Minggu. Pekan Biasa XXI (H)
- Yos. 24:1-2a.15-17.18b
- Mzm. 34:2-3.16-17.18-19.20-21.22-23
- Ef. 5:21-32
- Yoh. 6:60-69
Lectio
60 Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” 61 Yesus yang di dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada mereka: “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? 62 Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?
63 Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup. 64 Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya.” Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia.
65 Lalu Ia berkata: “Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.” 66 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
67 Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” 68 Jawab Simon Petrus kepada-Nya: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; 69 dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”
Meditatio-Exegese
Yosua mengumpulkan semua suku orang Israel di Sikhem.
“Pilihlah: beribadah pada Tuhan atau pada para ilah?” seru Yosua pada orang-orang kepercayaannya. Seruannya selalu bergema sepanjang masa, tanpa pernah dapat dibungkam.
Kitab Yosua mengisahkan tentang pemenuhan janji Allah akan pembebasan dari perbudakan dan pemberian tanah yang dijanjikan-Nya (bdk. Kej. 15:13-21; Kel. 3:17; Kel. 23:23-33; Yos. 1:2-4; Yos. 21:43-45; Yos. 23:14).
Karena Allah selalu setia pada janji-Nya dan umat-Nya, Ia memanggil setiap insan dari umat-Nya untuk tetap setia dan patuh pada-Nya (Yos. 1:6-9; Yos 1:16-18; Yos. 6:18; 10:40; Yos 11:15).
Setiap orang yang terikat perjanjian dengan-Nya tidak berjalan serong dan menyimpang.
Ia bersabda, ”Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi.” (Yos. 1:7).
Maka, ketika rencana-Nya dibelokkan, pembelokan itu selalu berasal dari manusia. Sebab ia lebih suka berbuat dosa dan tidak setia dalam iman kepada-Nya, seperti dicerminkan dalam kisah Akhan bin Karmi bin Zabdi bin Zerah, dari suku Yehuda.
Ia lebih tertarik menyembunyikan barang rampasan untuk dirinya sendiri daripada memusnahkannya sesuai dengan perintah Allah (Yos. 6:18-7:5).
Yosua mengumpulkan semua suku Israel di Sikhem. Ia memanggil para tua-tua, kepala, hakim dan pemimpin pasukan. Mereka berdiri di hadapan Allah untuk melakukan ibadat pembaharuan perjanjian dengan-Nya.
Karena bangsa itu mudah jatuh pada ketidak setiaan pada Allah (bdk. Yos 22), pembaharuan itu bertujuan supaya bangsa itu bersatu, setia pada Allah dan mengasihi sesama, walau akan diam di tempat yang telah ditentukan untuk masing-masing suku (bdk. Yos. 24:25-27; Yos. 1:12-16; Bil. 32:1-32).
Pembaharuan perjanjian dengan Allah dilakukan di Sikhem. Sejak sebelum kedatangan bangsa Israel di Kanaan, Sikhem merupakan tempat yang disucikan atau digunakan sebagai tempat untuk memuja dewa.
Sikhem dipersembahkan kepada Allah saat Abraham memperbaharui perjanjian dengan-Nya ketika ia tiba di tanah yang dijanjikan; ia menyucikan kota itu dengan mendirikan mezbah bagi Allah di dekat pohon tarbantin di More (Kej. 12:6).
Di Sikhem, Yakub, yang diberi nama Israel, berkemah (Kej. 33:18) saat ia meminta seluruh keluarganya meninggalkan dewa-dewa asing sebelum meneruskan perjalanan ke Betel (Kej. 35:1-4).
Sikhem selalu mengingatkan akan pembaharuan perjanjian untuk selalu setia pada Allah, yang selalu memegang dan memenuhi janji-Nya.
Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan
Ungkapan ‘beribadah kepada Tuhan’ digunakan sebagai padanan dari kata Ibrani ‛âbad. Ungkapan beribadat menyingkapkan sikap batin dan perilaku hormat, bakti dan melayani.
Kitab Suci resmi Gereja Katolik, Latin Vulgata, menggunakan kata servire, melayani.
Di samping digunakan untuk peribadatan pada dewa palsu (bdk. Kel. 20:5; Ul. 30:17), kata ini bermakna melayani sebagai budak seperti yang dilakukan bangsa Israel kepada Firaun dan bangsa Mesir (bdk. Kel. 1:13-14; 5:18; 6:5; 14:5; 14:12; dst).
Maka, ketika Allah membebaskan bangsa itu dari Mesir, seluruh bangsa dibebaskan dari belenggu pelayanan ini, agar mereka bisa dengan bebas melayani Allah (bdk. Kel. 3:12; 4:23; 7:16; 8:1, dst.).
Sekarang Yosua menantang seluruh bangsa untuk membaharui kesetiaan bangsa itu pada Allah (Yos. 24:14-16). Dan Yosua telah memilih (Yos 24:15), “Aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!”, ego autem et domus mea serviemus Domino!
Ia menantang setiap orang dari umat pilihan itu untuk memilih: melayani Allah atau melayani allah nenek moyang mereka atau allah orang Amori.
Ungkapan ‘seberang Sungai Efrat’ (Yos 24:2) menyingkapkan batas tegas antara mereka yang melayani dewa asing dan yang melayani Allah, seperti Abraham. Laut Teberau juga memisahkan bangsa yang melayani dewa asing dan bangsa yang melayani Allah.
Maka, ungkapan iman Yosua bermakna bahwa ia adalah pewaris iman Abraham, karena “tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya.” (Kej. 18:19).
Keluarga Yosua menjadi teladan akan pada Siapa hidup keluarga dilandaskan dan kepada Siapa keluarga harus mengabdi.
Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?
Mendengar percakapan Yesus dengan pemimpin agama Yahudi, para murid saling beradu gagasan. Mereka seperti mengikuti alur pikir para pemimpin agama Yahudi.
Sukar sekali bagi mereka untuk memahami, mencerna dan menerima sabdaNya, “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan” (Yoh 6:52).
Karena kecewa, gagal paham, dan menganggap sudah makin gila, mereka meninggalkan Yesus. Sementara itu perayaan Paskah sudah semakin dekat. Orang harus memilih mengikuti Paskah lama atau Paskah Baru. Ternyata mereka lebih memilih yang terdahulu.
Yesus menanggapi keputusan mereka meninggalkan-Nya, “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu?” (Yoh 6:61).
Ia mengingatkan akan kisah nenek moyang mereka yang menggerutu di Masa dan Meriba, ketika mereka mencobai Allah, “Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?” (Kel. 17:3).
Belum lama mereka menyaksikan karya Agung Allah membebaskan mereka dari tangan Mesir dengan menyeberangi Laut Teberau (Kel. 14: 15-30).
Selanjutnya Ia bersabda, “Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?” (Yoh. 6:63).
Mereka juga lupa akan nubuat Nabi Daniel tentang Anak Manusia. Dialah Anak Mansia yang datang menghadap Allah dan diberi kekuasaan dan kemuliaan sebagai Raja segala raja; dan Kerajaan tidak akan lenyap (bdk. Dan 7:13-14).
Yang paling berat diterima akal mereka adalah sabda-Nya, “Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna” (Yoh. 6:63). Bila sabda-Nya dipahami huruf demi huruf, jemaat yang dibina Yohanes sama seperti mereka yang meninggalkan Yesus.
Masing-masing jemaat membutuhkan terang Roh Kudus agar mampu memahami, mencerna dan mengimani sabda-Nya (Yoh. 14:25-26; 16:12-13). Santo Paulus menulis kepada jemaat Korintus, “Hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan” (2Kor. 3:6).
Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya
Pada Exodus, Keluaran pertama, bangsa Isrel bersungut-sungut dan mencobai Allah. Sebelum mereka diberi makan manna, mereka meragukan kehadiran Allah di tengah mereka, “Adakah Tuhan di tengah-tengah kita atau tidak?” (Kel. 17:7) dan menentang Musa (bdk. Kel. 17:2-3; 16:7-8).
Para murid bisa jatuh dalam pencobaan ini, seperti para leluhur bangsa Israel. Mereka akan menggerutu seperti orang yang gagal paham dan mencela Yesus (Yoh 6:60). Lalu mengambil keputusan untuk meninggalkan jemaat dan diriNya. Mereka “mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia” (Yoh. 6: 66).
Apakah kamu tidak mau pergi juga?
Yesus tidak mencari pengikut. Ia tidak berkehendak menyenangkan seorang pun. Ia hanya menyingkapkan kehendak Bapa yang berbelas kasih dan penuh kerahiman. Karena Dialah Wajah Allah yang berbelas kasih, Misericordiae vultus Patris est Christus Iesus (Paus Fransiskus, MV, nomor 1).
Ia lebih memilih sendirian dari pada dikerubuti orang banyak yang hatinya tidak mau berpaut pada Allah dan kehendak-Nya. Ia menantang para sahabat-Nya, sabda-Nya, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?”, Numquid et vos vultis abire?
Keheningan menyelimuti hati masing-masing sahabat. Mereka tertegun atas pertanyaan Yesus. Hati mereka guncang. Mewakili seluruh murid, Petrus memecah keheningan.
Katanya, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah” (Yoh. 6: 68-69). Ia dan sebelas lainnya menyatakan kesetiaan pada-Nya.
Kesetiaan selalu diuji dalam rangkaian langkah hidup. Para rasul meninggalkan jejak perjuangan untuk menjadi setia. Pernah mereka lari dari-Nya saat Ia diadili hingga dihukum mati. Ragu akan kebangkitan-Nya.
Namun, mereka akhirnya setia pada-Nya sampai menutup mata.
Sekarang Yesus hadir pula dalam Ekaristi. Peristiwa yang selalu dirayakan juga menantang iman tiap orang dengan pertanyaan yang sama, “Apakah kamu mau pergi juga?”
Santo Yohanes Chrysostomus memberi nasihat, “Mari, dalam setiap hal, percayalah pada Allah, dan jangan menentang-Nya. Memang, apa yang dikatakan banyak orang sering berlawanan dengan pikiran dan perasaan kita. […]
Mari kita memberi hormat pada misteri Ekaristi. Bukan dengan dengan memandang benda apa yang ada di hadapan kita, tetapi selalu merenungkan sabda-Nya. Karena sabda-Nya tidak pernah berbohong.” (dikutip dari Homily on Saint Matthew, 82).
Pesan Santo Yohanes Paulus II: “Carilah Yesus. Dengan berusaha keras untuk memperdalam pengalaman iman pribadimu, kamu akan ditunjukkan dan dituntun pada kepenuhan hidupmu. Tetapi, lebih dari semua itu, bukalah dirimu untuk menambatkan hatimu dan melakukan seluruh usaha untuk mengasihi Yesus.
Kasihilah Dia dengan kasih yang lembut, benar dan meluap dari hatimu. Ia pasti menjadi sahabatmu dan penopangmu sepanjang perjalanan hidup.
Pada-Nyalah Sabda hidup abadi (“Sambutan pada pelajar di Guadalajara”, 30 Januari 1979).
Dalam tradisi para Karmelit terjaga sikap batin, in obsequio Iesu Christi, menaklukkan diri sepenuhnya kepada Yesus Kristus (bdk. 2Kor. 10:5).
Katekese
Makanlah Sang Hidup, Minumlah Sang Hidup. Santo Augustinus, 354-430:
“Jika kamu tidak makan Daging-Ku dan minum Darah-Ku, kamu tidak akan memiliki hidup dalam dirimu,” sabda Tuhan. Makanlah Sang Hidup-Minumlah Sang Hidup. Maka kamu memiliki hidup, dan hidupmu penuh.
Maka, Tubuh dan Darah Kristus akan menjadi hidup bagi tiap orang dengan syarat ini: apa yang kasat mata dimakan dalam Sakramen secara spiritual dimakan dan secara rohani diminum. Inilah kebenaran itu.” (dikutip dari Sermon 102,2)
Oratio-Missio
Tuhan, jagalah aku supaya aku tidak jauh dari-Mu. Aku tak ingin seperti ranting anggur yang dipotong dan mati kering. Kuatkanlah niatku untuk selalu setia pada-Mu. Amin.
- Mengapa aku tidak meninggalkan-Nya?
Respondit ei Simon Petrus, “Domine, ad quem ibimus? Verba vitae aeternae habes.” – Ioannem 6:68