Home KITAB SUCI & RENUNGAN HARIAN Renungan Harian Lectio Divina 25.6.2024 – Jangan Masuki Kebinasaan

Lectio Divina 25.6.2024 – Jangan Masuki Kebinasaan

0
Melempar mutiara pada babi, by Pieter Brueghel, 1564–1638.

Selasa. Minggu Biasa XII, Hari Biasa (H)

  • 2Raj. 19:9b-11.14-21.31-35a.36      
  • Mzm. 48:2-3a.3b-4.10-11
  • Mat. 7:6.12-14       

Lectio

6 “Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.” 12 “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh Hukum Taurat dan Kitab Para Nabi.

13 Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; 14 karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.”

Meditatio-Exegese

Jangan memberikan barang yang kudus dan mutiaramu kepada anjing dan babi

Pada masa Yesus hidup di Palestina, harga mutiara sangat mahal; bahkan tak terkira. Hanya para raja, ratu, pangeran, puteri, bangsawan dan golongan kaya lain dapat menggenakan hiasan dari mutiara.

Diharapkan yang mengenakannya dapat terlihat lebih cantik, anggun dan mempesona. Mutiara memancarkan kemolekan, martabat, status sosial dan gengsi. Seperti mutiara bernilai tinggi, kesucian memancarkan keindahan kebenaran, kebaikan dan kemuliaan Allah.

Allah menawarkan mutiara yang bernilai jauh melampaui mutiara. Ia menawarkankesucian hidup. Kesucian itu dipancarkan melalui perilaku hidup, berpikir, berbicara, bertindak dan memperlakukan sesama dengan benar. 

Anugerah yang ditawarkan Allah dapat ditolak atau diabaikan, atau bahkan, ditenggelamkan dalam perilaku berdosa atau dicampakkan sama sekali. 

Yesus mempertentangkan kesucian dan mutiara dengan anjing dan babi (Mat. 7:6). Pertentangan itu begitu kentara, seperti api dan air, panas dan es, busuk dan wangi. Dalam Talmud, para rabbi menggambarkan pertentangan itu dengan ungkapan: anting-anting dikenakan di hidung babi.

Ungkapan Yesus tentang ‘barang yang kudus kepada anjing’ dan ‘jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi’ bermakna sama dengan ungkapan bijak para rabbi. Hukum Yahudi menetapkan babi sebagai binatang yang najis (bdk. Im. 11:7; Ul. 14:8).

Anjing sering dimanfaatkan sebagai penjaga rumah atau kawanan domba (bdk. Yes. 56:10-11; Ayb. 30:1). Kadang dijinakkan dan menjadi anjing rumah, seperti identifikasi diri perempuan Sirofenisia yang menyebut diri sebagai κυναριον, kunarion, anjing kecil atau anjing peliharaan yang makan remah-remah dari meja tuannya (Mat.15:15:26-27 Mrk. 7:27-28). 

Anjing yang hidup liar dipandang sebagai binatang yang tidak bersahabat dengan manusia. Hewan ini dianggap najis karena kotor, tak terawat, penuh kutu dan parasit, mudah menyerang atau menimbulkan masalah. Dalam Kabbalah, tradisi mistik Yahudi, anjing dipandang sebagai lambang kuasa setani.

Yesus tidak ingin memisahkan murid-Nya terpisah dari komunitas lain atau membentuk komunitas eksklusif. Yesus tidak mengijinkan para murid-Nya pilih bulu dalam mengasihi, berbela rasa dan memperhatikan sesama manusia.

Ia hanya menekankan bahwa para murid-Nya harus menjaga dan memperjuangkan kesucian spiritual dan moral – kesucian iman, cara hidup. Ia mempercayai para murid-Nya untuk menjadi pribadi yang kudus, mengasihi dan bertindak bijaksana seperti Allah.

Permohonan untuk menjadi pribadi yang kudus digemakan jemaat Gereja Perdana saat berseru, “Barang yang kudus untuk orang kudus.” Dalam liturgi Ekaristi, permohonan itu diserukan sebelum penerimaan komuni.

Didache, buku pelajaran katekese Gereja Perdana abad ke-1, menuliskan: “Kecuali yang telah dibaptis dalam nama Tuhan, tidak diperkenankan makan atau minum Ekaristimu; karena, tentang hal ini, Tuhan kita bersabda: Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing.”

Tuhan mengundang tiap murid untuk menghadiri jamuan pesta di altar-Nya. Maka, tiap pribadi harus datang dengan pantas.

Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka

Saat Yesus bersabda, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.”  (Mat. 7: 12), Ia meringkas seluruh ajaran Perjanjian Lama. Ajaran-Nya mendorong para murid-Nya menjadi sempurna dalam mengasihi.

Mengasihi sesama manusia tidak cukup hanya dengan menghindarkan mereka dari luka atau bahaya. Mengasihi selalu menuntut tanpa syarat, bahkan, harus rela memberikan nyawanya untuk sahabat. Sabda-Nya, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh. 15:13).  

Bila tiap pribadi murid-Nya mengosongkan hati dari permusuhan, kebencian, sukar mengampuni, dendam dan amarah, di hati hanya mengalir kebaikan, kesejahteraan, belas kasih, pengampunan dan rela berkurban.

Santo Paulus mengingatkan, “Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Rm. 5:5).

Masuklah melalui pintu yang sesak itu

Yesus menggunakan gambaran pintu yang sesak untuk menekankan bahwa para murid-Nya diundang untuk memasuki jalan yang benar. Jalan itu pasti mengarahkan dan menuju pada damai sejahtera Allah.

Kitab Mazmur dimulai dengan perbandingan pilihan sikap antara orang fasik dan orang benar. Yang satu menolak jalan Tuhan. Sedangkan yang lain menuruti jalan-Nya.

“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.” (Mzm. 1:1-2).

Ketika jalan terpecah menuju dua arah yang berbeda, para murid Tuhan harus mampu memastikan jalan yang dipilih-Nya adalah jalan yang menuju pada hidup, bukan kematian. Allah bersabda, ”Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan.

Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya.” (Ul. 30: 15-20). “Pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu beribadah.” (Yos. 24:15). 

Terlebih Nabi Yeremia menantang tiap orang untuk memilih jalan kehidupan atau jalan kematian (Yer. 21:8), “Sesungguhnya, Aku menghadapkan kepada kamu jalan kehidupan dan jalan kematian.”, ecce ego do coram vobis viam vitae et viam mortis.

Katekese

Dipanggil untuk hidup kudus di hadapan Allah. Paus Fransiskus, 17 Desember 1936 – sekarang :

“Menjadi kudus tidak perlu menjadi uskup, imam atau religius. Kita sering tergoda untuk berpikir bahwa kekudusan hanya bagi mereka yang menarik diri dari urusan duniawi  untuk menggunakan sepenuh waktu dalam doa. Bukan itu masalahnya. Kita semua dipanggil untuk menjadi kudus dengan menjalani hidup kita dengan kasih dan bersaksi  dalam segala hal yang kita lakukan, di mana pun kita berada.

Apakah Anda dipanggil menjalani hidup bakti? Jadilah kudus dengan menjalankan komitmen Anda dengan sukacita. Apakah kamu menikah? Jadilah kudus dengan mengasihi dan memperhatikan suami atau istri Anda, seperti yang Kristus lakukan bagi Gereja.

Apakah Anda bekerja untuk mencari nafkah? Jadilah kudus dengan bekerja dengan jujur dan terampil dalam melayani saudara-saudari Anda. Apakah Anda orang tua atau kakek-nenek? Jadilah kudus dengan sabar mengajar anak-anak kecil bagaimana mengikuti Yesus. Apakah Anda sedang memegang kekuasaan? Jadilah kudus dengan bekerja untuk kesejahteraan bersama dan tidak mengambil keuntungan pribadi.” (Seruan Apostlik, Bersuka Cita Dan Bergembiralah, Gaudete et Exultate, 14)

Oratio-Missio

“Tuhanku dan Allahku, ijinkan aku mengasihi-Mu dan memandang diriku seperti apa adanya, sebagai seorang peziarah di dunia, seorang Kristiani yang dipanggil untuk menghormati dan mengasihi mereka yang hidup dekat denganku, mereka yang berkuasa atasku dan yang ada dalam kewenangan kuasaku, sahabat dan musuhku.

Bantulah aku mengalahkan amarah dengan kelumbutan hati, kebencian dengan belas kasih. Bantulah aku untuk untuk melupakan diri sendiri dan selalu merentangkan kedua tanganku untuk sesama. Amin.” (Doa yang dianggap ditulis Paus Clement XI, terjemahan bebas)

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk memilih kekudusan dan tidak menempuh jalan kematian?

Intrate per angustam portam – Matthaeum 7:13

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version