerima kerahiman Allah melalui penyesalan, ia menolak pengampunan dosa-dosanya dan keselamatan yang ditawarkan oleh Roh Kudus (Bdk. DeV 46).

Ketegaran hati semacam itu dapat menyebabkan sikap yang tidak bersedia bertobat sampai pada saat kematian dan dapat menyebabkan kemusnahan abadi.” (Katekismus Gereja Katolik,1864)

Maka, sabda-Nya (Mrk. 3:29), “Apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.”, Qui autem blasphemaverit in Spiritum Sanctum, non habet remissionem in aeternum, sed reus est aeterni delicti.

Katekese

Dosa melawan Roh Kudus. Santo Paus Yohanes Paulus II, 18 Mei 1920 – 2 April 2005

“Santo Markus menulis, “Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.” (Mrk. 3:29). Kemudian, Santo Lukas juga menulis, “Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni.” (Luk. 12:10).

Mengapa menghujat Roh Kudus tidak dapat diampuni? Bagaimana penghujatan ini dipahami? Santo Thomas Aquinas menanggapi pertanyaan ini bahwa penghujatan merupakan suatu pertanyaan hakiki tentang dosa, yakni “tak dapat diampuni karena kodratnya, sebab dosa itu menghilangkan seluruh unsur yang memungkin pengampunan dosa terjadi.”

Menurut suatu tafsir, ‘penghujatan’ tidak melulu mancakup penghujatan terhadapNya melalui kata-kata. Menghujat Roh Kudus terlebih merupakan penolakan atas keselamatan yang ditawarkan Allah pada manusia melalui Roh Kudus, yang berkarya melalui daya kuasa Salib […]

Menghujat Roh Kudus adalah dosa yang dilakukan orang yang mengaku diri memiliki hak untuk terus hidup dengan setan dan dosa; dan dengan demikian ia menolak Penebusan. Jika orang yang mengikatkan diri pada dosa, ia tidak mungkin menemukan jalan untuk bertobat.

Maka, ia tidak mungkin memperoleh anugerah penebusan dosa. Terlebih, ia menganggap bahwa Penebusan tidak hakiki atau tidak penting dalam hidup manusia.” (Ensiklik Dominum et Vivificatem, 46).

Oratio-Missio

Tuhan, bersemayamlah di hatiku dan menjadi Tuan atas hatiku. Semoga aku selalu setia pada jalan yang Engkau tunjukkan pada-Ku. Amin.           

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk menolak “kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat” (bdk. Yes 5:20)?”

Qui autem blasphemaverit in Spiritum Sanctum, non habet remissionem in aeternum, sed reus est aeterni delicti – Marcum 3:29

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version