Minggu. Pekan Paskah IV (P). Hari Minggu Panggilan
- Kis.4: 8-12.
- Mzm.118: 1.8-9. 21-23. 26. 28cd. 29
- 1Yoh.3: 1-2.
- Yoh.10: 11-18.
Lectio
11 Akulah gembala yang baik; gembala yang baik memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba. 12 Seorang upahan, bukan seorang gembala, yang bukan pemilik domba-domba itu, melihat serigala datang, ia meninggalkan domba-domba itu dan lari; serigala itu akan menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. 13 Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak peduli pada domba-domba itu.
14 Akulah gembala yang baik. Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku
15 Sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa; dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba itu. 16 Aku juga mempunyai domba-domba lain yang bukan dari kandang ini; Aku harus membawa mereka juga, dan mereka akan mendengar suara-Ku; dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.
17 Karena inilah Bapa mengasihi Aku, sebab Aku memberikan nyawa-Ku supaya Aku dapat mengambilnya kembali. 18 Tidak seorang pun telah mengambilnya dari-Ku, melainkan Akulah yang memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku mempunyai hak untuk memberikan nyawa-Ku, dan Aku juga mempunyai hak untuk mengambilnya kembali. Inilah perintah yang Aku terima dari Bapa-Ku.”
Meditatio-Exegese
Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia
Petrus dan Yohanes ditangkap prajurit penjaga Bait Allah dan dihadapkan pada Majelis Agama Yahudi, Sanhedrin. Majelis ini juga mengadili dan menjatuhkan hukuman mati pada Yesus (Mat. 26:57-66; Mrk. 14:53-64; Luk. 22:66-71).
Anggotanya terdiri dari imam-imam kepala, terutama dari golongan Saduki dan pemimpin golongan Farisi (Kis. 4:5-7) dan dipimpin oleh Yosephus Kayafas.
Petrus memanfaatkan momentum pengadilan untuk mewartakan apa yang dialami Yesus. Inilah salah satu dari tiga khotbah panjang kerygmatik.
Kata Yunani kerygma berarti pewartaan, pengumuman, pemberitahuan.
Petrus mengingat sabda Yesus tentang apa yang akan terjadi pada para Rasul dan murid-Nya sebelum Ia kembali dalam kemuliaan-Nya.
Sabda-Nya, “Sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena nama-Ku.
Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. Sebab itu tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu.
Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu.” (Luk. 21:12-15).
Urat takut Petrus sudah putus. Ia nampak sangat siap beradu pendapat, karena Roh Kudus dijanjikan untuk dianugerahkan saat ia harus mempertahankan diri dan membela Injil keselamatan (Yoh. 14:26; 15:26-27).
Santo Lukas melukiskan bahwa Petrus dipenuhi Roh Kudus (Kis. 4:8).
Saat beradu pemikiran, Petrus memulai bicara tentang orang lumpuh yang disembuhkan (Kis. 3:1-10). Ia tidak berbicara tentang penyembuhan fisikal. Tetapi tentang kesembuhan rohani dan keselamatan manusia melalui Yesus Kristus yang dibangkitkan.
Penulis Kisah Para Rasul mengingatkan Kembali akan keselamatan dianugerahkan kepada mereka “yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.” (Kis. 2:21 dan 2:47). Dan Petrus mewartakan keselamatan itu kepada pemimpin dan seluruh umat Israel (Kis. 4:10).
Petrus dengan bebas menerapkan bagian akhir Mazmur pujian pada Allah, “Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru.” (Mzm. 118:22) pada situasi yang sedang dialaminya.
Orang Yahudi yang saleh mendaraskan mazmur ini sepanjang delapan hari pada Pesta Paskah/Hari Raya Roti Tak Beragi.
Mazmur yang sama dilambungkan dengan nyaring oleh orang banyak saat Yesus masuk ke Yerusalem pada Minggu Palma (Mat 21:9; Mrk. 11:9; Yoh. 12:13). Terlebih, Yesus sendiri mengutip nas mazmur ini sebagai tanda akan kedatangan-Nya yang kedua (Mat. 23:9; Luk. 19:38).
Petrus menyamakan para pemimpin agama sebagai ‘tukang bangunan’. Untuk mempertegas siapa yang dimaksudnya, digunakan ungkapan “yaitu kamu sendiri”. Sedangkan Yesus sebagai ‘batu’.
Para pemimpin memperlakukan ‘batu’ itu dengan sangat buruk dan menganggap tidak bernilai sama sekali. Namun Ia sekarang telah menjadi ‘batu penjuru’ Perjanjian Baru yang dijanjikan-Nya (Mzm. 118:22; Yer. 31:13; Luk. 22:20).
Ungkapan ‘batu penjuru’, κεφαλην γωνιας, kephale gonias, searti dengan ‘batu kunci’. Batu ini mengunci seluruh struktur bentang yang menghubungkan sisi-sisi tembok, baik sebagai pondasi atau atap. Yesus, Sang Batu Penjuru, karena Dialah satu-satunya Jalan keselamatan abadi (Kis. 4:12).
Seorang upahan ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari
Pergeseran terjadi pada bagian kedua dari perumpamaan tentang gembala. Pada bagian pertama Yesus menampilkan diri sebagai pintu (Yoh. 10:9), “Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.”, Ego sum ostium; per me, si quis introierit, salvabitur et ingredietur et egredietur et pascua inveniet.
Gembala menggembalakan domba pada siang hari. Saat matahari mulai terbenam, mereka menggiring kawanan ke kandang yang dibangun dan dimiliki bersama di sekitar padang rumput.
Kandang melindungi kawanan dari serangan pencuri dan serigala. Di samping penjaga menjaga saat gembala istirahat malam.
Esok pagi, gembala pasti mengetuk pintu agar penjaga membukakan pintu kandang. Pintu itu menghubungkan padang rumput dengan tempat domba berkumpul dan merasa aman.
Setelah pintu terbuka, masing-masing gembala akan memanggil tiap domba dengan namanya. Ia bertindak seperti “TUHAN, Allah Israel, yang memanggil engkau dengan namamu.” (Yes. 45:3).
Sebaliknya, para perampok tak pernah masuk lewat pintu. Mereka masuk lewat jalan lain atau menghancurkan dinding.
Orang Farisi mendengarkan Yesus saat Ia mengisahkan perumpamaan tentang gembala (Yoh. 9:40-41).
Penginjil Yohanes menampilkan kaum Farisi sebagai contoh gembala yang jahat. Mereka memandang umat atau kawanan mereka sebagai kawanan yang bodoh dan layak dikutuk (Yoh. 7:49; 9:34).
Pada mereka yang bermentalitas seperti kaum Farisi, Yesus menegaskan, “Akulah pintu ke domba-domba itu. Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka.” (Yoh. 10:7-8).
Pencuri dan perampok yang dimaksud Yesus rupanya sama dengan pelukisan Nabi Yehezkiel tentang perilaku gembala palsu. Gembala palsu meninggalkan kawanan domba, umat, dalam keadaan yang jauh lebih menyedihkan.
Mereka hanya makan untuk diri sendiri. Domba gemuk mereka makan dan mengambil untung dari bulunya. Domba-domba tidak mereka beri makan. Yang lemah tidak dikuatkan.
Yang sakit tidak dibalut, dirawat dan disembuhkan. Dan yang tercerai berai dan hilang tidak dicari dan dibawa pulang.
Singkatnya, kawanan domba dikuasai dengan paksa dan diperlakukan dengan kejam. Domba yang tidak diperlakukan sebagaimana mestinya pasti tercerai-berai, rentan terhadap kawanan pemangsa (bdk. Yeh. 34:1-10).
Umat dalam Perjanjian Lama masih merindukan gembala yang baik. Gembala mereka adalah Tuhan, seperti digemakan Mazmur 23.
Kerinduan ini digenapi saat Yesus menyingkapkan identitas-Nya (Yoh 10:11), “Akulah gembala yang baik.”, Ego sum pastor bonus.
Yesus menyatakan dua penanda yang menjadi ciri khas gembala yang baik. Pertama, membandingkan dengan orang upahan yang diupah menjaga kawanan domba, gembala yang baik memberikan nyawanya bagi kawanan domba, bila mereka diserang bahaya.
“Ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu.” (Yoh 10:13-13).
Kedua, gembala dan domba saling memahami satu dengan yang lain. Gembala dan tiap domba saling mengenal, baik suara maupun gestur. Melalui pengenalan ini, Yesus menumbuhkan keyakinan pada diri tiap domba.
Ia mengenal masing-masing domba dan tiap domba tidak pernah keliru mengenali suara sang gembala, “Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku.” (Yoh 10:14).
Sedangkan gembala yang jahat harus menghadapi gembala yang baik dan iman yang benar yang dihayati para domba.
Di tengah pergolakan jaman dan perebutan pengaruh atas para domba, masing-masing anggota komunitas iman harus memahami dua kaidah untuk membedakan mana gembala yang menuntun pada iman yang benar dan mana kaum penyesat.
Tiap gembala harus peka terhadap reaksi masing-masing domba, termasuk terus mengenali suaranya. Gembala harus menggaungkan Injil dan Tradisi yang diwariskan oleh para Rasul dan pengganti mereka.
Kesaksian mereka semakin kuat dengan teladan, bukan kata-kata. Ia bersabda, “Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” (Yoh 13:15).
Kawanan domba harus memasang teling dengan tajam untuk mengenali suara gembala dan mampu membedakan mana suara gembala yang baik dan mana suara pencuri.
Membaca sabda-Nya, menghadiri perayaan sakramen, terutama Ekaristi, dan ambil bagian dalam detak hidup komunitas iman membantu tumbuh kembangnya kepekaan telinga iman.
Mengutip Nabi Yesaya, Santo Paulus menulis, “Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau, dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau” (2Kor. 6:2; bdk. Yes. 49:8).
Gembala dan domba harus mampu saling mendengarkan untuk saling tolong menolong dan menyelamatkan.
Ada lagi pada-Ku domba-domba lain
Yesus meminta kawanan-Nya memandang lebih jauh dan luas di balik cakrawala yang mampu ditangkap panca indera. Di balik cakrawala itu terdapat domba-domba lain yang bukan berasal dari kawanan ini.
Mereka belum mengenal dan mendengar suara Yesus. Tetapi mereka melakukan apa yang disabdakan-Nya. Mereka sadar bahwa Ia adalah Gembala yang baik dan akan mengikuti-Nya.
Hati yang lapang untuk merangkul semua menjadi ciri khas komunitas iman yang dibina Santo Yohanes. Hati itu memungkinkan gembala dan domba saling menjaga keselamatan jiwa masing-masing.
Katekese
Yesus sebagai Gembala yang baik. Santo Cyrilus, Uskup Alexandria, Bapa Gereja abad ke 5:
“Dia menunjukkan ciri-ciri yang menjadi bukti atas gembala yang baik. Ia mengajarkan bahwa Ia harus siap untuk menyerahkan nyawa-Nya saat berjuang untuk membela domba-domba-Nya, yang digenapi di dalam diri Kristus.
Karena manusia telah meninggalkan kasih Allah, dan karena jatuh ke dalam dosa, dan karena kejatuhannya ini, saya katakan, manusia dikucilkan dari tempat tinggal ilahi di Firdaus.
Dan ketika manusia menjadi lemah karena kemalangan yang dideritanya, dia menyerah pada setan yang menggodanya untuk berdosa. Kemudian maut mengikuti dosa itu.
Manusia telah menjadi mangsa serigala ganas dan rakus. Tetapi setelah Kristus menyatakan diri sebagai Gembala Sejati bagi semua manusia, Dia menyerahkan nyawa-Nya bagi kita (1Yoh. 3:16). Dia berjuang untuk kita melawan gerombolan binatang buas dan bengis.
“Ia memanggul Salib bagi kita, agar dengan kematian-Nya sendiri Ia dapat menghancurkan maut. Ia dikutuk bagi kita, agar Ia membebaskan kita dari hukuman. Kekuasaan dosa telah dihancurkan oleh iman kita.
Dengan memakukan-Nya di kayu salib, surat hutang kita pada dosa telah dihapus, seperti ditulis Santo Paulus (Kol. 2:14).
Maka, sumber dosa yang telah membuat domba meluncur ke dalam dunia orang mati, seperti digemakan pemazmur (Mzm. 49:15), telah didihancurkan-Nya.
Dia mati bagi kita sebagai yang benar-benar Baik dan benar-benar Gembala kita. Setelah mengusir bayang-bayang maut, Ia dapat menggabungkan kita kedalam persekutuan orang kudus di surga.
Ia menganugerahkan pada kita tempat tinggal di Rumah Bapa-Nya sebagai ganti tempat kegelapan yang tersembunyi di samudera raya.
Karena itu, Ia bersabda pada kita, “Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu.” (Luk. 12:32)”. (dikutip dari Comment On The Gospel According To John. Book VI)
Ortio-Missio
- Tuhan, Gembalaku, buatlah aku selalu memperhatikan suara-Mu dan menyerahkan hidupku sepenuhnya kepada-Mu. Jadikanlah aku selalu dekat pada-Mu dan selalu setia mengikuti seruan-Mu. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan supaya menjadi gembala yang baik? Atau cara apa yang dilakukan untuk menyambut domba dari kawanan lain?
Ego sum pastor bonus; bonus pastor animam suam ponit pro ovibus – Ioannem 10:11