Kamis (H)
- Ef. 3:14-21
- Mzm. 33:1-2,4-5,11-12,18-19
- Luk. 12:49-53
Lectio
49 “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala! 50 Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung! 51 Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan.
52 Karena mulai dari sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. 53 Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya.”
Meditatio-Exegese
Aku datang untuk melemparkan api ke bumi
Lambang api sering digunakan dalam Kitab Suci untuk menggambarkan relasi Allah dengan umat. Allah menampakkan diri dalam rupa api yang menyala-nyala, seperti ketika Ia menampakkan diri pada Musa di semak berduri yang tak terbakar oleh api-Nya (Kel. 3:2). Allah menjamin kehadiran, bimbingan dan perlindungan-Nya untuk umat Israel melalui tiang api di malam hari dan tiang awan di siang hari (Kel. 13:21-22).
Nabi Elia juga berdoa memohon api Tuhan untuk menyatakan kehadiran dan kuasa-Nya, serta menyucikan umat dari pengaruh dewa-dewi palsu (1Raj. 36-39). Api melambangkan kemuliaan Allah, seperti disingkapkan Nabi Yehezkiel (Yeh. 1:4.13), kekudusan-Nya (Ul. 4:24), perlindungan (2Raj. 6:17).
Api melambangkan pengadilan yang memisahkan orang benar dan tidak benar (Za. 13:9), dan kemarahan Allah terhadap dosa (Yes. 66:15-16).
Api juga merupakan tanda dan simbol kehadiran dan kuasa Roh Kudus. Yohanes Pembaptis bernubuat bahwa Yesus akan membaptis dengan Roh Kudus (Mat. 3:11-12; Luk. 3:16-17).
Ketika Roh Kudus dicurahkan pada para rasul pada Hari Pentakosta, Ia nampak sebagai ‘lidah-lidah api’ dan hinggap pada masing-masing rasul (Kis. 2:3).
Nyala api Tuhan, baik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, selalu bermakna api yang memurnikan, menyucikan dan membersihan manusia dari dosa.
Api Tuhan juga menguduskan, karena mendorong untuk memuji dan memuliakan-Nya; serta terus menggemakan sikap batin untuk menghormati kehadiran-Nya dengan taat dan patuh melaksankan sabda-Nya.
Sabda-Nya, “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi.”,Ignem veni mittere in terram.
Aku harus menerima baptisan
Dalam tradisi Yahudi pembaptisan searti dengan pembersihan, penyucian. Yesus sudah dibaptis Yohanes Pembaptis di Sungai Yordan (Luk. 3:21).
Dalam perikop ini, pembaptisan yang dimaksud Yesus pasti memiliki arti khusus, yaitu baptisan kematian (bdk. Mrk. 10:38). Maka, kematian Yesus bermakna pembersihan manusia dari dosa dan hidup mereka disucikan lagi agar citra mereka sebagai anak Allah pulih (Kej. 1:27; Luk. 17:26-29; 2Ptr. 2:5-6; 3:6-7).
Bagi Santo Lukas, yang menulis Injil sekitar 50 tahun setelah kematian Yesus, dan jemaatnya, kematian Yesus di kayu salib dipahami sebagai awal mula pembaptisan. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus membuka era baru dalam sejarah manusia, yaitu pengampunan dan pemulihan martabat manusia.
Yesus merindukan dimulainya proses penyucian hidup manusia dengan masing-masing bersedia memberi diri dibaptis atau mengambil sikap berpihak pada Yesus (bdk. Kis. 2:38).
Aku datang untuk membawa pertentangan
Yesus selalu bersabda tentang damai ( Mat. 5:9; Mrk. 9:50; Luk. 1:79; 10:5; 19:38; 24:36; Yoh. 14:27; 16:33; 20:21.26). Tetapi kali ini Ia berbicara tentang pertentangan. Seolah berlawanan.
Damai yang ditawarkan Yesus bukan hasil kompromi antara Yesus dengan Pilatus, karena tidak ada perang. Atau Yesus mengadakan persepakatan dengan kaum Farisi, Saduki dan Mahkaman Agama, karena harmoni percampuran keyakinan/iman. Atau Yesus dan Herodes Antipas membuat permufakatan, karena terjaminnya harmoni sosial.
Damai yang dikehendaki Yesus adalah damai sejahtera dari Allah. Allah menjadi pusat hidup manusia.
Dan karena manusia memilih Allah menjadi pusat hidupnya, ia dimusuhi oleh banyak pihak yang menghendaki bertahtanya iblis di hati manusia.
Damai yang diwartakan Yesus justru ditolak oleh Pontius Pilatus, kaum Farisi, Saduki, tua-tua Yahudi, Mahkamah Agama Yahudi/Sanhedrin, Herodes Antipas dan siapa saja yang memiliki mentalitas dan corak hidup seperti mereka.
Ketika Yesus berberbicara tentang perpecahan dalam keluarga, Ia menggemakan nubuat Nabi Mika, “Sebab anak laki-laki menghina ayahnya, anak perempuan bangkit melawan ibunya, menantu perempuan melawan ibu mertuanya; musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.” (Mi. 7:6).
Inti iman Katolik adalah kesetiaan total kepada Yesus Kristus – Anak Allah dan Juruselamat dunia. Relasi setia yang dibangun antara Ia dan para murid-Nya mengatasi segala bentuk relasi.
Kasih yang meluap kepada Allah menjadi pilihan pertama dan utama. Segala bentuk relasi yang mengalahkan relasi dengan Allah berarti berarti pemberhalaan.
Katekese
Api Injil dan dibaptis dalam Roh Kudus. Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444:
“Kita yakin bahwa api yang dilemparkan Yesus dimaksudkan untuk keselamatan dan kesejahteraan umat manusia. Semoga Allah menganugerahkan rahmat-Nya agar seluruh hati kita dipernuhi dengan api-Nya. Api itu adalah pesan Injil dan kuasa perintah-Nya yang menyelamatkan.
Hati kita dingin dan mati karena dosa. Maka kita tidak lagi mengenali-Nya, yang karena kodrat adalah sungguh-sungguh Allah.
Injil sungguh membakar kita semua di bumi untuk hidup suci dan membuat roh kita menyala-nyala, seperti dikatakan oleh Santo Paulus (Rom. 12:11). Di samping itu, kita juga ambil bagian dalam karya Roh Kudus, yang seperti nyala api di dalam diri kita.
Kita telah dibaptis dengan api dan Roh Kudus. Kita telah belajar dari teladan dan sabda Kristus pada kita. Dengarkan sabda-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Yoh. 3:5).
Melalui Roh Kudus, Kitab Suci memiliki kebiasaan yang diilhami untuk memberi nama api pada sabda Allah dan kudus dan berdaya guna serta berkuasa; melaui sabda itu jiwa kita dibuat selalu menyala-nyala.” (dikutip dari Commentary On Luke, Homily 94).
Oratio-Missio
- Tuhan, semoga nyala api kasih-Mu mengobarkan hatiku dan mengubah hidupku. Semoga aku hanya mengandalkan-Mu. Penuhilah aku dengan kuasa Roh-Mu, agar aku selalu mencari apa yang menyenangkan hati-Mu dan melaksanakan kehendak-Mu. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk selalu setia mendengarkan suara Roh Kudus dan melaksanakan sabda-Nya?
Ignem veni mittere in terram, et quid volo nisi ut accendatur? – Lucam 12:49
Terima kasih banyak buat pak Eko. Smg terus berkarya. Salam banyak buat sdr/i kita di Ambulu dan Mbalung.